Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menebak Ujung Jalan Anies Soal Revitalisasi Monas

3 Februari 2020   18:53 Diperbarui: 3 Februari 2020   18:56 990
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar : Tribun

Persoalan tentang Revitalisasi Monas masih menggantung, dilanjutkan atau tidak, karena masih menunggu arahan dari Komisi Pengarah yang baru mengagendakan rapat bersama.

Menunggu namun di medsos, kabar tentang revitalisasi terus bergulir dengan sasaran kritikan adalah Gubernur DKI Jakarta. Kemarin saja, tagar "Anies buang badan" memenuhi lini masa twitter.

Sepertinya publik rindu akan penjelasan Anies soal ini, meski istilah "buang badan" itu terkesan jahat bagi Anies yang memang masih sibuk mengurus banyak hal, seperti banjir misalnya.

"Buang badan"  itu berarti menyelamatkan diri sendiri.  Sebuah istilah yang tidak bermakna sebenarnya dengan membuang badan/tubuh, namun bermakna bahwa orang tersebut seolah-olah tidak tahu menahu, atau hanya ikut-ikutan, dan yang bertanggung jawab adalah orang lain.

Netizen mungkin menganggap Anies telah "buang badan" dan lebih menyerahkan pembicaraan kepada bawahannya, seperti Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah.

Saefullah memang terlihat sibuk, bukan saja sibuk menjelaskan namun akhirnya membuat polemik tentang revitalisasi ini bertambah kompleks.

Selasa lalu, Saefullah mengatakan bahwa dirinya bingung antara 'izin' dan 'persetujuan.'

"Jika ada pembangunan harus ada persetujuan, bukan izin ya. Ini kalimatnya dalam Pasal lima poin B bilangnya begitu, memberikan persetujuan. Ini harus ada perangkatnya sebetulnya ada breakdown dari keppres. Ini belum ada sehingga membingungkan semuanya," ucap Saefullah kepada wartawan di Monas, Jakarta Pusat, Selasa (28/1/2020).

Akhirnya pihak Sekneg yang merasa berkepentingan merespons bahwa apa yang dikatakan oleh Saeffulah itu tidak relevan.

"Kami sangat paham bahwa yang tertuang dalam Perpres 25/95 adalah 'persetujuan' dan Ketua Komisi pengarah juga menggunakan kata 'persetujuan' itu dalam pernyataannya, tidak perlu dipersoalkan dan sangat tidak relevan dengan substansi masalah," kata Sekretaris Kemensetneg, Setya Utama, kepada wartawan, Rabu (29/1/2020) malam.

Ya, persoalan mengerucut soal izin. Sampai sekarang, izin memang belum ada dari Komisi Pengarah seperti yang diamanatkan  Keppres 25 Tahun 1995 .

Persoalan izin ini tidak mudah, seorang Sekda seperti Saefullah bahkan tidak kompeten menjelaskan ini, apalagi berkaitan dengan revitalisasi Monas.  Alasannya karena atasan Saefullah yakni Gubernur DKI Jakarta adalah salah satu anggota dari Komisi tersebut.

Bagaimana mungkin Saefullah main tafsir tentang Kepres tersebut, padahal Anies berada di kelompok pelaksana regulasi tersebut?

Lalu bagaimana ujung jalan Anies soal polemik ini jika sengkarut saja yang terlihat sampai sekarang?

Kunci utama penyelesaian ini adalah rapat  Komisi Pengarah Pembangunan Kawasan Medan Merdeka. Kabarnya Menteri Negara Sekretaris Negara Pratikno sebagai Ketua telah mengeluarkan surat undangan rapat kepada para anggota untuk mengadakan rapat dalam waktu dekat.

Anggotanya seperti diatur Kepres adalah sebagai berikut ;  Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, Menteri Negara Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi,  Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim dan Menteri Pariwisata Pos dan Telekomunikasi. Anies sendiri dalam tim ini bertugas merangkap sebagai anggota dan sekretaris.

Rapat ini akan amat penting dalam penentuan langkah revitalisasi ke depan. Jika dapat menggambarkan, ini seperti tarik garis kembali ke titik nol. Ada baiknya, tapi juga ada ruginya terutama bagi Anies dan jajarannya, terkhususnya soal kelanjutan proyek konstruksi. Bisa saja dihentikan, bisa saja dilanjutkan dengan berbagai perubahan.

Jika ingin melanjutkan seperti sekarang, Anies perlu mempunyai argumen yang kuat sehingga dapat meyakinkan anggota Komisi yang lain. Sebuah jalan yang akan sulit dijalani, karena polemik tentang penebangan pohon dan lain sebagainya sudah menyebar ke publik.

Jika dihentikan, juga sangat mungkin karena pasal 5 dari Keppres 25 Tahun 1995 ini salah satunya mengatakan bahwa tugas dari Komisi Pengarah antara lain memberikan persetujuan terhadap perencanaan beserta pembiayaan, pembangunan. Bisa saja Komisi tidak setuju.

Dilansir dari Detik.com, Jumat (31/1/2020), Menteri PUPR Basuki  mengatakan bahwa Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI seharusnya hanya bertanggung jawab atau bertugas untuk menyusun rencana dan anggaran. Sementara, Komisi Pengarah bertugas untuk menyetujui dan mengendalikan pembangunan di sekitar kawasan Taman Merdeka, termasuk Monas.

Artinya, sekali lagi kemungkinan besar diskusi ini akan berlangsung alot, jika menyimak pembelaan demi pembelaan dari pihak Pemda DKI. Resiko yang terpaksa dihadapi karena tidak awas terhadap regulasi.

Hanya, harapan publik agar polemik ini jangan cepat berlarut. Rapat Komisi Pengarah dapat mengambil keputusan, solusi yang dapat disepakati dan ditaati bersama.

Jika memang harus dilanjutkan, lanjutkan dengan catatan, namun jika memang sudah melanggar dari sisi perencanaan, lingkungan dan lain-lain, maka jalan dihentikan, dirombak atau apapun itu harus berani diambil.

Terakhir, apakah keinginan agar Anies yang dianggap "buang badan"  dapat bersuara soal ini akan penting disini?

 Sebelum rapat, sebaiknya Anies bersuara, minimal dengan kebijaksanaannya menata kata mampu menjelaskan duduk persoalan ini. Ini akan baik, minimal sebagai kerangka bagaimana nanti rapat Komisi akan berlangsung. Publik tentu berharap yang terbaik bagi revitalisasi Monas ini.

Referensi : 1 -2 - 3

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun