Hebatnya, bapa Okto tidak menyerah terhadap situasi.
Jadi begini ceritanya. Sebelum virus, bapa Okto mangkal di salah satu titik di belakang kantor Gubernur NTT. Namun karena dianggap mengotori jalanan, mereka sempat dipindahkan ke lokasi lain oleh Pol PP ke jalan kecil, samping sebuah hotel, tak jauh dari kantor gubernur.
Cerita bapa Okto, ada sekitar 14 pedagang kelapa yang berdiam disana. Konsumen mereka kebanyakan PNS, yang saat siang atau sepulang kerja, mampir membeli kelapa.
Persoalannya, ketika PNS kebanyakan harus bekerja dari rumahatau WFH, mereka akhirnya kehilangan pendapatan sehari yang dihitungnya lebih dari 50 persen.
"Jadi apa yang bapa Okto buat?" pancing saya, menanyakan strategi bapa Okto menghadapi keadaan ini.
"Saya dorong keliling bapa, akhirnya penghasilan bisa kembali naik. Bahkan sehari bisa dapat 300 atau 400 ribu" kata bapa okto senang untuk apa yang dilakukaannya.
Dorong keliling? Itu capek sekali pastinya. Kereta gerobak itu cerita bapa Okto, berisi kira-kira 80 buah hingga 90 buah kelapa jika penuh.
Lalu kami mulai mengobrol berapa jarak yang harus ditempuhnya ketika berkeliling. Jadi, bapa okto itu rumahnya di daerah bernama Liliba. Lalu dia akan mendorong hingga ke terminal Kupang. Hitungannya, jarak yang ditempuh dengan mendorong keretanya bisa mencapai 12 Km.
Jalanan di Kupang tidak mudah, bukan berkelok-kelok saja, tapi naik turun, tidak rata. Untuk ini, bapa Okto lalu menceritakan tipsnya.
"Untuk jalan gunung. Saya bukan dorong tapi tarik mundur. Sebaliknya kalo jalan menurun atau rata baru saya dorong" kata bapa Okto, tersenyum bangga dengan akal-akalnya.
"Apa semua pedagang melakukan hal yang sama bapa okto (menjual dengan mendorong gerobak kereta)?" tanya saya.