Lama tidak terdengar kabar, kader Gerindra Arif Poyuono kembali mencuri perhatian publik. Pernyataannya dalam sebuah video di Youtube yang mengatakan bahwa isu “PKI dimainkan oleh Kadrun” mendapat tanggapan masif, baik secara daring maupun luring.
Di medsos, pernyataan Puyuono tersebut membuat tagar #tenggelamkanGerindra merajai jagat twitter. Alasan Gerindra sampai terbawa-bawa kemungkinan karena Sosok Poyuono yang pernah seperti menjadi simbol Gerindra saat menjadi Jubir Prabowo-Sandiaga di Pilpres 2019 lalu. Bahkan debatnya saat itu dengan Jubir dari Jokowi-Ma’ruf, Adian Napitupulu yang berjilid-jilid menjadi viral atau menjadi lucu-lucuan.
Setelah itu (Prabowo kalah), Poyuono hilang dari peredaran. Tiba-tiba, tak ada angin tak ada hujan, Poyuono datang kembali membuat heboh dunia persilatan dengan pernyataan “PKI dimainkan oleh Kadrun”.
Gara-gara pernyataan itu jugalah yang membuat internal Gerindra akhirnya menjadi riuh.
Oleh beberapa petinggi partai, Poyuono dianggap membuat gaduh, dan merugikan di saat Gerindra perlu untuk menjaga image agar tidak diserang secara politik dan akhirnya kehilangan massa dukungan.
Mulai dari juru bicara Gerindra, Habiburokhman yang menyatakan bahwa pernyataan Poyuono tak bisa dikatakan mewakili pernyataan Gerindra.
"Sebagai jubir Gerindra saya tegaskan bahwa statement Arief Poyuono tidak ada kaitannya dengan Gerindra. Sudah lama beliau tidak diperkenankan mengatasnamakan Gerindra," kata Habiburokhman yang juga adalah anggota Komisi III DPR itu.
Bahkan Habiburokhman menyatakan bahwa daripada Gerindra “terancam” tagar #tenggelamkan Gerindra di medsos tersebut, mending Poyuono lah yang harus diam atau merubah pernyataannya.
"Tagar tenggelamkan Gerindra jelas salah kaprah. Secara logika tagar yang pas itu tenggelamkan Arief Poyuono, dalam artian cabut dukungan politik pada Arief Poyuono," kata, saat dimintai tanggapan, Rabu (17/6/2020
Bukan hanya Habiburokhman, tetapi Jubir Gerindra lainnya, Sufmi Dasco Ahmad juga menegaskan pernyataan Poyuono bahwa pernyataan Puyuono bukanlah sikap resmi Gerindra. "Statement resmi dari lima jubir itu. Selain itu dianggap pendapat pribadi," tegas Dasco yang juga merupakan Waketum Gerindra.
Kabar terakhir, Gerindra bahkan berencana memberikan sanksi kepada Puyuono, tetapi seperti biasa Puyuono memberikan reaksi bantahan dan merasa tidak ada yang salah dari pernyataannya.
"Kadrun itu siapa? Saya tanya dulu kan. Kadrun-kadrun itu istilah, nggak ada orang yang mau disebut kadrun. Memang si Habib (Habiburokhman) mau saya sebut kadrun? Memang Gerindra kadrun? Kan bukan," kata Poyuono, Rabu (17/6/2020).
"Saya akan tetap pada statement saya bahwa PKI itu cuma hoax dan yang buat saya sebut kadrun. Kenapa? PKI itu partai terlarang kan? Ideologi terlarang kan. Ada nggak yang udah ditangkap polisi? Tunjukkan di mana orang-orang PKI itu," tambah Poyuono.
*****
Ada apa ini?
Ketika saya melihat polemik ini dan melihat kembali naskah wawancara Poyuono di kanal YouTube 'Kanal Anak Bangsa' hingga terlontar pernyataan 'PKI dimunculkan kadrun', saya menduga bahwa Gerindra memang sangat hati-hati soal topik PKI apalagi Kadrun ini.
Ada dua hal yang disampaikan oleh Poyuono di memen wawancaranya tersebut. Pertama, soal isu PKI yang menurut Poyuono cuma isu-isu bohong saja dan bertujuan untuk mendelegitimasi Presiden.
“Kangmas Jokowi, yang selalu dituduh apapun dia seakan-akan dia ada hubungannya sama PKI. Seperti itu kan aneh, munculnya itu di eranya Pak Jokowi aja. Dulu era SBY nggak ada, era Mega nggak ada, ini kan aneh” kata Arif Poyuono.
Sebenarnya bukan sekali dua kali, Poyuono membela Jokowi soal PKI ini. Pada 2018 sebelum Pilpres 2019, hal serupa juga disampaikan Poyuono, meski harus diakui teman-teman sekubunya, seperti Fadli Zon dan lainnya masih memainkan isu ini.
Kedua, soal "kadrun". Poyuono mengatakan bahwa kelompok orang yang memunculkan isu PKI adalah "kadrun" dan orang-orang yang tidak menginginkan adanya perdamaian di Indonesia.
Saya pikir isu Kadrun ini menjadi titik tolak perdebatan di internal Gerindran.
Para kolega Poyuono di Gerindra mempersoalkan isu "kadrun" ini, karena isu tentang Kadrun ini sedang dan cukup panas dewasa ini.
Misalnya, ketika bicara tentang polemik antara Ade Armando dan Badan Koordinasi Kerapatan Adat Nagari (BAKOR KAN) Sumatera Barat yang melaporkan Ade Armando pada 10 Juni lalu karena mengklaim "kadrun" adalah istilah rasial dan juga adalah istilah buatan PKI.
Laporan ini sangat serius karena BAKOR KAN merasa bahwa istilah 'Kadal Gurun' atau disingkat 'Kadrun' merupakan sebutan rasis dan perlawanan yang dilakukan oleh Ade Armando untuk menuduh bahwa agama Islam adalah agama orang Arab yang tidak pantas hidup di Indonesia.
Selain itu BAKOR KAN juga menyebut istilah 'Kadal Gurun' atau disingkat 'Kadrun' bukan sesuatu yang baru tetapi sebuah idiom lama bikinan orang-orang Partai Komunis Indonesia (PKI) sebagai penyebutan atau olok-olok mereka terhadap Rasulullah SAW dan umat Islam. Soal kebenaran kedua hal ini mungkin kan dibuktikan jika sampai di meja pengadilan nanti.
Definisi dari Ade Armando tentu saja berbeda. Menurut Ade, "Kadrun" adalah bahasa yang dipakai sekarang itu untuk menjelaskan orang-orang yang berpikiran sempit, terutama yang dipengaruhi oleh gerakan ekstremisme, fundamentalisme dari Timur Tengah, sehingga disebut 'Kadal Gurun'.
Nah, ketika polemik ini belum selesai, dan telah memunculkan kebencian di kelompok tertentu, maka pihak Gerindra tentu merasa perlu untuk menetralisir letupan 'kadrun' dari Poyuono secepatnya dan menjelaskan bahwa pernyataan itu bukan pernyataan resmi Gerindra.
***
Saya melihat bahwa reaksi cepat internal Gerindra ini terasa penting karena tagar #tenggelamkan Gerindra, 'kadrun' tentu saja kontraproduktif bagi popularitas Gerindra menuju Pilkada 2020 nanti atau jangka panjangnya adalah menuju Pilpres 2024.
Jika tidak cepat diredam, maka akan dengan mudah dimainkan atau ditunggangi kelompok lawan untuk mengurangi kekuatan Gerindra saat menjadi lawan tanding di Pilkada atau Pilpres nanti.
Contoh paling aktual tentu soal Ade Armando dan kelompok masyarakat Sumatera Barat yang menentangnya. Sumatera Barat adalah salah satu basis Gerindra, maukah Gerindra kehilangan massa di basisnya tersebut karena ada kadernya yang salah ucap soal Kadrun dan sebagainya? Tentu saja tidak kan?
Jika berproyeksi lebih jauh ke Pilpres 2024, ini bisa saja ada hubungannya, soal elektabilitas Prabowo misalnya. Berdasar hasil survei, elektabilitas Prabowo meski tetap berada di peringkat satu, namun terus mengalami tren penurunan. Salah satu musababnya karena panggung untuk Prabowo tampil serba terbatas, saat memilih berposisi sebagai Menteri Jokowi.
Karena itu, Gerindra tentu sudah mengatur strategi sesudah melihat kondisi seperti ini. Saya menduga hal yang dilakukan Gerindra adalah menunggu momentum yang tepat bagi Prabowo untuk show on. Selain itu Gerindra merasa membutuhkan waktu untuk me-recovery dukungan kepada Prabowo yang mulai berkurang, khususnya pendukung yang kecewa ketika melihat Prabowo memilih bergabung dengan pemerintah Jokowi.
Salah satu cara me-recoverynya adalah dengan menjaga agar Gerindra jangan sampai bersinggungan secara langsung dengan isu-isu sensitif seperti 'Kadrun' dan sebagainya.
Kondisi idealnya adalah bersikap diam, tidak nampak grasa-grusu. Meskipun ini membuat Gerindra terkesan menjadi abu-abu, berdiri dua kaki namun ini adalah jalan strategis yang mesti ditempuh demi tidak kehilangan massa pendukung lagi.
Untuk itu, maka sanksi untuk Arif Poyuono mungkin saja dilakukan demi meredam dan menetralisir kondisi kembali ke ideal tadi. Jika tidak dilakukan, tagar #tenggelamkanGerindra, bisa saja akan menjadi sebuah kenyataan, ketika Gerindra kehilangan massa karena kadernya dianggap menyalahi strategi dalam berucap.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H