Minta maaf, dengan segenap konsekuensinya, harusnya mudah dilakukan oleh siapapun yang belum beku.- Sudjiwo Tedjo
Situasi di Manokwari dan Jayapura dan Suabaya sudah tenang. Kita berharap kedamaian ini akan terus bertahan, meskipun memang harus ada yang masih perlu diselesaikan dan dibenahi baik di Surabaya, Malang dan di Papua.
Salah satu poin positif yang dilihat dari peristiwa ini adalah bagaimana konflik ini diselesaikan. Saya pikir salah satu peristiwa  yang menyejukan adalah ketika kedua tokoh atau pimpinan daerah di Jatim,  Gubernur Jawa Timur,  Khofifah Indar Parawansa dan Walikota Surabaya, Tri Rismaharini  (Bu Risma) menyatakan maaf untuk perselisihan yang terjadi.
Suara Khofifah bergetar saat ditemui di RS Bhayangkara Polda Jatim, Jalan Ahmad Yani Surabaya, Senin (19/8/2019). Khofifah mungkin tidak menyangka bahwa peristiwa di Asrama Mahasiswa di Jl. Kalasan akhirnya membesar dan merambat hingga ke Malang dan Papua.
"Teman-teman semua ini antara lain yang terkonfirmasi ke beberapa elemen kemudian menimbulkan sensitivitas adalah kalimat-kalimat yang kurang sepantasnya terucap. Saya ingin menyampaikan bahwa itu sifatnya personal itu tidak mewakili masyarakat Jatim," kata Khofifah memulai.
"Oleh karena itu saya ingin menyampaikan permohonan maaf atas nama masyarakat Jatim. Sekali lagi itu tidak mewakili masyarakat Jatim," imbuh Khofifah.
Permintaan maaf Khofifah begitu jelasnya. Ada elemen masyarakat yang melukai perasaan mahasiswa dan bahkan Papua oleh karena itu sebagai seorang kepala daerah, Khofifah meminta maaf.
Senada dengan Khofifah, Bu Risma juga mengucapkan maaf. "Saya pikir itu tidak perlu saya, sekali lagi kalau memang itu ada kesalahan di kami di Surabaya, saya mohon maaf, tapi tidak benar kalau kami dengan sengaja mengusir, tidak ada itu," kata Risma di kantor DPP PDIP, Jl Diponegoro, Jakarta Pusat, Senin (19/8/2019).
"Jadi saya imbau ayolah jangan kita merasa diri kita lebih tinggi dibandingkan dari yang lain, tidak ada itu, di mata Tuhan semua sama siapa pun kita dari manapun asal kita," tambah Risma, memberi nasihat.
Kedua pemimpin wanita ini menunjukan contoh yang baik, contoh yang baik bagi negara ini, contoh yang menunjukan bagaimana perbedaan, perselisihan mulai untuk diselesaikan.
Risma dan Khofifah tentu memiliki alasan untuk itu, bagi seorang Risma Papua bukan saja adalah saudara seIndonesia tetapi Risma menunjukan bahwa dirinya memang dekat dengan masyarakat Papua, sehingga tidak mungkin mengijinkan pengusiran mahasiswa Papua di daerahnya.
"Kalau ada kabar anak Papua diusir di Surabaya, itu tidak betul. Tidak benar kalau ada pengusiran itu," kata Risma usai pelantikan dirinya sebagai Ketua DPP PDI Perjuangan di Kantor DPP PDIP, Jakarta, Senin (17/8/19).
Risma juga mengatakan sejumlah pegawai di instansinya juga berasal dari Papua. "Kabag Humas saya dari Papua, beberapa camat dan pejabat saya juga dari Papua. Saya juga diangkat warga Papua jadi Mama Papua. Jadi pengusiran itu tidak benar," tegas Risma.
Khofifah juga demikian, dalam wawancara di salah satu stasiun televisi, tokoh Papua, Lenis Kayoga meyebut Khofifah juga sebagai "mama" Papua. Bagi Lenis, Khofifah sering mengunjungi Papua dan tahu kondisi Papua.
***
Pernyataan  dalam bentuk kata maaf mungkin dirasa tidak mengubah hal-hal substansial, namun memilih bersikap untuk meminta maaf adalah langkah terbaik untuk merubah sesuatu menuju hal yang  lebih baik.
Oleh karena itu, dalam bingkai Indonesia, saya amat mengapresiasi apa yang dilakukan para pemimpin kita ini, dan juga sedikit ragu bahwa pemimpin yang lain melakukan hal yang serupa.
Mengapa demikian? Pengotak-kotakan terjadi dan kerap ditunggangi oleh kepentingan politik sesaat, itulah yang memperuncing perbedaan, padahal perbedaan seharusnya ditinggalkan dan persamaan menjadi pandu.
Inilah yang menciptakan dan memperbesar ego di antara masyarakat kita. Â Ketika ego itu semakin besar, maka perselisihan akan kerap terjadi.
Soal ego dan permintaan maaf, saya teringat  akan apa yang pernah dituliskan oleh Fiersa Basari seperti ini.
"Ketika kesetiaan menjadi barang mahal. Ketika kata maaf terlalu sulit untuk diucap. Ego siapa yang sedang kita beri makan?" Ego siapa yang kita beri makan disini, untuk Indonesia, tinggalkan itu semua.
Untuk sahabat setanah airku dari Papua, meskipun masih sulit mari saling memafkan seperti yang dikatakan Jokowi.
 "Jadi, saudara-saudaraku. Pace, mace, mama-mama di Papua, di Papua Barat, saya tahu ada ketersinggungan. Oleh sebab itu, sebagai saudara sebangsa dan se-Tanah Air, yang paling baik adalah saling memaafkan," kata Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (19/8/2019).
"Emosi itu boleh, tetapi memaafkan itu lebih baik. Sabar itu juga lebih baik," ucap Jokowi lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H