Ada dua alasan mengapa penikmat bola terutama pecinta  Liga Premier Inggris tidak terlalu menyukai dan bahkan membenci Seri A Italia.
Pertama, Seri A Italia dianggap tidak kompetitif. Â Aktor antagonisnya yakni Juventus. Sudah delapan musim berturut-turut La Vechia Signora menjadi scudetto, delapan musim gelap bagi pesaing seperti Napoli, Milan, Inter, Roma dan lainnya. Â Klub-klub yang hanya bisa melongo melihat Juventus yang terlalu digdaya.
Ah, sebenarnya bukan fans klub lain saja yang tidak menyukai dominasi Juventus ini, Juventini juga merasakan hal serupa. Bintang tiga di Jersey  yang berarti sudah mendapat gelar Seri A, di angka 30-an juga dirasa percuma, karena Juventus tak kunjung lagi menjadi juara Liga Champions. Terakhir kali Juventus menjadi juara adalah pada 1996, saat mengalahkan Ajax di final.
Bagi Juventini, seribu kali berturut-turut menjadi juara Seri A terlihat percuma tanpa sekalipun diselingi dengan gelar Liga Champions.
Kedua, gaya permainan yang membosankan. Seri A memang nampak lebih lambat dari Liga Premier Inggris. Aliran bola mengalir pelan dan terlalu taktikal.
Pernah sebuah tulisan membahas soal gaya Italia ini. Dituliskan bahwa fisik orang Italia asli memang kecil dibandingkan ras lain di Eropa. Oleh karena itu untuk mengimbangi fisik atau postur yang minus itu, maka orang Italia meningkatkan kemampuan dari segi taktik. Â Akhirnya menjadi taktikal dan lebih lamban.
Sebenarnya bukan itu alasannya saja, gaya cattenacio juga menjadi alasan dimana sepak bola Italia dianggap terlalu defensif.
Adalah Helenio Herrera, pelatih legendaris Internazionale Milan yang pertama kali memperkenalkan gaya ini di era 1960-an. Sistim yang menitik beratkan di pertahanan dengan nama lain sistim grendel ini sukses besar, Internzionale dibawa Herrera menjadi scudetto di periode itu.
Persoalannya keberhasilan Herrera menjadi warisan yang tetap terjaga hingga sekarang. Pelatih asal Italia mayoritas fasih memainkan gaya ini, dan pelatih yang mau sukses di Eropa juga harus fasih memainkan gaya ini.
Contohnya Jose Mourinho yang membawa Inter Milan menjuarai Liga Champions dengan sistim grendel ini. Lebih baik tidak kebobolan daripada bernafsu membobol gawang lawan, parkir bus, dan sebagainya, istilah untuk menggambarkan sistim permainan ini.
Lalu bagaimana musim ini? Bersyukurlah pada langit, pertandingan seri A di pekan pertama akhir pekan lalu memberikan sentuhan yang berbeda. Agresif dan cepat, kira-kira begitu penilaiannya.