Filsuf Jerman, Ernst Cassirer (1874-1945) mengatakan bahwa manusia adalah makhluk yang terjerat dalam jejaring penanda yang ditenunnya sendiri.Â
Ini pertanda bahwa manusia adalah 'makhluk simbolik' yang hidup diciptakan melalui bentuk-bentuk simbolik pemikiran manusia yang bisa kita temukan pada bahasa, filsafat, pendidikan, sains, pakaian, seni, dan/atau apa pun yang berbungkus dalam lumus manusia tersebut.
Hari ini bangsa Indonesia berduka, Eyang Sujiatmi Notomiharjo, ibunda Jokowi meninggal dunia pada usia 77 tahun di Solo pada pukul 16.45 WIB.
Jika harus mengenang sosok Eyang Sudjiatmi Notomiharjo, untuk menggambarkan sosok ini secara simbolik maka hanya akan teringat dua buah kata yakni "kesederhanaan dan kejujuran". Simbol bagaimana Eyang Sujiatmi menautkan dirinya dengan sesama di dalam hidupnya.
Almarhumah lahir di Solo, 15 Februari 1943 dari keluarga yang memang sederhana. Ia merupakan anak dari pasangan Wirorejo dan Sani, pedagang kayu asal Kelurahan Giriroto, Ngemplak, Boyolali, Jawa Tengah. Tinggal terus di kampung hingga beranjak dewasa, pada 1959, Sujiatmi bertemu dengan laki-laki bernama Notomiharjo yang kemudian menjadi suaminya.
Dari pernikahan Sujiatmi Notomiharjo maka lahirlan Jokowi sebagai anak sulung, dan adik-adiknya, Iit Sriyantini, Idayati, dan Titik Ritawati.
Kehidupan Sujiatmi penah digambarkan oleh sang anak, Jokowi yang telah menjadi Presiden Indonesia untuk dua kali periode. Jokowi mengatakan bahwa kedua orangtuanya adalah pekerja keras yang berjuang supaya keluarga dapat hidup sejahtera.
Keluarga Jokowi bukanlah berasal dari kalangan ningrat, sehingga perjuangan hidup luar biasa dari ayah dan ibu adalah bagian dari keseharian mereka. Sudjatmi digambarkan Jokowi sebagai ibu pejuang nan gigih.
"Bapak berjuang untuk keluarga dengan berdagang kayu dan bambu di pasar. Ibu sangat gigih membantu Bapak. Setelah selesai masak dan membereskan rumah, ia membantu ke lapak dagang Bapak," ujar Jokowi dalam akun resmi Youtubenya.
Sebagai anak laki-laki sulung, Jokowi pernah menceritakan kisah candanya pada sang ibunda. Suatu hari Jokowi memaksa sang ibunda untuk membayar jajanan apa saja yang dipanggil Jokowi.
Apes bagi Jokowi, suatu ketika, Jokowi salah memanggil. Ia pikir, pedagang yang ia panggil adalah pedagang jajanan pasar padahal pedagang arang.Â