Langkah Menteri Keuangan  Sri Mulyani menjadi menteri dalam Kabinet Jokowi jilid II seperti mendapat angin keras. Ialah partai pendukung pemerintah sendiri, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang tiba-tiba mengeluarkan pernyataan kontraproduktif bagi bertahannya Sri Mulyani di Kabinet nanti.
Dalam seminggu saja, paling tidak ada dua politisi PDIP yang bersuara menolak Sri Mulyani, yaitu  politisi Effendi Simbolon dan Sekretaris Bidang Pendidikan dan Pelatihan DPP PDIP Eva Kusuma Sundari.
Ada apa sebenarnya? Di atas permukaan yang nampak adalah baik Effendi dan Eva menyorot kinerja Sri Mulyani selama ini. Â Effendi bahkan menilai wacana mempertahankan Sri Mulyani sangat tidak tepat dan sangat memprihatinkan.
"Tim ekonomi masih mau dipertahankan. Waduuh... Ini kepentingan yang punya uang saja diperhatikan, Eropa, Amerika, dan Singapura sana. Mempertahankan Sri Mulyani sama saja kita mempertahankan kita di bawah belenggunya rentenir itu. Itu harus di bongkar. Kita bongkar dia kok di zaman SBY," kata Effendi, Kamis (15/8/2019).
Sebelumnya, wacana menjadi menteri  juga dikomentari oleh Eva Sundari, meski dengan  catatan yang lebih lembut  untuk Sri Mulyani.
"Menurutku Bu Sri Mulyani sudah bagus, tapi kurang prorakyatnya itu loh yang kurang. Masak UMKM dikasih pajak, terus wong-wong cilik dikasih pajak. Jadi problem kita adalah kinerja beliau di bidang fiskal, terutama pajak ya karena tidak bisa sampai kepada target," ujar Eva, kepada wartawan, Kamis (15/8/2019) malam.
Dapat disimpulkan dari komentar Effendi dan Eva, Sri Mulyani dianggap bukanlah profil yang terbaik untuk menjadi Menteri Keuangan karena selain dianggap memikul beban sejarah, juga dianggap tidak pro rakyat.
Apakah benar demikian? Ini dapat diperdebatkan, karena menurut pengamatan publik, Sri Mulyani adalah sosok menteri yang dianggap berhasil.Â
Secara kinerja, apa yang dilakukan wanita yang meraih gelar Master dan Doctor di bidang ekonomi dari University Illinois at Urbana-Champaign pada 1992 ini patut diapresiasi.
Sri Mulyani dianggap tegas dalam memberantas korupsi dan mereformasi birokrasi di Kemenkeu, dan juga dapat menjaga stabilitas perekonomian Indonesia di tengah disrupsi atau krisis ekonomi dunia (antara lain akibat perang ekonomi AS-Cina serta krisis ekonomi di Eropa).
Selain itu, catatan positifnya ditambah dengan keberhasilan pengembalian saham PT Freeport Indonesia ke pemerintah dan penerimaan negara yang melampaui target. Â
Semuanya dilengkapi dengan prestasinya sebagai Finance Minister of the Year 2019 Global and the Asia Pacific. Gelar yang melengkapi prestasi sejenis,  seperti  dianugerahi Menteri Keuangan terbaik Asia untuk tahun 2006 oleh Emerging Markets pada 18 September 2006 dan terpilih sebagai wanita paling berpengaruh ke-23 di dunia versi majalah Forbes tahun 2008 dan wanita paling berpengaruh ke-2 di Indonesia versi majalah Globe Asia bulan Oktober 2007.
Strategi PDIP?
Mari kita berpikir di luar pemukaan, ada apa dengan penolakan PDIP Â terhadap Sri Mulyani ini, apakah PDIP sedang memainkan strategi tertentu ? Secara politik, tentu saja ada.
Ada sebuah konsep menarik yang disebut sebagai logic and languange Konsep ini menyebutkan bahwa seringkali bahasa mempunyai tujuan yang sangat banyak ketika digunakan untuk menyampaikan informasi tertentu. Sebuah pernyataan tertentu bisa jadi hanya bersifat menjelaskan sesuatu. Namun, ia juga bisa bertujuan untuk mengajak orang melakukan hal-hal tertentu tergantung konteks dan cara penyampainnya.
Ada dua kemungkinan untuk melihat ini. Pertama, sektor Keuangan dan Perekonomian di wilayah Sri Mulyani adalah sektor yang seksi sekarang dan menjadi incaran banyak partai, salah satu yang isunya sedang membesar adalah keingingan Gerindra untuk menguasai sektor ini sebagai kompensansi rekonsiliasi.
Persoalannya adalah bagaimana caranya membuka jalan untuk menguasai sektor ini sekaligus memberikan tempat untuk Gerindra sebagai bentuk rekonsiliasi antara PDIP dan Gerindra? Salah satunya adalah membuat profil Sri Mulyani kembali terlihat buruk.
Harus diakui, tidak banyak sosok yang dapat menyamai Sri Mulyani minimimal dari pengalaman dan prestasi, sehingga memaksa Sri Mulyani lengser dan digantikan profil lain apalagi dari Gerindra bukanlah suatu hal yang mudah, kecuali memperlihatkan hal yang buruk.
Kedua, sebaliknya PDIP memang sedang memperkuat posisi Sri Mulyani di dalam kabinet. Membuka ruang perdebatan tentang Sri Mulyani, membuat publik juga akan dibukakan tentang prestasi dan keberhasilan dari seorang Sri Mulyani.
Meskipun bukan orang partai, Sri Mulyani terkenal dekat dengan Jokowi dan Megawati, artinya membiarkan Sri Mulyani tetap di posisinya, secara tidak langsung memperkuat posisi Jokowi dan juga Megawawati atau PDIP, sekaligus menghalau niat partai lain untuk melirik posisi yang amat penting.
Kita tunggu saja, bagaimana strategi ini terus akan dimainkan oleh PDIP, sambil mengingat bahwa menuju Oktober nanti apapun dapat terjadi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI