Pasal 2
Untuk dapat ditetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar, suatu wilayah provinsi/kabupaten/kota harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Jumlah kasus dan/atau jumlah kematian akibat penyakit meningkat dan menyebar secara signifikan dan cepat ke beberapa wilayah; dan
b. Terdapat kaitan epidemiologis dengan kejadian serupa di wilayah atau negara lain.
Pasal 3
(1) Menteri menetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar di suatu wilayah berdasarkan permohonan gubernur/bupati/walikota.
(2) Permohonan dari gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk lingkup satu provinsi atau kabupaten/kota tertentu.
(3) Permohonan dari bupati/walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk lingkup satu kabupaten/kota.
Jika kita perhatikan maka Khofifah Indar Parawansa mengerti bahwa usulan status dari Kota, Kabupaten di wilayahnya tentu harus dikoordinasikan lebih dahulu di wilayah Provinsi lalu baru diteruskan ke Pemerintah Pusat dalam hal ini Menteri Kesehatan.
"Apakah pertimbangan-pertimbangan daerah yang akan mengusulkan akan kita koordinasikan baru kita ambil keputusan berarti ini Pemprov akan mengajukan PSBB atas usulan kabupaten/kota tertentu dengan pertimbangan tertentu," ucap Khofifah lebih  lanjut.
Hal ini juga yang diminta oleh Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo kepada Walikota Tegal, Dedy Yon Supriyono  yang sudah buru-buru menetapkan status lockdown lokal di kotanya.
Sesudah terbit PP PSBB tiga hari lalu, Â Ganjar sudah meminta para kepala daerah tidak buru-buru memutuskan status PSBB untuk diajukan ke Menkes Terawan. Menurut Ganjar segala aspek harus dipertimbangkan, dari koordinasi sampai kesiapan anggaran.
"Cara ini jauh lebih baik. Daripada statement dulu, nanti kebingungan. Lebih baik, menyiapkan dulu baru statement," ucap Ganjar, Kamis (2/4).
Hal ini terasa penting karena penetapan PSBB ini jika dilihat dari Permenkes PSBB khususnya dalam Pasal 7, dibutuhkan berbagai kajian seperti  epidemiologis; dan kajian terhadap aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, agama, pertahanan, dan keamanan.