Program Kartu Prakerja yang menjadi salah satu program andalan pemerintah di masa pandemi telah  dihentikan sementara dan dievaluasi karena berbagai kontroversi yang menyertainya.
Pemerintah telah meminta agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ikut segera membantu mengkaji pelaksanaan Program Kartu Prakerja sebelum rencananya  nanti akan diluncurkan kembali.
Evaluasi KPK tentang Program Kartu Prakerja sudah keluar hasilnya, dan menurut saya sudah cukup detil melihat permasalahan yang ada di tengah masyarakat selama ini. Â
Dari banyaknya aspek yang ditinjau dan rekomendasi, dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan Program Kartu Prakerja selama ini  dinilai "berantakan" atau amburadul karena banyak persoalan disana-sini.  Karena itu, KPK merasa perlu untuk memberikan rekomendasi kepada pemerintah sebagai penyelenggara untuk pelaksanaan yang lebih baik ke depannya.
Ada empat aspek yang dikaji dengan tujuh rekomendasi yang diberikan oleh KPK. Empat aspek yang dievaluasi semuanya memiliki pokok persoalan yang cukup pelik ;Â
Pertama, Â terkait dengan proses pendaftaran, KPK menemukan bahwa peserta dari Program Kartu Prakerja mayoritas bukanlah target yang disasar (whitelist), artinya sistim membuka ruang untuk peserta yang bukan sasaran seperti korban PHK digantikan oleh peserta yang bukan sebagai target.
Rekomendasi yang diberikan KPK adalah peserta yang disasar atau masuk dalam daftar  tidak perlu mendaftar secara online lagi untuk menjadi peserta program, tetapi akan dihubungi oleh manajemen pelaksana. Ini untuk memastikan ketepatan sasaran peserta.
Kedua, terkait kemitraan dengan platform digital dalam program tersebut. KPK menilai bahwa kerja sama dengan delapan platform digital itu tidak melalui mekanisme pengadaan barang dan jasa (PBJ), Â dan 5 dari 8 platform digital diduga ada unsur konflik kepentingan.
Rekomendasi KPK tegas, bahkan untuk aspek ini ada dua rekomendasi yang diberikan. Pertama, mendorong pemerintah untuk melakukan legal opinion kepada kejaksaan untuk mengevaluasi proses PBJ di program ini. Kedua, menegaskan platform digital tidak boleh memiliki konflik kepentingan dengan Lembaga Penyedia Pelatihan.
Aspek ketiga, terkait dengan materi pelatihan. KPK menilai kurasi materi pelatihan online selama ini tidak dilakukan dengan kompetensi yang memadai.
Rekomendasinya pun ada dua. Pertama, kurasi materi pelatihan dan kelayakannya unutk dilakukan secara daring, agar melibatkan pihak-pihak yang kompeten dalam area pelatihan serta dituangkan dalam bentuk petunjuk teknis. Kedua, materi pelatihan yang teridentifikasi sebagai pelatihan yang gratis melalui jejaring internet, harus dikeluarkan dari daftar pelatihan yang disediakan.