Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Helmy Yahya, Risiko "Country Calling", dan Korupsi

19 Januari 2020   19:09 Diperbarui: 19 Januari 2020   19:05 964
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar : Antara

Helmy Yahya dipecat sebagai Direktur TVRI. Mengejutkan karena dari satu sisi, TVRI memang telah bertransformasi di bawah pria kelahiran Palembang, 6 Maret 1962 ini.

TVRI yang dulunya hanya dikenal sebagai stasiun yang harus hidup karena milik pemerintah, sekarang malah diminati, menandingi stasiun televisi kaya milik swasta.

Strategi marketing Helmy membuat TVRI berhasil memenangkan hak siar Liga Premier Liga Inggris, liga yang diyakini sebagai liga sepak bola terbaik di dunia. Bukan hanya Liga Inggris, belakangan ini Copa Italia juga dapat dinikmati di TVRI.

Kabarnya, TVRI bahkan sudah meneken kontrak dengan AFC sehingga mulai 2021, pertandingan tim nasional kita di level internasional dapat juga dinikmati.  

Dari sepak bola, taring TVRI juga dipertajam di cabang olahraga yang selalu mengharumkan nama Indonesia di mata dunia, bulutangkis. TVRI menyulap dirinya sebagai rumah bulutangkis. Sekarang ini saja, sesudah Malaysia Master, Indonesia Master juga ditayangkan oleh TVRI. Dua turnamen kelas Super 500.

Perjalanan Helmy sampai di titik ini memang tidak mudah. Helmy yang sudah menancapkan kakinya di sektor swasta,  mau untuk mengambil resiko untuk membenahi TVRI.

Dalam sebuah wawancara di sebuah media, Helmy mengatakan apa yang dilakukannya adalah sebuah "country calling" , sebuah panggilan dari negara. Mulia sekali.

Saat ditunjuk pada 29 November 2017, TVRI menurut Helmy saat itu memang penuh dengan persoalan. Ada tiga hal yang disoroti Helmy pada saat itu. Pertama,  buruknya laporan keuangan, kualitas SDM manajemen hingga terakhir, kualitas produksi dan siaran.

Untuk ketiga hal ini Helmy perlahan tapi pasti,  membaharuinya.

Pertama, soal keuangan. TVRI yang pernah mengalami tiga kali disclaimer dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), berhasil mendapat predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).

Kapasitas Helmy memang mampu seperti itu. Sebelum terjun ke dunia hiburan, Helmy adalah akuntan lulusan dari STAN. Helmy mampu membuat TVRI dipercaya soal keuangan dan aset, salah satu modal yang menurut Helmy mampu menarik pihak ketiga untuk bekerjasama.

Kedua, soal SDM. Helmy paham bahwa TVRI yang memiliki kurang lebih 4800 karyawan TVRI dengan 79% adalah PNS dan usia yang tak muda, membuat mimpinya untuk menciptakan industri kreatif di TVRI menjadi tidak mudah.

Perlahan dengan sistim mutasi dan rebranding menanamkan kebanggan, TVRI dapat berbenah dari kinerja yang semakin hari semakin baik.

Ketiga, mengenai kualitas produksi, TVRI mengalami perubahan signifikan. Selain kanal yang disediakan juga sudah HD kualitas produksi siaran juga semakin baik. Rating TVRI menurut Nielsen juga terus merangkak naik.

Pria yang telah menciptakan lebih dari 200 karya televisi dan memenangkan 18 Panasonic Awards ini memang jago soal ini. Content is the king, kata Helmy tentang kunci kesuksesan sebuah stasiun televisi.

***

Panggilan melakukan perubahan yang disebut Helmy dengan country calling itu menemui jalan terjal. Kurang dari dua tahun masa jabatannya usai, Helmy dipecat oleh Dewan Pegnawas TVRI.

Perubahan-perubahan yang telah dilakukan dianggap angin lalu karena dianggap telah menerabas etika, kesopanan dan "tata tertib" TVRI sebagai televisi "tua" yang mungkin terlihat menjunjung adminstraf daripada inovatif.

Dalili-dalil pemecatan dapat dibaca disini.

Mungkin saja frasa di atas nampak berpihak, tetapi mungkin saja hal itulah yang terjadi. Melakukan panggilan negara itu terkadang harus siap "berperang"  menghadapi situasi, dan orang-orang yang lebih menyukai zona nyaman daripada perubahan. Sayangnya, kerap terjadi bahwa Si pembuat perubahan dianggap pengganggu rantai, dan harus diberhentikan.

Publik yang menyukai perubahan yang ada tentu menjadi terkejut dengan perberhentian ini. Bahkan ada yang mengatakan bahwa demi sepak bola dan bulutangkis, anulir pemecatan Helmy Yahya.

Helmy memang pada akhirnya melawan, poin-poin perlawanannya dapat dibaca disini. Helmy merasa tidak pantas diberhentikan dan akan memilih jalur hukum.

Bagaimana untuk adil terhadap kasus ini? Poin utama yang ditakutkan dari perberhentian Helmy adalah Helmy melakukan korupsi. Jika korupsi, inovasi sebagaimanapun tidak dapat diterima.

Dalam penjelasannya, Helmy menangkal tudingan tersebut dengan mengatakan bahwa TVRI pasti disemprit BPK jika bermain-main dengan uang.  Helmy sampai detik ini belum terbukti korupsi.

Artinya, jika dia mau bertahan, mungkin karena dia merasa ada hal baik yang dia lakukan yang belum selesai. Bukankan seorang prajurit sejati harus bertempur sampai usai peperangan?

Jika tidak korupsi, dan hanya persoalan administratif membuat inovasi menjadi tidak diperhitungkan, lalu apa lagi? Patut diduga ada kepentingan politik. Mungkin saja ada yang menginginkan posisinya dengan gaji perkiraan 30-40 juta perbulan tersebut. Mungkin juga, ada yang mulai merasa tersaingi dengan progress TVRI. Mungkin.

Selebihnya kita perlu menunggu, bagaimana langkah hukum Helmy akan terus berjalan mencari keadilan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun