***
Peristiwa ini sekali lagi memberi pelajaran agar Anies harus berhati-hati mengeluarkan pernyataan publik apalagi berkaitan dengan data bencana atau banjir.
Mengapa? Bukan sekali dua kali, Anies mengeluarkan maklumat yang berbau blunder seperti ini. Terakhir Anies mengatakan bahwa Kemang tidak kebanjiran, hasilnya medsos ramai seperti sekarang, dan Anies terpaksa harus terdiam.
Padahal mungkin maksud Anies adalah Kemang juga kebanjiran tetapi dapat diatasi dengan baik, namun perkataannya menjadi Kemang tidak banjir.
Jika ini terus menerus terjadi, maka wajar saja jika ada yang menganggap Anies sedang berpolitik secara manipulatif, bahkan menyadari bahwa dengan mengatakan secara demikian maka bisa saja menjadi pabrikasi yang efektif untuk mengkampanyekan dirinya sendiri.
Bisa saja itu terjadi, karena algortima ini dapat menggiring orang-orang yang sepandangan, fanatik akan terus terperangkap dalam ruang yang sama, bahwa data dalam pernyataa Anies selalu benar tanpa melakukan verifikasi terlebih dahulu.
Kita tentu tidak mau hal ini terjadi, meski membangun narasi bohong sudah dikenal di gelanggang politik sebagai salah satu senjata ampuh. Menggaungkan kesalahan dan mempermainkan kebenaran dianggap salah satu cara atau jalan terbaik para politikus menjaring atau mendapat atensi publik.
Kita berharap, berpolitik dengan membangun narasi hebat dan kerja mulia seharusnya menjadi pandu. Mempertahankan kekuasaan dengan manipulasi tidak akan bertahan lama, jika bertahan lamapun, yang busuk pada akhirnya akan tercium.
Negeri ini akan semakin berat jika narasi kerja hebat dan niat mulia ini, tergedor oleh manipulasi kebohongan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H