Setelah rapat  dengan Jokowi, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan bahwa pemerintah tak akan memulangkan WNI yang diduga teroris lintas batas, terutama mantan anggota ISIS, ke Indonesia.
"Pemerintah tidak ada rencana memulangkan teroris. Bahkan tidak akan memulangkan FTF (foreign terorist fighter) ke Indonesia," kata Mahfud, di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Selasa (11/2/2020).Â
Mahfud mengatakan, keputusan itu diambil lantaran pemerintah khawatir para terduga eks ISIS itu akan menjadi teroris baru di Indonesia.
Keputusan tegas ini tetap menyisakan satu opsi. Â Pemerintah tetap membuka opsi pemulangan anak-anak berusia di bawah 10 tahun yang turut dibawa orangtua mereka yang berstatus terduga eks ISIS. "Tapi, kita lihat case by case (untuk pemulangan anak usia di bawah 10 tahun)," ucap Mahfud
Opsi ini  tentu saja menyisakan beberapa pertanyaan. Mengapa harus ada perkecualian? Meski tak memberikan jawaban pasti, akan tetapi diduga alasan utama adalah kemanusiaan.
Pemerintah terlihat memang hati-hati ketika memberikan opsi ini, terlihat dari kalimat  case by case yang digunakan Mahfud. Menko Polhukam pasti hanya ingin memastikan bahwa opsi ini diambil tanpa memberi dampak yang tidak dapat dikendalikan, misalnya anak-anak itu bekas kombatan dan sebagainya.
Hal ini terlihat ketika Mahfud mengatakan bahwa pemulangan anak nantinya jika terlaksana adalah yang berusia di bawah 10 tahun, padahal selama ini diberitakan yang masuk usia anak-anak adalah yang di bawah 15 tahun. Mahfud mungkin berharap bahwa usia 10 tahun ke bawah memiliki tingkat aman yang lebih baik daripada di rentang 10-15 tahun.
Pemilahan memang harus diperhatikan oleh pemerintah jika ingin memulangkan anak-anak WNI Eks ISIS ini. Pemerintah harus memastikan beberapa hal, seperti dokumen-dokumen yang membuat identitas orang tua mereka, untuk memastikan bahwa orang tua mereka adalah orang tua Indonesia. Jika ada akses DNA untuk itu maka akan banyak membantu.
Berikutnya tentang anak-anak tersebut dilahirkan oleh orang tua dari negara yang berbeda, bagaimana untuk memastikan bahwa anak itu memang patut untuk dipulangkan?, dan terakhir adalah anak yatim piatu yang tidak memiliki wali yang sah, ini tentu akan menimbulkan persoalan baru dan cukup rumit.
Di luar itu semua dan dianggap paling penting kembali pada klasifikasi, apakah benar mereka pernah menjadi kombatan, pengikut namun sudah terpapar doktrinasi daan tidak terpapar sama sekali.
***