"Semua skenario kita siapkan dari yang ringan, moderat, sedang, sampai kemungkinan yang terburuk. Darurat sipil itu kita siapkan apabila terjadi kondisi abnormal. Perangkatnya kita siapkan," ujar Jokowi dalam keterangan pers melalui sambungan konferensi video, Selasa (31/3/2020).
 Perkataan Presiden Joko Widodo tentang darurat sipil kemarin memang membuat heboh. Framing yang terjadi adalah adanya hak-hak masyarakat akan diambil karena situasi menjadi anarkis dengan penjarahan yang terjadi dimana-mana lalu darurat sipil diberlakukan.
Akibatnya anggapan bahwa pemerintah seperti "meloncat", dari fokus penanganan wabah yang bisa diselesaikan dari UU Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan, ke arah Darurat Sipil yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya terjadi.
Seperti mendengar keluhan rakyat, hari ini Jokowi mengklarifikasi kembali bahwa situasi Darurat Sipil hanya akan diberlakukan dalam kondisi abnormal atau tidak terkendali, jika hal itu terjadi maka Darurat Sipil akan dilakukan.
Meskipun demikian  dalam Keputusan menggunakan status Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan, Jokowi menegaskan bahwa Polri bisa mengambil langkah hukum kepada siapa saja yang dianggap melanggar aturan.
 "Polri juga dapat mengambil langkah-langkah penegakan hukum yang terukur dan sesuai UU," kata Presiden Jokowi dalam video conference dari Istana Bogor, Selasa (31/3/2020).
Untuk membuat ini implementasinya lebih mudah dimengerti, Jokowi juga sudah meneken Peraturan Pemerintah tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar tersebut
Menurut Jokowi, penegakan hukum bagi mereka yang melanggar aturan sangat perlu dilakukan agar PSBB dapat berlaku secara efektif dan berhasil melakukan tujuan. "Yaitu mencegah meluasnya wabah Covid-19," kata Jokowi.
 Jadi jelas sudah, cara "mengatur nan kejam" ala darurat sipil yang ditakutkan,  telah  menjadi bentuk kekuatiran banyak orang, sehingga lebih baik diperlakukan tindakan hukum yang diatur saja dari PP tentang Kekarantinaan Kesehatan.
 Jokowi  bisa saja kuatir, karena kondisi chaos yang terjadi di India, dan penjarahan yang mulai terjadi di Italia, namun nampaknya Jokowi sudah melihat  kondisi gawat itu belum terjadi di Indonesia, sehingga dikira akan cukup dengan UU Kekarantinaan Kesehatan yang lebih ketat saja.Â
 ***
 Jika melihat amunisi yang hampir lengkap yang telah disediakan oleh pemerintah, yaitu; selain Peraturan Pemerintah tentang PSBB dan dipayungi oleh Kepres Kedaruratan Masyarakat, Jokowi juga sudah meneken atau menerbitkan Perpu tentang Stabilitas Ekonomi saat pandemi covid-19 dengan tambahan anggara 405, 1 triliun rupiah. Anggaran yang sangatlah besar.
 Dari anggaran sebesar ini, Jokowi mengatakan bahwa  sebesar Rp 75 triliun untuk bidang kesehatan, Rp 110 triliun untuk Social Safety Nevt, Rp 70,1 triliun untuk insentif perpajakan dan stimulus KUR. Serta Rp 150 triliun dialokasikan untuk pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional. "Ini termasuk restrukturisasi kredit dan penjaminan serta pembiayaan untuk UMKM dan dunia usaha menjaga daya tahan dan pemulihan ekonomi," tambah Jokowi.
 Langkah selanjutnya, peraturan-peraturan ini akan segera diteruskan ke ketua gugus tugas penanganan covid-19, yang dalam hal ini adalah kepala daerah sebagai sebuah panduan dan juga dapat menjadi media untuk terus bersinergi dalam melaksanakan apa yang telah digariskan ini.
Ini tentu sangat baik, agar daerah dan pusat dapat in line atau searah dalam memutuskan sebuah kebijakan dalam penanganan covid-19 dan juga cepat tanggap ketika situasi membutuhkan keputusan secara cepat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI