Setelah sekian lama, sengkarut masalah antara Dewan Pengawas (Dewas) Â TVRI dengan mantan Dirut TVRI, Helmy Yahya menemui titik terang, khususnya untuk melihat permasalahan pemecatan Helmy dengan lebih obyektif.
Hari ini (26/2/2020), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai pihak yang dipercaya oleh DPR melakukan audit kinerja di TVRI telah menyerahkan laporan hasil pemeriksaan (LHP) kinerja Lembaga Penyiaran Publik (LPP) TVRI ke DPR RI selama periode kinerja 2017-2019.
Hasilnya mengejutkan, Dewas TVRI yang terlihat superior dan merasa diri benar dalam kasus pemecatan Helmy Yahya, ternyata melakukan berbagai pelanggaran yang berkaitan erat dengan kinerjanya di TVRI.
Ada enam temuan berkaitan dengan Dewas yang disampaikan oleh Anggota BPK Achsanul Qosasi. Dari enam temuan tersebut ada beberapa temuan yang memang secara signifikan dapat dianggap sebagai pelanggaran dan berhubungan langsung dengan pemecatan Helmy Yahya. Beberapa temuan itu dapat dijelaskan sebagai berikut.
Pertama, soal Dewas yang mempunyai tugas mengangkat dan memberhentikan Dewan Direksi. Dalam syarat pemberhentian sesuai Pasal 24 ayat (4) dikatakan bahwa Direksi diberhentikan jikalau tidak melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan; terlibat merugikan lembaga; dipidana dengan keputusan hukum tetap; dan tidak memenuhi syarat sebagai Dewas.
Akan tetapi, Dewas ternyata terbukti telah menambahkan syarat pemberhentian Dewan Direksi melalui hasil penilaian kinerja (tidak memuaskan/tidak lulus), penilaian yang menurut BPK nampak sangat subjektif atau tidak memiliki rumusan yang jelas dalam pelaksanaannya. Â
Hal ini menjadi lebih membingungkan karena Dewas juga telah menambahkan 10 indikator penilaian yang tidak tercantum dalam kontrak manajemen.
Kedua, ternyata  Dewas LPP TVRI yang menurut regulasi adalah pejabat non-eselon  telah menafsirkan posisinya  sendiri sebagai  Pejabat Negara setingkat Menteri, Ketua/Anggota KPK dan BPK.
Akibatnya, berimbas langsung kepada peningkatan kesejahteraan kelompok mereka, karena selain mendapatkan tunjangan transportasi sebesar Rp5 juta/bulan sesuai Perpres No.73/2008 dan Perpres No.101/2017, Dewas juga diharuskan menggunakan kendaraan dinas setara eselon I dan tiket penerbangan kelas bisnis. Wow.
Berikutnya, Â Dewas LPP TVRI ternyata "berani" menambahkan ketentuan yang tidak diatur dalam PP 13/2005 dengan membuat Keputusan Dewas LPP TVRI nomor 2 Tahun 2018.
Salah satunya dengan  mengangkat tenaga ahli dan/atau membentuk komite untuk membantu pelaksanaan tugas dan fungsi Dewas.Â