Hal itu juga ditekankannya kembali di artikel bertajuk "Surat terbuka untuk Partai Demokrat" yang dimuat di tagar.id. "Sebenarnya saya tidak mau memperpanjang masalah ini, karena saya harus paham reaksi ibu seperti Annisa Pohan yang enggak paham politik. Tapi kayaknya karena dia ngamuk, orang-orang Demokrat langsung cari muka supaya dianggap loyal" Â kata Denny dari artikel tersebut.
Denny seperti gelisah postingannya membuat banyak yang salah paham apalagi menyangkut bully terhadap anak kecil, namun ketika sudah menjurus ke politis apalagi melihat reaksi Demokrat. Posisi  Denny jelas, bahkan bisa saja  'gembira". Ini mah kesukaan gw.
Dari dua alasan ini, menarik ditunggu bagaimana kisah ini akan berujung. Posisi Denny sudah clear, tinggal kita tunggu bagaimana reaksi Demokrat selanjutnya.Â
***
Sudah, gitu aja. Syukurlah tulisan seriusnya telah selesai.
Ngos-ngosan juga menulis tulisan ini. Menilai sebuah peristiwa politis terlalu banyak jebakannya, rumit.  Apalagi serasa sudah terbelit  menggunakan judul "Memahami".
Memahami itu mah sulit. Memahami itu  bukan sekedar data tapi juga menangkap makna dalam dimensi personal ataupun interpersonal  dalam sebuah pemahaman. Data dapat diketahui oleh sesuatu, misalnya gen, neuron atau komputer tapi makna hanya dapat dipahami oleh seseorang.
Wihh..keren kalimatnya kan? Seperti tulisan para filsuf kan? Ya, iyalah mau sombong dikit bahwa lagi baca buku bagus dari doktor filsafat, F. Budi Hardiman. Â Udah rampung bacanya? Belumlah, ini mah baru kata pengantar. Â Baca buku kek gini, harus 3 kali bacanya baru paham, ini mah baru 0,001 persen.
Tapi harus senang kan, gembira ? Harus itu. Mau viewernya berapa kek, mau Denny dan Demokrat tak akur kek, Â atau Denny juga tak membaca tulisan ini juga tak apa. Ayo bergembiralah. Â Hidup yang sudah sulit ini jangan dibuat lebih sulit bro.
"Mama, ikan kembung sudah digoreng?"
"Hari ini bukan ikan kembung. Ikan teri...."