Kabarnya, dia dipaksa pensiun oleh penguasa pada Oktober 1971 karena tidak mau berkompromi dalam melakukan tugasnya.
Tahun 1940, di usia 19 tahun, Hoegeng berkuliah di Recht Hoge School (Sekolah Tinggi Hukum), sekolah inilah yang kemudian menghantarkannya menjadi seorang polisi.
Tantangan integritasnya diceritakan pertama kali saat Hoegen ditugaskan menjadi Kadit Reskrim Kantor Polisi Sumatera Utara pada 1956. Wilayah yang disebut sangat berat karena banyak judi dan criminal di sana, dengan para mafia siap “melayani” pejabat polisi yang bertugas.
Benar demikian, saat pertama kali masuk ke rumah dinas, Hoegeng menerima ucapan selamat datang berupa barang-barang mewah, kiriman seorang pengusaha China. Hoegeng tentu menolak dan meminta pengusaha itu mengambil barang-barangnya.
Merasa terlalu lama diambil kembali, Hoegeng lalu mengangkut keluar segala perabotan mewah dan disediakan pengusaha yang juga adalah seorang cukong judi terbseut dan meletakannya di pinggir jalan. “Saya rasa perkenalan pertama memang selalu mendebarkan” kata Hoegeng saat itu.
Saat itu, banyak pejabat yang memang mudah dihargai dengan cara menyuap seperti itu, tetapi Hoegeng adalah sedikit dari yang tidak, langka.
Prinsip Hoegeng adalah kehormatan, kewajiban dan tanggung jawab yang mesti dilakukannya agar citra ideal polisi itu tergambar dalam dirinya. Saat karirnya terus menanjak hingga menjadi Kapolri, prinsip itu terus dipegangnya sepanjang hayat.
Meskipun harga yang dibayarnya cukup mahal, yaitu dicopot dari jabatan tersebut. Saat menjadi Kaplori, Hoegeng berani membongkar kasus Robby Tjahyadi—pengusaha tekstil dan juga penyelundup mobil mewah kelas kakap di Indoneisa.
Kasus yang menggemparkan karena kabarnya melibatkan puluhan pejabat tinggi di Bea Cukai dan Kepolisian. Hoegeng tidak mundur sejengkal pun untuk menyelesaikan kasus ini, meski karirnya juga akhirnya tamat.
Dia “dipensiunkan” dan ditawarkan untuk menjadi Dubes di Belgia, sebuah posisi yang tentu saja menarik. Hoegeng menolaknya dengan alasan dia tidak pintar untuk berdiplomasi. Hoegeng lebih memilih menjadi pria tanpa jabatan daripada menghamba kepada ketidakbenaran.
Ada harga diri dan idealisme yang teguh dipegang oleh seorang Hoegeng.