Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Hanya Ini yang Bisa Menjegal Tsamara Amany Menjadi Menteri Jokowi

23 Agustus 2019   07:17 Diperbarui: 23 Agustus 2019   07:36 2284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika mengacu kepada kriteria-kriteria yang disodorkan oleh Jokowi, maka nama Tsamara Amany, yang adalah politikus muda dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) akan menempati garis terdepan untuk menjadi calon menteri Jokowi Jilid II.

Ketika Jokowi mengatakan bahwa  menteri yang akan dipilihnya salah satunya adalah yang berusia muda dengan renang usia 25-30 tahun, dengan harapan memiliki pengalaman memimpin negara. Maka Tsamara dapat dianggap sangat ideal, karena usianya masih 22 tahun.

Lalu ketika Jokowi mengatakan bahwa ingin menteri yang berjiwa "petarung", maka politisi mana yang meragukan jiwa petarung dari seorang Tsamara.

Meski baru berusia 22 tahun, kipra Tsamara Amany di bidang politik tidak dapat dianggap main-main. Tsamara  yang pernah ditawari Cak Imin menjadi Waketum dan menolaknya karena masih inign bersama dengan PSI ini, dalam setiap perdebatan tentang pandangan politik diakui publik tidak gampang menyerah.

Fahri Hamzah dan Fadli Zon saja yang dapat dianggap sudah malang-melintang di dunia politik  terkadang tersentak atau bahkan kapok jika berhadapan dengan Tsamara.

Oleh karena itulah, Tsamara yang  bergabung dengan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) sejak 2017 lalu, selain dipercaya sebagai Ketua DPP bidang eksternal, juga penah ditunjuk menjadi juru bicara untuk pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden, Joko Widodo - KH Maruf Amin dalam Pilpres 2019.

Secara intelektual, Tsamara memang nampak cerdas. Lahir pada 24 Juni 1996 di Jakarta, Tsamara mampau menuangkan gagasan-gagasannya secara utuh dalma berbagai topik. 

Ini mungkin tak lepas dari latar belakangnya yang adalah lulusan S-1 Ilmu Komunikasi di Universitas Paramadina. Sebagai informasi,  Tsamara lulus kuliah di Paramadina dalam waktu 3,5 tahun dengan nilai A, dan kabarnya ditawari beasiswa di Amerika.

Gambaran profil Tsamara memang tepat berpadu dengan keinginan Jokowi yang ingin mengangkat sosok muda untuk menyambut tantangan global ke depan. 

Jokowi akan membangun generasi menteri  baru yang dapat memahami kebutuhan generasi milenial, sekaligus mampu membawa Indonesia bersaing di era digital.

Kabar yang menguat, jika jadi menteri, Tsamara akan didaulat menjadi Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora).

Melihat jejak-jejak ini, Tsamara nampaknya akan melenggang mulus menjadi menteri, adakah hal yang dapat menjegalnya?

Dari kacamata politik apa saja dapat terjadi, lagian kriteria-kriteria yang diberikan Jokowi untuk semua calon menteri memang terkesan formal seperti memiliki kemampuan manajerial dan eksekusi program, namun publik mungkin sedikit lupa, bahwa menteri juga adalah jabatan politis.

Ketika menjadi sebuah jabatan politik, para menteri mau muda atau senior tetap harus memiliki kekuatan yang cukup penting yaitu kemampuan penetrasi ke dalam kekuatan politik yang ada sekaligus memiliki resistensi yang cukup kuat menghadapi tekanan dari luar.

Bagaimana dengan Tsamara? Perlu diingat bahwa dalam sistim presidensial-multipartai ini dengan pos kabinet yang sudah dibagi menjadi 55 persen profesional dan 45 persen partai,  maka saling sodor kader potensial dan bahkan saling sikut akan terjadi, sehingga back up bagi Tsamara adalah faktor yang dianggap penting dan perlu.

Meskipun PSI dimana Tsamara berasala dinilai sebagai Partai yang cukup idealis dan pintar sehingga dianggap cocok menjadi jembatan bagi anak muda sebagai generasi emas Indonesia, tetapi masih diragukan untuk memback up.

Ada beberapa dua alasan yang dapat diketengahkan. Pertama, kenyataan bahwa PSI yang gagal ke Senayan karena tidak cukup melewati ambang batas parlemen.  Padahal, kekuatan dan dukungan dari Parlementer dianggap signifikan untuk membantu eksekusi program dari pemerintah atau dari seorang menteri.

Kedua, PSI yang tak ragu untuk berseberangan dengan partai lan demi idealisme. Tidak jarang kita lihat, PSI berani berseberangan memanfaatkan isu-isu yang cukup sensitif bagi publik. 

Hanya persoalannya, harga yang harus dibayar PSI adalah dijauhi rekan maupun kawan. Apalagi, secara parlementer,kekuatan PSI dapat dikatakan hampir tidak ada.

Lalu apa yang dapat kita harapkan untuk menjaga Tsamara? Jokowi mesti memikirkan dan mendesain sedemikian rupa sehingga kekuatan politik di belakangnya dapat memback up Tsamara atau siapapun tokoh muda yang akan menjadi menteri, tanpa itu maka faktor non teknis akan berpengaruh pada kinerja para menteri muda ini.

Sebagai contoh untuk kasus ini adalah Anies Baswedan kala menjadi menteri, Beberapa pengamat mengganggap Anies tidak tahan menahan tekanan politik yang begitu tinggi karena saat tiu tidak memiliki sokongan yagn cukup, diperburuk  dengan sorotan terhadap beberapa titik kelemahan kinerjanya. Anies harus terlempar dari kabinet lalu.

Kita tentu tidak mau figur sekuat dan sebagus Tsamara atau menteri muda lainnya pada akhirnya akan keteteran karena faktor yang sama.  Mungkin karena itu jugalah, Jokowi sedang berusaha sebanyak mungkin menggandeng sebanyak mungkin partai, sehingga para menteri baru, muda dan potensial dapat nyaman ketika bekerja.

Kita lihat saja nanti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun