Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Berceloteh Soal Prediksi Covid-19 Indonesia Akan Mereda Akhir Agustus

13 Mei 2020   08:28 Diperbarui: 13 Mei 2020   08:37 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa hari lalu,  Kompas.com memberitakan sekali lagi tentang prediksi soal Covid-19.  Ya, sekali lagi, karena rasanya sudah berkali-kali.  

Dituliskan bahwa berdasarkan sebuah riset diprediksi bahwa kasus virus corona di Indonesia akan mencapai puncak pada pertengahan Mei 2020 ini dan berakhir di akhir Agustus.

Lalu dituliskan bla..bla..bla...., dan kesimpulannya.  "Diperkirakan akhir bulan Juli atau permulaan Agustus mereda" .

Bla..bla..bla itu bukan ungkapan kesal sih, tapi jujur soal prediksi ini sedikit tidak mengundang selera lagi bagi saya saat ini. Lha, sama dengan kesal juga dong?  

Soal prediksi ini, dahulu dapat dikatakan bahwa  saya ini bukan saja penikmat tapi pelaku dari prediksi.

Dari jaman kuliah, prediksi seperti menjadi kerjaan sampingan---sebutan yang lebih bermartabat dari bilang tak ada kerjaan.

Tapi yang remeh temeh saja, tidak menyerempet bahaya seperti togel dan teman-temannya.

Mulai dari memprediksi nilai teman berdasarkan aksi sok taunya di kelas,  hingga prediksi "jadian"  pernah dilakoni ,  dengan prosentasi keberhasilannya dapat mencapai sekitar 70 persen lho.

Kegagalan prediksi yang 30 persen akhirnya hanya menjadi sebuah olok-olokan menghibur, misalnya seperti ini;

"Bro..si Nina sonde terima beta pung cinta, prediksi lu kali ini salah besar....... ".

"Sebenarnya sudah beta perkirakan,  karena ada data yang beta sembunyikan karena perasaan dgn lu bro"

"Data apa..itu?"

"Wajah lu yang pasaran....sepertinya di kampus ini ada 3  yang mirip dengan lu. Mungkin Nina takut dianggap memiliki lebih dari 1 pacar "

"Lha... jadi karmana (gimana)?"...

"Operasi plastik ding..."

"Kampret..."

Pertanyaan paling penting adalah apakah saya pernah memprediksi tentang diri sendiri? Ahayy...itu pantangan om bagi seorang prediktor. Rio Kiyoshi aja susah, apalagi saya yang amatiran level gali lubang ini.

Ini sebenarnya hanya pembelaan, karena kegagalan terhadap diri sendiri tentu akan amat memalukan bagi seorang prediktor dan keluarga besarnya kan?

***

Lalu apa sih kegunaan prediksi-prediksi Soal Covid-19 ini? Menurut saya, untuk kepentingan yang lebih besar tentu saja berguna dan berkaitan dengan rencana kebijakan pemerintah selanjutnya.

Misalnya melalui analisa terhadap hasil prediksi yang dilakukan, pemerintah dapat berpikir secara cermat dan menentukan langkah-langkah yang diperlukan untuk melakukan tindakan taktis berkaitan dengan kesehatan dan ekonomi.

Jika memuncak di Mei dan mereda di Agustus, apa yang perlu dilakukan di Juni dan Juli. Apakah pasokan APD akan cukup dengan perkiraan jumlah terpapar Covid-19, lalu apakah BLT juga akan mencukupi dengan jumlah rentan terdampak yang setiap bulannya akan bertambah?

Jika tidak, langkah-langkah apa yang diperlukan, terus memberi stimulan atau menggunakan strategi yang berbeda, atau jika mendesak, maka pelonggaran PSBB tapi dengan protokol yang ketat adalah langkah yang perlu diambil?

Meski saya mengerti  bahwa ketika yang longgar dan ketat itu berdampingan, akan ada sebuah kebingungan disana.

Jika pemerintah bingung, apalagi saya. Saya ini siapa sih? Hanya butiran debu. Ngomongin apa sih?

Akhirnya saya mengambil jalan santai, yaitu prediksi ini jangan terlalu dibawa ke dalam hati, apalagi berlagak berat berpikir seperti para Menko- meski mungkin Menko tidak seberat kita berpikirnya.

Alasannya adalah sifat dari prediksi itu dinamis dan tidak fixed.  Para periset sendiri menjelaskan bahwa  model penelitian komulatif probability prediksi tersebut memang dapat bergeser apabila terjadi perubahan walaupun cuma dua hari.  Jika ada pergeseran data, maka prediksipun akan berubah dengan cepat.  

Nah, untuk sesuatu yang cepat berubah, mengapa harus diributkan. Misalnya,  publikasi publik "Wee...wee..saya mau katakan cinta sama Nina ee". Nah...esoknya ditolak kan sakit.

Maka diam saja, main underground aja, santai dan lebih nyaman. Jika diterima ya syukur, jika ditolak ya paling nangis di kamar.

Artinya, meski santai, tapi perlu tetap waspadalah. Minimal untuk tetap disiplin untuk mengikuti protokol seperti kebiasaan mencuci tangan, memakai masker dan menjaga jarak. Itu mah harus.

Oh iya, berceloteh  itu apa sih. Berceloteh itu meracau ; yang berarti bercakap-cakap tidak karuan.  Maklum saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun