Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Virus Corona: 4.365 Tewas, Budaya dan Politik Spanyol Mempercepat Malapetaka?

27 Maret 2020   13:41 Diperbarui: 27 Maret 2020   15:04 2144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
4.365 orang di Spanyol tewas akibat Virus Corona I Gambar : Reuters - S.Perez

Hari-hari ini nampak terlihat suram di Spanyol. Momen paling gelap dan paling dramatis dalam sejarah Spanyol, ketika kematian dalam sehari telah mencapai 700-an orang dengan total adalah 4.365 orang tewas berdasarkan data dari Johns Hopkins CSSE.

Penduduk Spanyol mau tidak mau harus tertahan di rumah ketika Perdana Menteri Pedro Sanchez memaklumatkan lockdown yang dimulai pada 14 Maret lalu.

Sebuah kebijakan yang dilakukan dengan lebih efisien dengan adanya denda polisi dan tekanan rakyat (termasuk telur yang dilemparkan dari balkon) ketika ada masyarakat yang mencoba melanggar.

Akan tetapi, menjadi pertanyaan yang akan terus ditanyakan, mengapa Spanyol telah menjadi epicenter baru penyebaran virus corona dengan jumlah kematian yang besar?

Dalam sebuah tulisan di Vox ada sebuah analisa yang menarik dari jurnalis ketika melihat bagaimana respon publik terhadap kebijakan pemerintah yang lambat dari dua sisi, publik dan pemerintah. Dikatakan bahwa dua aspek gaya hidup Spanyol dianggap mempersulit proses penanganan covid-19 di negeri matador tersebut.

Pertama, negara ini memiliki budaya larut malam yang tertanam dalam, dengan semua orang tinggal larut malam untuk nongkrong di bar atau hanya makan malam. Aspek ini mirip dengan yang terjadi di Italia sehingga mempersulit social atau physical distancing diterapkan disana, khususnya di awal penyebaran covid-19.

Budaya ini memang akan semakin sering dilakukan karena saat ini bertepatan dengan musim semi yang amat cerah di hampir seluruh wilayah Spanyol. Pada akhir Februari dan awal Maret, suhu berada di atas 20 derajat celcius sehingga kafe dan bar trotoar Madrid dipenuhi oleh orang-orang yang bahagia, melakukan apa yang paling disukai para Madrileos - yaitu bersikap ramah satu sama lain.

Itu berarti orang-orang akan memeluk, berciuman, dan berceloteh tertawa hanya beberapa inci dari wajah orang lain. Tak heran ada salah satu bagian kultur yang dikenal di Spanyol adalah demikian, "You kiss people's cheeks, when you meet them the first time".

Inilah yang membuat Spaniard tetap beria-ria pada 8 Maret, hanya seminggu sebelum negara itu dilockdown dengan berbagai acara olahraga, konferensi partai politik, dan demonstrasi besar-besaran untuk memperingati Hari Perempuan Internasional. 

Bahkan, tiga hari kemudian, sekitar 3.000 penggemar Atltico de Madrid terbang bersama untuk pertandingan Liga Champions melawan Liverpool di Anfield.

Akhirnya, meski terlambat, ketika situasi mulai gawat, baru orang-orang mulai sadar, mulai taat kepada pemerintah dan mengurangi kerumunan. Saat ini, para penduduk hanya bisa berdiri saat malam di barrio -balkon rumah mereka untuk saling tatap atau menyanyi dengan jarak yang tak lagi dekat. Tak ada lagi, You kiss people's cheeks, when you meet them the first time.

Kedua, paranoia yang berasal dari kediktatoran yang telah berlangsung puluhan tahun di Spanyol menciptakan gesekan yang jelas antara publik dan penegak hukum. Apa yang bisa dipahami dari sini?

Spanyol telah kembali ke demokrasi paskakematian diktator Francisco Franco pada 1975, sejak saat itu pemerintah terus menjaga agar Spanyol terus berkembang menjadi negara demokrasi yang terus menjaga hak-hak dari warga sipilnya.

Tidak ada yang salah dari kebijakan ini, hanya beberapa pengamat berpendapat bahwa ketika ruang untuk separatisme catalonia dibiarkan membuat pemerintah memang nampak "tak bertaring" atau terkesan terlalu berhati-hati dalam mengambil sebuah kebijakan, meski memiliki tujuan baik agar tidak terjadi gesekan di masyarakat.

Di ruang inilah, penanganan virus corona nampak menjadi dipersulit. Pemerintahan Pedro Snchez yang dipimpin Sosialis dianggap bereaksi terlambat dan tampak canggung. Pemerintah terkesan lamban dan lembut untuk memberlakukan lockdown dan warga nampak pragmatis kepada kebijakan pemerintah di awal isu virus corona.

Dianggap terlambat, akhirnya, di negara yang bangga atas ikatan keluarga dan kenyamanan nasionalnya berubah menjadi hari-hari yang suram dan tidak menyenangkan.

Apakah dua hal ini adalah faktor mutlak dari berkembangnya covid-19 di Spanyol? Tentu saja tidak, ada satu hal lain yang perlu digarisbawahi yaitu ekonomi dan layanan kesehatan secara nasional di Spanyol.

Perlu digarisbawahi bahwa Spanyol adalah adalah negara yang masih menderita dampak dari kehancuran ekonomi 2008 dan pemangkasan anggaran yang menyertainya.

Spanyol dikenal memiliki sistem perawatan kesehatan yang luar biasa, akan tetapi karena penghematan selama lebih dari satu dekade sejak krisis keuangan rumah sakit mereka hanya memiliki sepertiga dari tempat tidur rumah sakit per kapita dari yang disediakan oleh negara lain seperti Austria atau Jerman.

Bukan itu saja, mereka juga tidak siap dari jumlah peralatan APD. Negara semaju ini saja tidak memiliki peralatan penting seperti ventilator, pakaian pelindung untuk dokter dan alat tes covid-19 yang masih terus diusahakan untuk didatangkan dari Cina.

Ini yang membuat keterlambatan-keterlambatan respon dari Dr Fernando Simn, kepala darurat medis di Madrid, pada 9 Februari yang mengatakan bahwa Spanyol hanya akan memiliki sedikit kasus, menuai dampak badai yang semakin besar.

Enam minggu kemudian kurva kematian di Spanyol memberikan angka setiap hari dengan ratusan kematian. Jumlah kematian yang sudah melampaui angka kematian di Cina.

Karantina penduduk akan berakhir pada 11 April, namun belum ada tanda-tanda situasi akan menjadi normal. Situasi yang akan memaksa Spanyol melakukan apa saja, miminal untuk mengantisipasi hal lebih buruk yang mungkin akan terjadi . Di barrio rumah, para penduduk Spanyol hanya bisa saling menyemangati sembari menaikkan doa agar badai ini dapat segera berlalu.

Referensi

Referensi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun