Jika penyakit ini tidak selesai, Garuda Muda diprediksi tidak akan ke mana-mana. Â Mengapa? Salah satu kegagalan tim dalam set piece diakibatkan kelemahan postur tubuh sehingga gagal berduel udara. Menghadapi Vietnam saja sudah kesulitan seperti ini apalagi menghadapi negara-negara yang memiliki keunggulan postur tubuh,seperti negara Eropa. Perlu evaluasi mendalam tentang persoalan ini.
Ketiga, kualitas Indra Sjafri masih di bawah kualitas Park Heng-Seo. Tanpa mengurangi rasa hormat kepada coach Indra Sjafri, jalannya pertandingan telah menunjukan adu taktik antara kedua pelatih, dan harus diakui pelatih Vietnam unggul atas Indra dari berbagai segi.
Park Heng-Seo memilih dengan tepat bagaimana Vietnam bermain melawan timnas Indonesia. Perhatikan bagaimana Park Heng-Seo menginstruksikan anak asuhnya untuk bermain dengan zona marking daripada man to man marking.
Park Heng-Seo, menyadari bahwa secara skill dan kecepatan pemain Vietnam mungkin kalah dari timnas kita, tetapi soal disiplin menjaga pertahanan Vietnam yang dibuat Park Heng-Seo mampu bermain ala Italia dengan cattenacio sambil menunggu kesalahan dibuat oleh timnas Indonesia.
Telak, strategi Park Heng-Seo berjalan mulus, bahkan ketika coach Indra baru menyadari bahwa merubah menjadi strategi 4-4-2 dari 4-3-3 adalah pilihan yang tepat setelah tertinggal dua gol, Park Heng-Seo sudah lebih dahulu dengan cerdas menempatkan tambahan gelandang di tengah dan mengeluarkan striker andalannya. Vietnam semakin kokoh di tengah dan membuat alur pergeralan bola pemain Indonesia menjadi tetap lamban dan lambat.
Coach Indra tidak bisa dikatakan gagal, hanya nampaknya untuk level yang lebih tinggi atau senior, kita membutuhkan pelatih yang lebih piawai untuk cepat mengambil keputusan ketika terjadi jalan buntu sekaligus memiliki fleksibilitas dalam hal formasi.Â
Keunggulan Park Heng-Seo yang memang telah berprestasi dengan Vietnam, membuat suporter Vietnam tak enggan untuk mengibarkan bendera Korea Selatan di tribun.
Akhirnya, mimpi timnas U-22 meraih emas memang sudah kandas, tetapi mimpi untuk melahirkan timnas yang berkualitas jangan terus berhenti. Jadikan ini sebagai pengalaman, bangun manajemen kepelatihan yang lebih solid, niscaya keberhasilan akan datang pada waktunya.
Sayangnya bukan sekarang. Penantian 28 tahun itu harus lebih lama lagi, minimal sampai SEA Games berikutnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H