Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pelajaran dari Penyesalan Ratna Sarumpaet dan Komentarnya Soal Prabowo

26 Desember 2019   21:44 Diperbarui: 26 Desember 2019   21:53 1150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ratna Sarumpaet dinyatakan bebas dari Lapas perempuan kelas II A Pondok Bambu, Jakarta Timur pada Kamus (26/12/2019)(dok. kuasa hukum Ratna Sarumpaet Desmihardi)

Rumah di Jl Kampung Melayu Kecil itu ramai hari ini. Apa pasal? Sang pemilik rumah Ratna Sarumpaet pulang kembali ke rumah. Tanpa terasa, sudah 15 bulan Ratna meninggalkan rumah tersebut karena harus sementara tinggal di hotel prodeo.

Sebenarnya wanita tua berusia 70 tahun itu harus 20 bulan menjalani hukuman akibat kasus hoax yang menimpanya tetapi syukurlah Ratna mendapatkan remisi sekitar lima bulan, sehingga bisa lebih cepat bebas bersyarat.

Meski di bui, wajah Ratna nampak cerah, tubuhnya juga bertambah gemuk. Ratna pun mengaku demikian. "Sehat, gemuk. Di penjara kan nggak banyak bergerak, jadi sehat. Ya namanya orang bebas, ya," kata Ratna.

Di penjara Ratna lebih banyak belajar dan tentunya merenung. Ada hal yang lebih berharaga didipelajarinya di bui selain memiliki tubuh yang sehat dan gemuk, yaitu kesempatan untuk mengevaluasi proses yang dialaminya.

"Ya pasti ada kesalahan saya, tetapi juga pasti ada izin dari Allah SWT, dan saya percaya ada sesuatu yang baik di balik kesempatan yang diberikan kepada saya" kata Ratna.

Dalam perenungannya, Ratna juga menyesali beberapa keputusan di masa lalunya. Salah satunya ketika dalam proses politik menuju pilpres kemarin harus sekubu dengan Prabowo dan Sandiaga Uno.

"Mungkin itu yang salah kemarin, saya masuk timnya Pak Prabowo ya. Salah dalam tanda petik maksud saya. Itu saya sadari. Mungkin nggak cocok buat saya ya," ujar Ratna.

Tidak banyak yang dijelaskan Ratna soal penyesalannya ini. Mungkin saja Ratna merasa bahwa kubu Prabowo tidak membantunya secara maksimal dan terkesan "mengorbankan" ditinya, bisa juga Ratna berpikir bahwa keputusannya berpolitik terlalu berani.

Ratna menyesali mengapa dirinya harus berpolitik, mengapa tidak terus menjadi aktivis yang dapat independen dalam mengkritik kebijakan politik pemerintah. Sesuatu yang kerap dia lakukan sebelum akhirnya terperangkap dalam kepentingan politik praktis.

Namanya penyesalan, selalu datang terlambat. Akan tetapi, syukurlah masih datang meskipun telat, daripada tidak datang sama sekali kan?

Soal Prabowo, Ratna sedikit berkomentar. Bagi Ratna keputusan Prabowo adalah sebuah keputusan yang tak etis.

Tentu yang dimaksudkan Ratna adalah bagaimana bisa, seseorang yang berbeda haluan menjadi lawan politik dalam konstelasi Pilpres mau turun menjadi menteri lawan politiknya.

Meski begitu, Ratna tak segan mendoakan yang terbaik dan berharap bahwa Prabowo dapat diberi kesempatan sehingga dapat mengemban tugasnya dengan baik.

"Ya kita kasih kesempatan untuk melihat apa yang diperbuat. Mudah-mudahan kebaikan untuk bangsa ini juga ya," kata Ratna.

***

"Penyesalan" Ratna dan komentarnya soal Prabowo ini memberikan pelajaran bahwa politik memang kejam, terutama bagi yang tidak siap menerima konsekuensi yang mungkin akan sulit diprediksi.

Karakter Ratna boleh dikatakan amat cepat "dibunuh" dalam peristiwa hoax, dan didalamnya, rekan,kawan atau kolega politik Ratna hampir semuanya menyalahkan dan tidak mau membela Ratna. Ratna sang pahlawan berubah cepat menjadi pecudang.

Memilih untuk berpolitik harus siap menghadapi itu semua. Dibutuhkan juga kecerdasan untuk melihat situasi, posisi, sehingga keputusan yang diambil harus sepresisi mungkin dan tidak sampai menciderai diri sendiri.

Sebagai aktivis, membela kepentingan publik adalah wajib hukumnya, tetapi sebagai politisi, membela kepentingan publik menjadi nomor dua asal kendaraan politik harus tetap berada di rel paling depan.  Batasan itu dianggap bisa dijaga, namun bagi yang tak lihai, wajahnya akan babak belur.

Soal Prabowo menjadi menteri yang dikomentari Ratna sebagai sebuah kepuursan yang tak  etis, Ratna terlihat amat lugu.

Pengalaman berpolitik kita terkesan sebagai politik yang cair. Kejutan Prabowo hanyalah satu dari berbagai kejutan yang terjadi dalam poses politik kita minimal dalam lima tahun terakhir.

PAN Amien Rais yang amat membenci Jokowi hari ini, adalah PAN yang bermanuver masuk ke pemerintahan juga sesudah pilpres 2014. Amien Rais waktu itu tidak terlalu banyak ribut seperti sekarang.

Bagi Ratna, Prabowo tak etis. Namun bagi publik, selama itu semua dilakukan demi kepentingan publik, no problem, yang akan sulit dimaafkan adalah hoax dengan memberitakan bahwa wajahnya dipukul padahal dioperasi plastik.

Lalu apa yang harus dilakukan Ratna sekarang? Sebaiknya menjadi aktivis, murni aktivis. Aktivis yang berani memperjuangkan kepentingan publik, tetpai juga jujur. Jujur karena tidak cenderung berpaut dengan kepentingan politik tertentu. Ratna masih terlalu lemah jika harus kembali berpolitik. Ratna perlu beristirahat.

Sumber Tulisan : 1 - 2

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun