Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Masih Ada Valentine di China

14 Februari 2020   20:04 Diperbarui: 14 Februari 2020   20:29 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di sebuah  Balai Latihan yang kecil di Sumba, saya  bercerita dengan seorang  Pastor tentang situasi di China berkaitan dengan wabah Virus Corona. Bagaimana sudah lebih dari 1300 orang meninggal dan sekitar 59 ribu orang telah terinfeksi. Ini memang benar-benar sebuah wabah, mengerikan dan amat memprihatinkan.

Di tengah cerita keprihatinan kami, pastor lantas bercerita tentang sebuah keluarga yang dipisahkan karena Virus mematikan ini. Bukan dipisahkan karena kematian, tetapi orang tua harus dipisahkan dengan anak-anak ketika salah satu di antara mereka terinfeksi. Sedih membayangkannya.

Bagaimana cinta kasih di antara keluarga itu, anak-anak kehilangan cinta kasih orang tua, dan orang tua harus menahan diri mengeluarkan cinta mereka untuk anak-anak mereka. Kadang-kadang kenyataan hidup seperti ini mungkin tidak pernah  dibayangkan tetapi nyata terjadi.

Hari ini, 14 Februari adalah hari Valentine, hari Kasih Sayang.  Di China, cerita kasih sayang itu hanya berlalu sekejap seperti sebuah bayangan. Tak ada lagi coklat maupun bunga yang bertebaran dimana-mana secara masif.

Simbolisasi Hari Kasih Sayang ini tidak sesemarak yang dulu. Misalnya, toko bunga di Jingshan, sebuah kota kecil di Provinsi Hubei tampak amat sepi dengan pengunjung. Padahal seharusnya Valentine biasanya dapat semeriah perayaan Tahun Baru Imlek.

Bunga Mawar  itu sebenarnya tetap bermekaran  dan kelihatan indah, namun orang-orang di sana tidak bisa meninggalkan rumah untuk dapat membeli bunga itu dengan rasa sukacita dan aman.

Jalan-jalan Jingshan namapk lengang, tak ada pasangan yang dapat berjalan beduaan, mampir ke toko bunga, mengambil bunga kesukaan mereka, dan saling memberi balas bunga dan pelukan kasih sayang.

Bukan saja di Jingshun, di Kumming kota yang adalah rumah bagi pasar bunga terbesar di Asia dan mampu menjual 1 juta mawar pada Hari Valentine juga tampak amat sepi. Tahun ini hanya sekitar 40 ribu pesanan bunga, jauh dari angka sejuta pada tahun lalu.

Secara keseluruhan memang wabah ini mempengaruhi bisnis bunga di Hari Valentine. Harga bunga menjadi turun 75 persen, dan 80 persen toko bunga dan pasar bunga terpaksa harus berhenti beroperasi.

Di jalanan, bunga-bunga itu memang nampak sendirian meski masih berusaha menarik perhatian banyak orang di hari istimewa  dengan pesonanya.

Akan tetapi yang mampir hanyalah beberapa orang, namun untuk mencium aroma wanginya saja orang-orang itu tak mau, dan juga tak sanggup, karena mereka juga tak rela untuk melepas masker mereka. 

COVID-19 memang bertambah kejam karena membuat hari kasih sayang  ini terasa sepi dalam diam.

Apakah Valentine benar-benar hilang di China? Sesungguhnya tidak. Kasih sayang itu tidak harus disimbolisasi dengan bunga dan semacamnya, tetapi sesuatu yang dilakukan.

Saya dan pastor lalu bercerita tentang para perawat dan tenaga medis yang tak kenal lelah untuk memberikan waktu mereka untuk merawat pada pasien Virus Corona dengan sepenuh hati. Mereka adalah Valentine itu sendiri.

Mereka hanya gambaran bahwa Valentine itu masih ada di China, bersama dengan orang-orang yang melakukan kebaikan bagi orang lain. Tangan-tangan yang membantu dengan semampunya dalam wabah ini juga menunjukan ada Kasih Sayang dalam gambaran  yang amat humanis di sana.

***

Jika dapat bercermin, sedari awal kisah Valentine memang tidak semanis yang kita bayangkan. Kisah tentang Valentine bahkan dapat dikatakan tragis. Alkisah, pada 14 Februari 278 masehi , seorang pendeta bernama Valentine dieksekusi mati oleh Kaisar Claudius II.

Valentine menikahkan pasangan muda yang saling mencintai ketika Claudius II melarang taka da cinta dan pernikahan zaman itu karena ambisi perangnya. Valentine ditahan dan dihukum, tubuhnya dipukul hingga dipancung. Sebuah tanda membutuhkan pengorbanan demi Kasih Sayang. Konon, Valentine sebelum meninggal membuat catatan perpisahan bagi orang-orang yang dikasihinya  bertuliskan "From Your Valentine".

Hari ini juga, sekitar 3000 pelajar di Thailand berdiri membentuk formasi hati  di sebuah lapangan di Provinsi Ayuthaya dan berteriak bersama " China Terus Berjuang" .

Saya dan pastor lantas merenung, dan mungkin saja  berdoa dalam hati, agar orang-orang yang terus bertahan di sana terus bertahan karena masih ada segunung harapan dan ketulusan cinta  yang hadir hari demi hari bagi mereka.

Saya yakin, cinta itu masih ada. Valentine kembali  hidup dengan cara yang berbeda namun percayalah Valentine hidup dengan cinta yang lebih besar di situasi seperti ini. Cinta itu akan menunjukan kemegahannya di saat situasi seperti itu. Masih ada Valentine di China.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun