Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mengenang Ibunda Jokowi Sujiatmi Notomiharjo, Simbol Kesederhanaan dan Kejujuran

25 Maret 2020   19:27 Diperbarui: 26 Maret 2020   05:26 730
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Filsuf Jerman, Ernst Cassirer (1874-1945) mengatakan bahwa manusia adalah makhluk yang terjerat dalam jejaring penanda yang ditenunnya sendiri. 

Ini pertanda bahwa manusia adalah 'makhluk simbolik' yang hidup diciptakan melalui bentuk-bentuk simbolik pemikiran manusia yang bisa kita temukan pada bahasa, filsafat, pendidikan, sains, pakaian, seni, dan/atau apa pun yang berbungkus dalam lumus manusia tersebut.

Hari ini bangsa Indonesia berduka, Eyang Sujiatmi Notomiharjo, ibunda Jokowi meninggal dunia pada usia 77 tahun di Solo pada pukul 16.45 WIB.

Jika harus mengenang sosok Eyang Sudjiatmi Notomiharjo, untuk menggambarkan sosok ini secara simbolik maka hanya akan teringat dua buah kata yakni "kesederhanaan dan kejujuran". Simbol bagaimana Eyang Sujiatmi menautkan dirinya dengan sesama di dalam hidupnya.

Almarhumah lahir di Solo, 15 Februari 1943 dari keluarga yang memang sederhana. Ia merupakan anak dari pasangan Wirorejo dan Sani, pedagang kayu asal Kelurahan Giriroto, Ngemplak, Boyolali, Jawa Tengah. Tinggal terus di kampung hingga beranjak dewasa, pada 1959, Sujiatmi bertemu dengan laki-laki bernama Notomiharjo yang kemudian menjadi suaminya.

Dari pernikahan Sujiatmi Notomiharjo maka lahirlan Jokowi sebagai anak sulung, dan adik-adiknya, Iit Sriyantini, Idayati, dan Titik Ritawati.

Kehidupan Sujiatmi penah digambarkan oleh sang anak, Jokowi yang telah menjadi Presiden Indonesia untuk dua kali periode. Jokowi mengatakan bahwa kedua orangtuanya adalah pekerja keras yang berjuang supaya keluarga dapat hidup sejahtera.

Keluarga Jokowi bukanlah berasal dari kalangan ningrat, sehingga perjuangan hidup luar biasa dari ayah dan ibu adalah bagian dari keseharian mereka. Sudjatmi digambarkan Jokowi sebagai ibu pejuang nan gigih.

"Bapak berjuang untuk keluarga dengan berdagang kayu dan bambu di pasar. Ibu sangat gigih membantu Bapak. Setelah selesai masak dan membereskan rumah, ia membantu ke lapak dagang Bapak," ujar Jokowi dalam akun resmi Youtubenya.

Sebagai anak laki-laki sulung, Jokowi pernah menceritakan kisah candanya pada sang ibunda. Suatu hari Jokowi memaksa sang ibunda untuk membayar jajanan apa saja yang dipanggil Jokowi.

Apes bagi Jokowi, suatu ketika, Jokowi salah memanggil. Ia pikir, pedagang yang ia panggil adalah pedagang jajanan pasar padahal pedagang arang. 

"Ibu muncul sebelum saya sempat berlari. Ibu membeli dan langsung menyodorkan bungkusan berisi arang untuk saya makan sambil berkata, 'ayo makan, habisin ya. Kamu kan yang kepingin jajan'," kenang Jokowi sambil tertawa.

Tak disangka, setelah melalui berbagai perjuangan, si anak sulung mampu dibiayai berkuliah di jurusan teknologi kayu kehutanan Universitas Gajah Mada.  

Suatu awal dimana akhirnya Jokowi bisa mendalami tentang perkayuan, dan menjadi seorang pengusaha mebeler. Singkat cerita, Jokowi mampu membangun bisnis kayu hingga besar, menjadi walikota Solo, Gubernur DKI Jakarta dan Presiden Indonesia.

Eyang Sujiatmi tetaplah sosok yang sederhana hingga anaknya telah menjadi orang yang terpenting di negeri ini. Dalam sebuah acara, Sujiatmi pernah mengungkapkan sebuah prinsip hidup bagaimana dia mendidik anak-anaknya, yaitu kejujuran.

"Ojo milik (jangan memiliki) punya orang lain yang bukan hakmu. Dari kecil, anak-anak saya didik yang bukan hakmu jangan kamu ambil. Jangan seneng punya orang lain," kata Sujiatmi dilansir dari laman sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id.

Menurut Sujiatmi kejujuran dan "ojo milik" (tidak tergiur memiliki) adalah hal yang utama sebagai dasar anak-anaknya menjalani hidup. Prinsip hidup yang tetap ditinggalkannya meski raganya telah pergi.

Terima kasih telah menunjukan keteladanan dalam mendidik anak-anak Eyang, sebuah teladan berharga bagi bangsa ini. Selamat Jalan.

Referensi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun