Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Mengenal Ketua Baru Mahkamah Agung (MA) MH Syarifuddin dan Tantangan MA Kedepan

6 April 2020   15:26 Diperbarui: 6 April 2020   15:32 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Berdasarkan berita acara hasil perhitungan suara, ternyata yang mulia Doktor Haji Muhammad MH Syarifuddin telah mendapatkan suara sejumlah 32 suara," ujar Ketua MA Muhammad Hatta Ali dalam Sidang Paripurna Khusus Pemilihan Ketua MA di Gedung MA, Senin (6/4/2020).

Hari ini Mahkamah Agung (MA) memiliki ketua baru selepas Hatta Ali yang akan memasuki masa pensiun pada 1 Mei 2020. Dr. Muhammad Syarifuddin dinobatkan sebagai Ketua Mahkamah Agung periode 2020-2025.

Dalam pemilihan tersebut, MH Syarifuddin  mengalahkan Andi Samsan Nganro yang memperoleh suara 14. Sementara satu suara dinyatakan abstain, yakni suara Hatta Ali.

Sidang Paripurna MA ini dapat dikatakan khusus, karena Ketua MA Hatta Ali di tengah perjalannya memimpin yang baru selama 3 tahun, harus pensiun tepat diusianya yang ke 70 tahun sampai 1 Mei 2020.

Setelah pemilihan tersebut,  Ketua MA terpilih MH MH Syarifuddin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung dan memberi kepercayaan kepadanya. Menurutnya, jabatan tersebut merupakan amanah yang harus dia pertanggungjawabkan.

"Maka seberat apapun pekerjaan akan menjadi ladang amal ibadah dan harus kita pertanggungjawabkan kepada negara dan bangsa," kata MH Syarifuddin.

Dia menambahkan, dirinya tidak lebih baik dari pada calon ketua MA lainnya. Untuk itu, kerja sama dan saling mendukung sangat dibutuhkan untuk mewujudkan MA dan lembaga peradilan Indonesia yang lebih baik lagi

Memulai Karir dengan Menjadi Calon Hakim dan Akhirnya Menjadi Wakil Ketua MA

MH Syarifuddin memulai  kariernya di bidang peradilan hukum ini, Saat dia menjadi calon hakim Pengadilan Negeri (PN) Banda Aceh pada 1981.

Selanjutnya, MH Syarifuddin ditempatkan sebagai hakim di PN Kutacane sejak 1984, dan tujuh tahun kemudian  dia dimutasi ke PN Lubuk Linggau sampai dengan 1995 dan diangkat sebagai Wakil Ketua PN Muara Bulian, Jambi.

Setelah itu  MH Syarifuddin  diangkat sebagai Ketua PN Padang Pariaman dan menjadi Ketua PN Baturaja pada 1999.

Pada 2003 MH Syarifuddin  dipindah ke Ibu Kota Jakarta dan dipercaya sebagai hakim di PN Jakarta Selatan. Dua tahun kemudian dia pindah ke Jawa Barat dengan menjadi  Wakil Ketua PN Bandung periode 2005-2006 dan kemudian menjadi Ketua PN Bandung pada 2006. 

Selepas dari Bandung, ia ditunjuk sebagai hakim tinggi pada Pengadilan Tinggi Palembang dan  enam tahun menjabat sebagai Kepala Badan Pengawasan (Bawas) MA.  

Karirnya semakin meroket setelah pada tahun 2013, Komisi III DPR menetapkannya menjadi hakim agung bersama tujuh kolega lainnya pada 23 Januari 2013. Ketua MA pun melantik MH Syarifuddin menjadi hakim agung pada 11 Maret 2013.

Sempat menjadi Ketua Kamar Pengawasan MA, pada 2016 doktor lulusan Universitas Parahiyangan ini resmi menjabat sebagai Wakil Ketua MA Bidang Yudisial berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 48/P Tahun 2016 tanggal 26 April 2016 tentang pengangkatan MH Syarifuddin untuk menjadi orang nomor dua di MA untuk periode 2016-2021.

PR Besar Mahkamah Agung di Bawah Kepemimpinan MH Syarifuddin, Jangan Korupsi!

Seperti diketahui, Mahkamah Agung Republik Indonesia merupakan salah satu lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Serta membawahi badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum.

Sebagai lembaga yang mengatur, melaksanakan fungsi peradilan dan mengawasi, MA dibawah kepemimpinan MH Syarifuddin dituntut untuk menjadi lembaga peradilan yang  tidak berpihak pada isu pemberantasan korupsi.

Ini harus dijaga karena menurut Indonesia Corruption Watch (ICW) berdasarkan survei yang dilakukan oleh Lembaga Survei Indonesia dan ICW pada Oktober tahun lalu, MA mendapatkan kurang dari 70% dari sisi kepercayaan publik.

Paling aktual yang diingat publik adalah ketika  lembaga ini tercoreng wajahnya ketika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi sebagai tersangka Korupsi pada Desember lalu.  

Nurhadi diduga menerima suap dan gratifikasi sebesar Rp 46 miliar, terkait pengurusan perkara di Mahkamah Agung Tahun 2011-2016.

Saat itu KPK sendiri sangat menyesali dan miris terhadap peristiwa tertangkapnya Nurhadi ini, seperti yang dikatakan oleh Wakil Ketua, Saut Situmorang.

"KPK sangat miris ketika harus menangani korupsi yang melibatkan pejabat dari institusi penegak hukum, terutama di institusi peradilan, khususnya Mahkamah Agung," kata Saut dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Senin (16/12/2019).

Lebih lanjut, Saut mengatakan, Mahkamah Agung seharusnya benar-benar dapat menjadi tempat bagi masyarakat untuk mencari keadilan.

Artinya, MA di bawah kepemimpinan MH Syarifuddin harus terus kokoh berdiri di garda depan untuk terus berbenah dan memastikan MA adalah lembaga peradilan yang akan terus berkomitmen dan berpihak kepada isu pemberantasan korupsi. Tak ada tawar menawar untuk itu.

Referensi : 1 - 2 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun