Anies mengatakan tidak mencari untung dari revitalisasi, namun para seniman masih kuatir ada kedok komersialisasi di balik revitalisai. Â Bagi para seniman, komersialisasi memang seperti racun yang akan membatasi bahkan membunuh kreativitas.
"Kalau dibilang nggak ada keuntungan di situ bohong lah, Pak. Wong (bertaraf) internasional pasti ada keuntungan mengundang orang," tutur Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi.
Prasetio nampak tidak tahan merespon penjelasan Anies yang berulangkali mengatakan bahwa niat revitalisasi dari Pemprov DKI bukanlah untuk tujuan komersialisasi.
Padahal dari gambaran revitalisasi yang dijelaskan Anies, ruang untuk komersialisasi itu terbuka dengan lebar. Prasetio menyebut Anies seperti berbohong, berdusta.
Jika kita simak penjelasan Anies yang disampaikan saat rapat dengar pendapat antara Gubernur DKI Jakarta dengan Komisi X DPR RI soal revitalisasi TIM Kamis kemarin maka soal komersialisasi TIM ini memang menjadi salah satu yang dipersoalkan oleh DPR.
Isu ini memang sedang panas. Seperti diketahui, rapat dengar pendapat ini dilakukan sebagai respons terhadap protes dari Forum Seniman Peduli TIM, salah satunya adalah dugaan bahwa ada kedok komersialisasi oleh Pemprov di balik proyek revitalisasi TIM ini.
Isu ini membuat para seniman Ibukota resah. Seiring dengan Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta, yang bagian-bagiannya telah dirobohkan satu persatu yang  dimulai sejak tahun 2019 dan terus berlanjut hingga Februari 2020 maka  protes dari seniman terus mengalir dengan deras.
Kekecewaan dan kekuatiran  terbesar dari para seniman adalah adanya rencana pembangunan hotel mewah di lokasi ini , meskipun dalam penjelasan kemarin Anies menyebutnya tidak ada pembangunan hotel bintang lima akan tetapi Wisma untuk Seniman.
Para seniman menganggap hotel, wisma atau apapun namanya dianggap akan membuat TIM jadi komersial. Bagi para seniman, komersialisasi seperti racun yang membunuh kreativitas. Seniman dapat terancam untuk berkespresi karena semuanya dapat dibatasi karena komersialisasi.
Bisa saja akses akan terbatas untuk mementaskan kesenian di TIM dan selain itu dikuatirkan hanya karya-karya yang laku di pasaran yang akan dipentaskan, bukanlah karya-karya yang bagus atau dihasilkan oleh seniman nasional.
Kembali ke judul tulisan, apakah Anies berdusta bahwa tidak akan mencari untung yang berarti menjadikan komersialisasi dalam revitalisasi TIM ini?
Jika dipandang dari penjelasan Anies memang ada beberapa keganjilan.
Anies mengatakan bahwa tudingan bahwa akan dibangun hotel bintang lima demi komersialisasi tidak beralasan karena dalam rencananya adalah hanya akan dibangun wisma untuk seniman.
Pertanyaannya, adalah bukankah tinggal di wisma atau hotel juga akan meminta bayaran, atau hanya gratis? Ini belum dijelaskan secara utuh oleh Anies.
Berikutnya soal, pihaknya tidak akan mencari untung  atau uang dari TIM, bahkan kata Anies jika ingin mencari untung maka pihaknya lebih memilih untuk menaikkan PBB daripada mencari uang lewat biaya sewa fasilitas di TIM.
Ini tentu yang dipersoalkan oleh Prasetio, benarkah Pemrov tidak akan mencari untung? Padahal dalam penjelasannya Anies berencana akan mengundang seniman internasional dan lain sebagainya, dan mendesain bahwa TIM akan menjadi magnet kedatangan seniman domestik dari rusia dan lain sebagainya.
Apalagi jika berbicara tentang rencana pengelolaan TIM yang akan dilimpahkan ke salah satu BUMD milik Pemprov DKI Jakarta, PT Jakarta Propertindo (Jakpro) sesudah proyek  senilai 1,8 triliun rupiah itu selesai.
Hal inilah yang disentil oleh Forum Seniman Peduli TIM yang menguatirkan bahwa JakPro pasti akan mengejar break event point (BEP) atau balik modal dalam pengelolaan TIM nantinya.
Lalu apa yang dapat dilakukan oleh Anies untuk menepis tudingan-tudingan ini? Hal terpenting yang dapat dilakukan  adalah komunikasi dengan para seniman.
Setelah rapat kemarin, DPR memang menyetujui kelanjutan revitalisasi TIM ini, namun disertai dengan syarat bahwa harus ada komunikasi dengan para seniman sesegera mungkin.
Hal ini dipandang penting untuk menemukan titik temu dan memberikan klarifikasi atas berbagai kekuatiran oleh para seniman.
Ini dilandasi cara berpikir bahwa  seniman, budayawan, musisi, hingga sastrawan adalah pihak utama yang akan dapat menggerakan TIM nantinya.
Perluasan maupun pengembangan bangunan memang penting, namun dari segi konsep, sampai di bagaimana TIM nanti berjalan, seniman memegang peranan kunci.
Perlu ditunggu, bagaimana Anies yang sudah berjanji akan melakukan komunikasi dengan lebih intensif, bertemu dan  berdiskusi dengan para seniman untuk menemukan solusi terbaik demi penyelesaian polemik revitalisasi TIM ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H