Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jokowi, Tolong Jangan Angkat Rocky Gerung Jadi Menteri!

5 Juli 2020   16:43 Diperbarui: 5 Juli 2020   16:37 558
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrasi : kolase Tribunnews

Ketika menjadi moderator  webinar bertajuk 'Reshuffle: Siapa Layak Diganti dan Menggantikan?', Rocky Gerung lantas iseng ditanya, apakah bersedia menjadi salah satu menteri Jokowi?

Tak diduga, Rocky menyatakan bersedia, menggantikan Menkumham Yasonna Laoly bahkan, meski itu menjadi tidak lagi menjadi kemungkinan karena syarat dari Rocky yang tak karuan yakni kabinet dibubarkan terlebih dahulu.

"Jadi menkumham harus punya hak diskresi mengeluarkan undang-undang untuk pembubaran kabinet. Jadi sebagai menkumham saya akan keputusan pertama membubarkan kabinet." kata Rocky Gerung.

Gila kan syarat ini? Eh, tapi soal ini bagi Rocky mungkin hal yang biasa, apalagi jika diajak berdiskusi, akan lama. Mulai bicara filosofi mengapa jadi menteri, kabinet, membubarkan dan lain sebagainya,  dan gawatnya jika ada yang tidak paham maka akan dikatakan dungu, ya dungu.

Sehingga bayangan pertama saya apabila Rocky Gerung menjadi menteri Jokowi, maka kabinet ini bisa-bisa bernama Kabinet Kedunguan.

Itu baru kegilaan pertama yang terjadi. Bagaimana jika Rocky Gerung berada dalam ruang rapat. Kemungkinan besar maka rapat akan berlangsung lebih lama, karena Rocky pasti akan memberikan kuliah singkat dulu bicara tentang "Akal Sehat", nah ini pasangan dari "Kewarasan". Kata yang sering menjadi simbol dari Rocky.

Bisa seharian, Rocky membahas tentang Akal sehat yang menurut Rocky adalah sesuatu yang  bersifat a priori bukan a posteriori.

Dalam konsep ini, Rocky berulangkali mengatakan bahwa akal sehat muncul dari akal pikiran yang diberikan Tuhan atau alam semesta kepada manusia sebagai kebaikan Tuhan sehingga manusia bisa menjalankan misi kehidupannya.

Lha, Rocky menyebut dirinya filsuf, maka tak heran dalam ucapannya akan disisipi pemikiran dari Aristotle, Socrates, Hume, Darwin, Nietzsche, Jean Paul Satre, Heidegger, Husserl, Hawking dan Friedrich Hegel.

Siapa yang akan mendengarkan celoteh Rocky jika berada di ruang kabinet? Sesama kolega menteri, mungkin ada nama Terawan, dan Nadiem mungkin berkaitan dengan pendidikan. Ya, alasannya bukan karena materi  Rocky bagus untuk didengar, tetapi kedua menteri ini sekarang mungkin butuh hiburan, setelah diisukan menjadi gelombang awal reshuffle.

Menteri yang lain pasti sudah kabor duluan. Menteri PU, Basuki tentu akan menjadi orang pertama yang kabur. Ajakan debat Anies saja dianggapnya tidak ada guna, apalagi kalimat filsuf Rocky yang sulit dimengerti.

Hampir lupa, salah satu yang menjadi teman Rocky mungkin Menhan Prabowo. Rocky bisa dianggap sebagai aset untuk membicarakan dialektika saat Pilpres 2024 nanti.

Saat Pilpres 2019 lalu, Rocky bisa dianggap sukses menjalankan tugas membicarakan sesuatu yang awing-awang dan akibatnya Prabowo kalah. Kali nanti mungkin berhasil.

Dalam hal ini, Rocky menyebutkan istilah dialektika sebagai sebuah argumen (tesa) yang harus dikritik dengan argumen lain yang oposit (antitesa) sehingga melahirkan sintesa.

Dalam hal ini,  Rocky terus menekankan bahwa tanpa kritik, kekuasaan akan jauh dari keseimbangan (power balance) dengan tambahan bahwa tanpa keseimbangan kekuasaan, akan terjadi dominasi yang cenderung jahat.

Apakah anda mengerti? Ya sudah, singkatnya adalah Rocky akan bertindak menjadi pengkritik sebagai penguasa. Siapapun itu? Prabowo sekalipun? Hanya Rocky yang bisa menjawab.

Akan tetapi inilah titik persoalan seorang Rocky. Rocky menyebutnya sebagai filsuf tapi memberlakukan dirinya sebagai kritikus pemerintah. Persoalannya dalam setiap opini filsufnya, Rocky sering tidak menggunakan data, asal mengkritik.

Makanya jangan heran, politikus PDI Perjuangan, Eva Sundari pernah meminta untuk jangan memanggil Rocky sebagai seorang filsfu, karena tugas filsuf sebagai pencerah atau pemantikan kebijaksanaan, menjadi kegelapan kelam di diri Rocky.

Ini seperti sudah mengalir di tubuh Rocky dan sulit dihentikan. Ini akan gawat, Rocky menjadi menteri Jokowi, tetapi terus mengkritik Jokowi.

Di awal kabinetnya, Jokowi menegaskan kepada para menterinya agar jangan ada visi menteri, tetapi visi  presiden saja. Tetapi dengan kehadiran Rocky, maka kemungkinannya akan tiga akan ada visi Presiden, visi menteri dan visi Rocky.

"Apa itu visi presiden? Itu bisa jadi sebuah kedunguan, perlawanan dari akal sehat", mungkin itu kalimat pertama Rocky sesudah menjadi menteri Jokowi.

Ah, tak usah panjang-panjang lagi membahas Rocky ini, karena sesudah menjadi menteri jika ada reshuffle lagi, Rocky akan menjadi menteri pertama yang akan diganti. Ya, gara-gara terus berpikir dalam tataran "konsep" tadi.

Selebihnya, publik mungkin akan merindukan Rocky yang sekarang. Jika jadi menteri, lalu membuat Rocky menjadi pendiam, rasanya kurang afdol. No Rocky, No Party.

Artinya, tolong jangan angkat Rocky jadi menteri Pak Jokowi!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun