"Tentu semua karena pendiri partai kita, tokoh reformasi, Pak Amien Rais," ucap Zulhas.
Bisa saja ini takdir baik bagi PAN, namun mungkin bukan takdir baik bagi Amien Rais. Kekalahan calonnya, menunjukan bahwa Amien lagi-lagi gagal meyakinkan orang partai untuk memilih sesuai keinginannya. Amien sudah kehilangan cahaya dan pengaruh.
Cahaya Amien sudah redup ditutupi oleh Zulhas yang mendominasi partai, meskipun Zulhas nampak masih menarik simpati di depan publik dengan mengatakan masih menghormatinya sebagai seorang pendiri partai.
Keinginan Amien Rais dan Zulhas kerap bertolak belakang. Contohnya, saat Pilpres 2019 Â lalu, ketika Amien nampak begitu "membenci" Jokowi, Zulhas bahkan beberapa kali nampak bermanuver untuk mendekati Jokowi.
Meski pada akhirnya hasilnya nihil bagi PAN karena tidak mendapat kursi di Kabinet Jokowi, namun Zulhas tidak nampak mengubah arah anginnya dan tidak nampak sebagai oposisi ekstrem bagi pemerintahan Jokowi. Amien sendiri terpaksa sesudah itu seperti kesepian dalam diam apalagi sesudah Prabowo menjadi Menhan.
Kongres ini adalah kesempatan Amien untuk dapat sepenuhnya mengontrol PAN sekaligus menunjukan tajinya, apalagi jika Zulhas kalah.Â
Harapan tinggal harapan, Amien terpaksa harus gigit jari lagi. Zulhas masih terlampau kuat, sehingga Amien dan Hanafi mesti tersungkur di pemilihan kali ini.
Dalam pidato kemenangannya, Zulhas berharap kemenangannya akan menjadi takdir baik bagi partai namun rasanya bukan hal yang baik bagi Amien.Â
Peran Amien nampak semakin redup di partai, suaranya tidak terlalu didengar lagi. Artinya, Amien harus berpikir keras jika ingin  kembali mendapatkan pengaruhnya, bagaimanapun caranya.Â
Jika tetap gagal, sepertinya Amien harus berpikir untuk segera "pensiun", minimal dari ribut-ribut selama ini.
Sesudah ini mungkin saja PAN Zulhas akan sedikit "genit" lagi dengan Jokowi seperti pada periode lalu, dan Amien hanya bisa menghitung tanda-tanda yang cukup jelas bahwa karier politiknya tak lama lagi akan tamat.