Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), menghardik itu berarti mengata-ngatai dengan kata-kata yang keras; membentak-bentak. Â
Jika itu diimplementasikan ke bahasa tertulis di WA grup dan lain-lain, maka definisi saya adalah membalas postingan dengan kalimat atau gambar yang membuat lawan komunikasi bungkam karena telah merasa melakukan kesalahan fatal dengan menyebarkan hoax.
Saya sudah pernah dihardik di grup WA sehingga menghardik bukanlah hal yang baru bagi saya.Â
Ceritanya begini. Dua hari kemarin, isu tentang masuknya Virus Corona di Indonesia berimbas juga pada penyebaran berita di Kota Kupang, tempat saya tinggal.
Di salah satu WA grup yang saya ikuti, berita tentang masuknya virus corona di Kupang membuat grup menjadi berisik. Berita itu tentang seorang warga Kupang yang baru habis bepergian  ke Singapura lalu pulang dan  memeriksakan diri ke Puskesmas Oebobo karena batuk-batuk,
Nah, Oebobo ini adalah nama kelurahan yang sangat dekat dengan rumah saya. WA Grup ini diisi oleh para bapak-bapak yang beberapa di antaranya memegang posisi sebagai Ketua RT atau RW di kelurahan tersebut.
Berita menjadi semakin menghebohkan karena pasien ini kabarnya telah diminta oleh pihak puskesmas untuk segera memeriksakan diri ke Rumah Sakit tertentu untuk mengecek apakah ini terkena Virus Corona atau tidak.
Akan tetapi, berita yang telah viral tersebut dituliskan bahwa pihak rumah sakit tidak pernah melayani pasien tersebut, sehingga dicurigai pasien tersebut bersembunyi di rumahnya sehingga perlu digerebek atau dicek oleh para Ketua RT RW Â tersebut.
Saya mulai mencurigai berita ini cenderung ke hoax karena nama dan identitas pasien tersebut disebarkan juga di WA Grup.Â
Saya lantas bertanya dalam hati bukankah identitas pasien seharusnya dirahasiakan, apalagi belum terbukti juga mengidap Virus Corona?
Persoalannya otak dari penyebar berita ini dikenal sebagai tenaga medis yang terpercaya di tempat saya tinggal. Itulah yang membuat saya heran sehingga menahan diri untuk mengklarifikasi penyebaran berita tersebut.
Saya hanya menuliskan seperti ini " semoga saja benar beritanya, karena setahu saya identitas pasien tidak boleh disebarkan sembarangan", niat saya memang untuk menyindir si penyebar, karena para Ketua RT sudah mulai berespon dengan akan menyebarkan berita tersebut ke warganya masing-masing.
Tak lama kemudian, klarifikasi dari rumah sakit muncul di medsos, intinya adalah berita tentang menyebarnya Virus Corona di Kota Kupang  adalah hoax.
Tak perlu lama, saya langsung mengcapture penjelasan tersebut lalu membaginya di WA Grup tadi. Tak beberapa lama, saya juga lalu memposting berita tentang ancaman hukuman bagi penyebar hoax yang mencapai 1 miliar rupiah. Tentu berita ini saya ambil dari media online kredibel.
Tak cukup sampai disitu, saya juga memosting tentang ancaman UU ITE bagi siapa yang dengan sengaja menyebarkan identitas orang tanpa dapat dipertanggungjawabkan.
WA Grup itu lalu beranjak sepi karena beberapa postingan saya. Si penyebar awal tidak lagi merespon, tidak bisa menuliskan apa-apa, mungkin sudah merasa bersalah.
Saya lalu menuliskan "kita perlu lebih berhati-hati menjaga jari jemari kita apalagi berkaitan dengan isu sevital Corona ini".
Saya pikir memang diperlukan keberanian untuk menghardik di grup WA untuk hal-hal seperti ini, tak peduli usia atau saling menghormati di dalamnya. Soal penyebaran hoax, tidak boleh ada kompromi.
Bayangkan saja, gara-gara penyebaran itu, banyak orang menjadi kuatir, bahkan yang menjadi korban merasa dianggap monster di kota Kupang. Terakhir, si korban harus membuat beberapa video klarifikasi bahwa dirinya sehat-sehat saja, video itu bahkan dibuatnya secara amatir dari rumah sakit.
Mungkin banyak orang yang ingin menjadi pahlawan di situasi seperti ini dengan menyebarkan berita lebih cepat dan dianggap menolong orang lain, padahal sebaliknya, membuat kekuatiran tanpa dasar yang jelas menyebar dengan cepat.
Kita mungkin perlu berhati-hati, dan selain itu jangan jemu-jemu untuk menghardik para penyebar berita yang dicurigai tidak valid mengandung kebenaran di dalamnya.Â
Saya terkadang berpikir bahwa model orang begini terkadang lebih membahayakan dari Virus Corona itu sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H