Kabinet kali ini memang seru. Menteri-menterinya inovatif dan lucu-lucu. Inovatif itu mampu melakukan sesuatu yang baru saat memimpin, dan lucu-lucu itu adalah mampu menghibur di saat rakyat memang sedang butuh untuk dihibur.Â
Kedua hal ini bukanlah hal yang mudah dikerjakan sekaligusnya. Bisa saja anda inovatif tetapi tidak menghibur, dan sebaliknya anda menghibur tetapi jauh dari kata inovatif.
Lihat saja berita hari ini, Â seperti diberitakan Tempo.co, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy dikatakantelah mengusulkan kepada Menteri Agama Fachrul Razi agar menerbitkan fatwa tentang pernikahan antartingkat ekonomi.
Alasan utama Muhadjir untuk mengeluarkan ide yang brilian itu amat mulia yaitu untuk mencegah peningkatan angka kemiskinan.
Dalam pemaparannya Muhadjir lantas menjelaskan tentang angka rumah tangga miskin di Indonesia yang telah mencapai 5 juta keluarga. "Rumah tangga Indonesia 57.116.000, yang miskin 9,4 persen sekitar 5 juta, kalau ditambah status hampir miskin itu 16,8. persen itu sekitar hampir 15 juta."
Muhadjir lantas mengatakan bahwa salah satu mengapa kemiskinan terjadi adalah karena ajaran agama yang kadang-kadang disalahtafsirkan. Salah satunya adalah  mencari jodoh yang setara.
"Apa yang terjadi? Orang miskin cari juga sesama miskin, akibatnya ya jadilah rumah tangga miskin baru, inilah problem di Indonesia. Yang miskin wajib cari yang kaya, yang kaya cari yang miskin," kata Muhadjir dalam sambutannya di Rapat Kerja Kesehatan Nasional di Jiexpo, Kemayoran, Jakarta, Rabu 19 Februari 2020.
Oleh karena itu fatwa yang mengharuskan orang miskin menikah dengan orang kaya, begitu pun sebaliknya adalah sebuah jawaban.
Jangan main-main dengan usulan ini. Ide mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia pada Kabinet Kerja Jokowi-Jusuf Kalla ini bisa saja menjadi solusi praktis secara nasional dari persoalan kemiskinan, yaitu perkawinan.
Ini akan menghantam ajaran-ajaran jaman dahulu bahwa kerja keras, pendidikan tinggi demi kemapanan ekonomi akan mendapatkan ruh baru  yaitu sadar diri tentang tingkat ekonomi masing-masing lalu berusaha menikahi yang sebaliknya-kaya menikahi miskin, miskin menikahi kaya.
Sebaiknya segera ditindaklanjuti pak menteri Muhadjir. Jika butuh dukungan, bapak bisa berharap terhadap Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Nadiem Makarim yang mungkin saja akan  "berkenan" untuk berkontribusi dengan membuat kurikulum bahkan aplikasi khusus  untuk membantu mewujudkan usul saran bapak ini.
Kurikulum itu bisa bernama "kurikulum mendapat jodoh antar ekonomi" dengan mata pelajaran khusus dan pilihan di dalamnya, yang fokus terhadap harapan-harapan bapak. Seru juga.
Ah,jangan berpikir ide ini main-main, bukankah rakyat sejahtera adalah mimpi bangsa ini? Sehingga usulan saya bahwa ide bapak memang harus segera ditindaklanjuti.
Soal aplikasi secara online, ini harus segera dan cepat diterapkan pak, sesegera pembayaran uang sekolah menggunakan aplikasi online lah ala pak Menteri Pendidikan itu lho.Â
Kalo bisa, ada aplikasi khusus biro jodoh yang menghubungkan antara yang kaya dengan yang miskin, ah saya kira itu mudah pak Muhadjir, bahkan bisa lebih cepat dari kecepatan bapak melahirkan ide brilian ini.
Saya rasa, soal mencari jodoh yang setara yang dipersoalkan itu juga memang benar pak. Hanya mungkin usul saya supaya lebih lengkap adalah bapak juga dapat melengkapi bahwa bukan hanya masalah kaya menikah dengan  kaya saja, tetapi juga soal wajah pak, ini juga penting.
Tolonglah buat fatwa juga tentang yang ganteng harus menikah dengan yang jelek, atau yang cantik jangan mencari ketampanan saja pak, ini wilayahnya perlu juga berbicara antar wajah, bukan saja soal antar ekonomi.
Mengapa ini penting? Apakah bapak pernah mendengar kata Cak Lontong, bahwa yang jelek susah berkumpul bersama karena akan ketahuan jeleknya? Nah, bayangkan saja, jika tidak mau berkumpul, maka negeri ini tidak dapat maju dan ini mempengaruhi usaha dan sebagainya, sehingga punya potensi miskin pak. Tolonglah agar ini juga diperhatikan.
Soal Cak Lontong, meski dianggap sekedar komedi, bisa tampak logis, kalau ide ini menyerupai tetapi saya tidak bisa banyak berkomentar apalagi tertawa.
Saya sendiri sebenarnya menyesal karena usulan ini nampak terlambat pak. Jika bisa lebih cepat, maka kita tidak perlu membaca buku-buku atau penelitian tentang pencegahan kemiskinan yang ditulis oleh para doktor seperti bapak tentang faktor-faktor penyebab kemiskinan, karena ini bisa jadi jawaban paling tepat dan praktis.
Praktis itu maksudnya bisa dipahami banyak orang yang sudah capek bekerja dan malas berpikir lagi pak. Terima kasih atas efisiensi waktu berpikirnya dengan ide yang sekali lagi saya katakan brilian ini.
Terakhir, menyesal karena ide ini muncul sesudah survei menteri terbaik jatuh pada Prabowo Subianto, mungkin saja jika ide ini bisa lebih cepat, menteri paling inovatif dan menteri terbaik pilihannya bisa jatuh pada bapak.
Ah, saya sudah serius, tetapi saya berharap bapak bercanda. Mungkin maksud bapak adalah agar, rakyat terus kerja keras baik dalam kerja maupun jodoh, biar dilancarkan perkawinannya, pesan yang saya rasa penting dari seorang menteri dalam level Menko.
Paling akhir, terima kasih sudah menghibur rakyat ini yang sedang kuatir tentang Virus Corona dan lain-lain pak, ide ini terasa sungguh menyegarkan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H