Di September, seorang kolega wanita yang sudah paruh baya menanyakan sebuah pertanyaan refleksi kepada saya. "Apa yang akan kamu lakukan jika kamu hanya diberikan waktu (hidup) hanya sampai Desember?" Saya menarik napas panjang. Memikirkan Desember? Lalu bagaimana dengan Oktober dan Nopember?
Setelah itu saya menyadari maksud pertanyaan itu, wanita itu memang divonis menderita kanker ganas. Dia tak menghitung Oktober hingga Desember, tetapi dia menghitung hari demi hari. Diminta sang penguasa hidup untuk lebih peka untuk menghitung hari demi hari tentang maksud dan arti hidup. Â Siapa yang bisa memastikan, sehat sekarang dan sehat di masa depan? Â Ah, manusia.
Untuk itu, saya kembali mencintai Desember. Kesempatan untuk sejenak merenungkan bahwa yang kedua belas itu ada karena sebelas sudah terlewati.
Lalu? Perenungan itu tidak membuat saya dian. Â Saya akan terus bekerja, tentu saja sibuk. Menjalani mandat sosial dan budaya, dengan bekerja keras, mengejar bonus, menyiapkan duit demi perbelanjaan di akhir tahun,menambah proteksi kesehatan, proteksi gaya hidup dan sebagainya. Wajar, tetapi di beberapa titik, saya rasa omong kosong.
Lalu? saya ingin membuatnya lebih istimewa. Tersisa 28 hari ini, saya akan bekerja, tetapi akan mengingat banyak hal yang telah saya lewati dari Ianuarius hingga November. Untuk saat senang dan saat duka. Untuk yang dicintai, dan mungkin yang dilukai. Untuk yang sehat dan yang sakit. Untuk banyak hal yang telah terlewati, dan tidak berhenti di satu titik hingga suatu waktu.
Karena itu semua, untuk Desember, sekali lagi, jika mengingat perjalanan itu, saya amat mencintainya.Â
Maukah  anda ikut mencintai Desember?