Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

3 Pembelaan Ngawur Dewas TVRI Terkait Pemecatan Helmy Yahya

22 Januari 2020   13:57 Diperbarui: 23 Januari 2020   21:54 2831
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dewan Pengawas (Dewas ) TVRI yang merasa terhormat itu akhirnya dipanggil Komisi I DPR pada Selasa, 21 Januari 2020.

Agendanya jelas, yakni rapat dengar pendapat dengan Dewas TVRI terkait pemecatan Helmy Yahya sebagai DIrektur TVRI yang mengundang polemik di masyarakat.

Hasil rapat itu apa? Atas nama Liga Inggris, Bulutangkis dan transformasi yang telah berjalan dengan baik, nampak sekali bahwa pembelaan Dewas terkesan ngawur atau sembarangan. Paling tidak ada 3 (tiga)pembelaan yang dapat dikemukakan.

Pertama, mengatakan bahwa siaran Liga Inggris di TVRI bukanlah jati diri bangsa.

 "Tupoksi TVRI sesuai visi-misi TVRI adalah TV publik, kami bukan swasta, jadi yang paling utama adalah edukasi, jati diri, media pemersatu bangsa, prioritas programnya juga seperti itu. Realisasinya sekarang kita nonton Liga Inggris," kata Ketua Dewas Arief Hidayat di Kompleks DPR Senayan, Selasa (21/1/2020).

Nah, langsung saja, jadi TVRI mau siarkan liga apa Pak Dewas? Liga kapuk, liga pohon tuak, atau tarkam?.

Nah, bukan merendahkan liga-liga tersebut, tetapi rasanya yang terhormat Arief Hidayat kurang piknik. 

Main-mainlah di kampung-kampung yang antena televisinya hanya mendapatkan stasiun TVRI lalu melihat anak-anak muda merasa bahagia karena bisa menonton aksi MO Salah, Kun Aguero, Paul Pogba dan lain-lain secara gratis dari TVRI.

Bukankah mimpi mereka akan terbangun kembali dengan cita-cita menjadi pemain hebat setelah menonton tayangan bermutu seperti itu.

Jangan-jangan yang dikatakan jati diri itu, membuat anak-anak kita menjadi pilu melihat saling maki, saling lempar, bakupukul di lapangan hijau dan akhirnya mematikan cita dan cinta mereka terhadap liga di negeri kita dan mimpi mereka menjadi pesepakbola hebat.

Jadi begini Pak Dewas, jati diri bangsa itu terbangun ketika anak bangsa dapat bermimpi untuk bisa melihat  dunia dengan lebih luas, bukan tiap hari membuka TVRI dan langsung mematikannya karena merasa membosankan dan tak  ada tayangan yang menarik.

Sekarang, coba bapak tanya, dalam dua hari ini penikmat bola, bangun pagi lalu menonton Coppa Italia dengan bersemangat, dimana? Di TVRI pak. 

Ini sejarah pak.  Lalu Pak Dewas hanya tidur terlelap, menghitung untung rugi lalu memecat sang pembaharu tanpa solusi. Tutup saja stasiunnya, jika ketakutan jati diri diini itukan pak.

Kedua, soal protes karena TVRI tidak menayangkan banjir di Jakarta dan memilih menayangkan Discovery Channel. 

Helmy Yahya memang sudah membantah karena TVRI juga menayangkan soal banjir tidak hanya Discovery Channel. "Oh nggak benar. Kami yang paling banyak menayangkan (soal) banjir," kata Helmy Yahya kepada wartawan, Rabu (22/1/2020).

Bukan hanya Helmy, Direktur Program dan Berita TVRI Apni Jaya Putra juga membantah keterangan Dewas TVRI bahwa saat itu TVRI tidak menayangkan berita tentang banjir. "Itu Dewas ngaco, bohongnya minta ampun, saya sedih banget," kata Apni Jaya putra.

Apni menjelaskan, tayangan Discovery Channel hanya satu jam. Di luar itu, breaking news mengenai banjir tetap ada.

Sedih juga nih mengomentarinya. Membandingkan Banjir dan Discovery Channel yang hanya ditayangkan selama satu jam. Ya, ampun.

Jadi Dewas ingin TVRI seharian menayangkan banjir di Jakarta?

Ah, heran juga. Hidup sudah terlalu sulit, jangan dibuat sulit. Mamak-mamak di kampung ada yang menyukai tayangan Discovery pak, melihat gambaran alam yang begitu indah dan membuat hidup mereka menghadapi alam yang sulit sejenak terlupakan.

Pak Dewas protes, kenapa buaya di Indonesia ada, lalu tayangkan buaya di luar negeri. Heran juga dengna argumentasi ini, tetapi alangkah baiknya bapak tanyakan saja pada buayanya.

Hemat saya, Dewas seharusnya mendorong agar ada perbaikan konten  secara terus menerus. Jujur saja, seringkali tayangan serupa dibuat di TVRI, tetapi alam yang indah jadinya tak tampak indah, dan alam yang sudah sulit dan gersang dipertontonkan juga. Boleh saja, tetapi jangan terus menerus, apalagi dengan kualitas produksi yang kurang baik.

Berikutnya, tayangan Discovery Channel itu seperti oase di padang gurun pak. Tahu kan oase pak, tidak selalu ada.

Mungkin Dewas itu orang-orang kaya nan elit , yang sedari kecil mendapat tayangan kabel, diisi siaran luar negeri dan kurang paham soal metafora "oase di padang gurun" ini.

Dulu tuh pak,  kita menunggu tayangan yang menghibur itu seharian di TVRI, ada "Oshin", "Little Prairie" dan lain-;ain, ada nilai yang dikandung dan dapat dinikmati. 

Maksud saya, tak ada salahnya, sesekali hiburlah pemirsa dengan tayangan bermutu, sesekali. TVRI jangan membuat hidup yang susah menjadi lebih sulit lagi. 

Jika ingin mempersulit, persulit saja hidup sendiri jangan hidup orang lain.

Ketiga, menganggap kontrak berbiaya mahal yang dibuat TVRI akan bernasib seperti Jiwasraya.

(Menarik napas dalam) Jikalau ingin mendramatisasi, janganlah berlebihan nanti akan terdengar melayang di udara, tidak turun-turun, kehabisan napas jadinya.

"Saya akan sampaikan kenapa Liga Inggris itu menjadi salah satu pemicu gagal bayar ataupun munculnya utang skala kecil seperti Jiwasraya," ujar anggota Dewan Pengawas TVRI Pamungkas Trishadiatmoko dalam rapat di Kompleks Parlemen, Selasa (21/1/2020).

Helmy Yahya berespons. "Pernyataan Dewas Moko (anggota Dewas TVRI Pamungkas Trishadiatmoko) bahwa menyamakan Liga Inggris dengan Jiwasraya itu ngawur!" kata Helmy kepada wartawan, Selasa (22/1/2020).

Helmy menilai perbandingan itu serampangan. Bagaimana bisa kasus asuransi Jiwasraya yang ditakar Kejaksaan Agung berpotensi merugikan negara Rp 13 triliun dibandingkan  Liga Inggris yang dibeli TVRI dengan nilai yang jauh lebih kecil?

Sebagai informasi, pembelian hak siar sebesar Rp33,8 miliar, pembelian hak siar itu terdiri atas hak siar Liga Inggris Rp27 miliar dan BWF Rp5,8 miliar.

Herannya dalam prosesnya, Dewas juga sudah diajak terlibat dan menyetuji hal tersebut, dan baru mempersoalkan hal ini dan menjadikannya alasan utama untuk melengserkan Helmy.

Jadi begini pak, tayangan apa yang bermutu yang murah? Mau memberi tayangan seperti Liga Inggris secara gratis kepada pemirsa TVRI? Ada caranya, berguru ke Kraton Agung Sejagat sana, mungkin ada caranya.

(Ah, jadi emosi--tenang-tenang).  Dewas seharusnya lebih bijak, memberikan pujian untuk transformasi yang terjadi di TVRI lalu bersama menyiapkan formula untuk mencegah agar tidak terjadi piutang yang menggunung. Jangan seperti tikus masuk gudang, satu gudang dibakar.

Ayolah. Ada apa ini? Hufft.

Jika belum memberikan argumentasi yang kuat, maka Dewas dengan sendirinya hanya memperkuat isu bahwa Helmy disingkirkan karena ada persaingan bisnis. 

Sayang sekali jika benar demikian. 

Besok di TVRI ada laga Juventus melawan AS Roma di TVRI, ini tayangan entah apa jati dirinya. 

Terima kasih TVRI.

Referensi : 1 -2 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun