"A strong person is one who is quiet and sheds tears for a moment, and then picks up her sword and fight again"
Di tengah budaya yang terobsesi dengan penampilan, kekuatan dan prestasi rasanya kesedihan atau menangis adalah simbol dari ketidakmampuan dan kelemahan.Â
Beberapa orang menolak kesedihan itu hadir di dalam kehidupan mereka, dan merasa bahwa itu adalah sesuatu yang salah. Sayangnya, kehidupan adalah demikian, penuh dengan suka dan duka. Mengingkari kesedihan, menampik juga yang lainnya.
Hidup benar-benar penuh dengan suka dan duka. Tidak ada yang bisa melewati tanpa mengalami kegembiraan dan penderitaan, kesedihan atau kegembiraan. Â Meniadakan salah satu, seperti mengingkari kehidupan itu sendiri.
Artinya, tak ada yang salah dengan air mata atau kesedihan.  Bahkan sejak zaman kuno, para filsuf dan ilmuwan telah menjelaskan kesedihan dan  tangisan sebagai bagian dari bahasa manusia yang tidak dapat dinafikan sebagai sebuah narasi emosi bermakna yang harus diutarakan.
Narasi emosi yang membuat  manusia tampil merangkul apa adanya dan serempak menambah warna  dalam kehidupannya. Â
Air mata adalah representasi positif dari siapa kita. Itu hanya menunjukkan hubungan emosional kita yang mendalam dengan dunia kita - masa lalu, sekarang, dan masa depan. Membuat sebagai manusia kita akan semakin lebih kuat untuk menghadapi jalan kehidupan selanjutnya.
***
Presiden Jokowi tentu amat bersusah hati sesudah kehilangan sang ibunda, Sujiatmi. Beberapa foto menunjukan dia berusaha nampak kuat. Mengatur prosesi pemakaman sendiri, hingga turung di liang lahat.
Terlalu banyak hal untuk membuat dirinya berusaha untuk kuat. Sang ibunda adalah inspirator bagi dirinya. Sang Ibunda mengajarkan dirinya untuk tetap kuat ketika kehidupan menjadi sulit.Â
Mulai dari hidup berpindah dari satu rumah kontrakan ke kontrakan lain, berdagang di pasar, pedagang kayu hingga menjadi seorang ibu yang menggantikan peran seorang bapak sendirian.
Akan tetapi begitulah manusia, narasi kesedihan tak dapat disembunyikan. Foto Jokowi duduk sendirian dalam kesedihan menunjukan sisi humanis dirinya tak dapat ditampiknya. Sang ibu benar-benar telah pergi, seorang pengajar bagi Jokowi bahwa kehidupan bukan saja soal perjuangan tetapi soal menjadi manusia yang utuh.
Kesedihan membuat manusia Jokowi kembali berpaut dengan sesama dalam kehidupan ini, merasakan makna dalam simpati dan empati, sesuatu yang membuat warna kemanusiaan itu menjadi terlihat nyata.
Sehari sesudahnya foto tersebut sudah cepat berganti.Â
Dari Solo tempat kesedihan itu, Â Jokowi sudah kembali ke ibu kota, tempat untuk kembali berjuang. Jokowi langsung mengikuti KTT Luar Biasa G20 secara virtual yang membahas penanganan Covid-19.Â
Sarung dan kemeja putih di foto sebelumnya, sudah berganti dengan setelan jas berwarna biru di sebuah ruang dengan latar belakang bendera merah putih, meski harus jujur masih tersamat raut kesedihan disana.
Di akun facebook resminya, Jokowi mengatakan bahwa di dalam KTT tersebut, dia mengajak para pemimpin negara G20 untuk bersama-sama memenangkan dua "peperangan" yaitu melawan Covid-19 dan melawan pelemahan ekonomi dunia.
Secara global, menghadapi pandemi ini, Jokowi ingin memimpin dan menggerakan Indonesia sebagai motor bersama negara lain untuk melawan wabah covid-19, dengan kemitraan yang terus dibangun dan juga kerjasama menemukan cara "mengalahkan" Â pandemi ini.
Semangat Jokowi tak luntur dari sebelum-sebelumnya. Sontak teringat apa yang dikatakan olehnya sebelumnya, "Kita bangsa yang besar, bangsa petarung, bangsa pejuang. Kita mampu melewati tantangan ini".
Jokowi juga  seperti melantaskan apa yang dikatakan dari sebuah kutipan inspiratif, "A strong person is one who is quiet and sheds tears for a moment, and then picks up her sword and fight again"-- Orang yang kuat adalah orang yang berdiam dan meneteskan air mata untuk sesaat, lalu segera mengambil pedangnya dan bertarung lagi.  Jokowi akan menjadi lebih kuat.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI