Wajah Zuraida Hanum nampak lesu. Ibu muda  itu sudah tak bebas lagi. Zuraida sudah menggunakan rompi oranye sebagai tahanan, dia disangkakan menjadi otak pembunuhan dari Hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan Jamaluddin yang adalah suaminya sendiri.
Cerita tentang bagaimana pembunuhan terjadi dapat dibaca dari berbagai pemberitaan. Zuraida menyewa dua eksekutor, lalu Jamaluddin dibekap, dibunuh di rumahnya, dan diatur sedemikian rupa sehingga ditemukan meninggal saat di dalamnya mobil miliknya di area kebun sawit Desa Suka Rame, Kecamatan Kutalimbaru, Kabupaten Deli Serdang, Sumut, Jumat (29/11/2019.
Dua bulan hampir berlalu, sesudah penyelidikan pihak kepolisian membongkar kasus ini. Mengejutkan, Zuraida yang terlihat sangat sedih ketika pemakaman suaminya, ternyata adalah si perancang dari pembunuhan itu.
Ruang sidang, dan vonis sudah menunggu. Berat, pidana seperti ini ancamannya bisa hukuman mati dan hukuman seumur hidup. Suram bagi Zuraida.
Ada beberapa latar belakang pembunuhan yang sudah  diframe  dari penjelasan  beberapa pihak. Pihak kepolisian mengatakan bahwa motifnya adalah sakit hati mau dicerai, selain itu soal harta juga sempat disentil, dan terakhir adalah adanya perselingkuhan yang terjadi. Baik Jamaluddin (menurut pengakuan Zuraida) dan Zuraida ternyata juga berselingkuh,
Zuraida berselingkuh dengan salah satu eksekutor bernama Jefry, keduanya berencana membangun mahligai rumah tangga sesudah Jamaludin tewas dibunuh.
JIka harus menyesali mengapa ini terjadi, itu sudah terlambat. Namun menjadikan peristiwa ini sebagai sebuah "pengingat" mungkin bisa menjadi sebuah langkah bijak. Ada beberapa pelajaran dari peristiwa ini.
Pertama, soal teman atau komunitas berbagi masalah rumah tangga. Seorang teman wanita ketika ikut membahas kasus ini sempat mengajukan pertanyaan, "apakah tidak ada teman cerita, atau mediator dari persoalan rumah tangga yang dialami oleh Zuraida dan Jamaludin?"
Pijakan pertanyaan ini berasal dari konflik rumah tangga yang dihadapinya. Dia merasa beruntung karena dia mempunyai teman cerita ketika mempunyai persoalan rumah tangga, tentu teman yang baik yang dapat memberikan saran yang tepat.
Suatu saat dia juga pernah bercerita bahwa dia amat bersyukur memiliki kelompok kecil yang diisi oleh ibu-ibu sederhana, daripada kelompok arisan lainnya yang diisi oleh para istri orang kaya yang lebih sering membicarakan kekayaan dan bergosip.
Mencari teman atau komunitas yang baik amat penting untuk berbagi. Mungkin tidak memberikan solusi, tetapi saat bercerita ternyata bisa didapati bahwa masalah rumah tangga yang dihadapi tidak sepelik persoalan rumah tangga orang lain.
Terkadang menceritakan persoalan rumah tangga bagi beberapa orang dianggap tabu. Akan tetapi kebijaksanaan untuk dapat memilih kelompok atau teman yang tepat untuk berbagi cerita juga penting dan berguna.
Jika memang tidak memiliki teman, komunitas apalagi tertutup, lalu siapa yagn dapat dimintai pendapat. Seorang teman memberi saran bahwa tokoh agama dapat menjadi teman konseling yang baik.
Apapun itu, teman atau komunitas yang baik untuk berbagi itu amatlah penting. Â
Kedua, hati-hati berbagi masalah rumah tangga dengan lawan jenis. Diceritakan, Jefry yang adalah selingkuhan Zuraida ternyata dekat ketika Zuraida mulai curhat masalah rumah tangganya.
Seorang bapak pernah menasihati, bahwa masalah suami istri jangan sempat pernah keluar dari kamar tidur, kamar tidur bukan rumah. Artinya amat pribadi, dijaga dan jika bisa diselesaikan secara berdua. Jika keluar, harus siap saja mendengar berbagai interpretasi yang mungkin tidak membantu.
Persoalan juga bisa menjadi lebih pelik ketika mengambil resiko dengan menceritakan persoalan rumah tangga kepada lawan jenis.
Peran suami atau istri seperti ingin dipindahkan ke orang ketiga tersebut, batasan akan terlalu tipis, karena perasaan tersakiti lalu berusaha dimengerti oleh orang ketiga tersebut. Jika tidak bijak, maka relasi akan akan semakin dekat, dan perselingkuhan amat mungkin akan terjadi.
Sejatinya, ruang curhat itu adalah intimacy yang amat berharga bagi suami istri. Jika hilang karena kesibukan dan persoalan lainnya, maka rumah tangga ibarat seperti istana pasir yang tinggal menunggu waktu untuk ambruk.
Makanya nasihat tentang sesibuk apapun, harus tetap ada waktu berdua untuk suami istri amatlah penting. Seorang teman bahkan sesekali menitipkan anak-anak mereka untuk memiliki waktu istimewa dengan istri mereka, meski hanya untuk beberapa jam.
Sekali lagi, memberi waktu dan rasa untuk lawan jenis, mendengarkan cerita sedih bisa jadi bukan menyelesaikan persoalan, tetapi dapat menambah masalah. Jika dapat hindari melakukannya, meski dalam beberapa kasus mungkin akan berhasil, tetapi kita tidak bisa memastikan keberhasilan yang dialami oleh orang lain akan dialami oleh kita kan?
Dua hal sederhana semoga dapat berguna, meski yang mengerti akar masalah sebenarnya hanyalah Zuraida dan Jamaludin sendiri.
Jujur, turut bersedih dengan kehidupan rumah tangga yang seperti ini. Bagaimana nasib anak-anak nantinya, bagaimana juga cara memugar kembali hidup yang berantakan setelah kejadian ini. Bersedih bagi keluarga mereka.
Penyesalan pasti ada, tetapi ketika jalan itu yang dipilih, proses hukum mesti terus berjalan.
Peristiwa kehidupan seringkali memberi arti, memberi nasihat bahkan mungkin peringatan keras.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H