Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Badai NET TV: Program The Comment Tamat dan Cerita Honor Pong Harjatmo yang Sempat Tidak Terbayar

18 Agustus 2019   18:50 Diperbarui: 18 Agustus 2019   18:57 819
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

NET TV harus diakui memang sedang mengalami krisis. Bola panas isu ini terus bergulir dan semakin panas. Rencana Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara massal yang sempat ditepis dengan mengatakan ada restrategi dan efesiensi pun tidak mampu menahan kenyataan bahwa roda NET TV memang sedang macet dan mungkinsebentar lagi benar-benar akan berhenti.

Satu-persatu, peristiwa secara internal maupun eksternal bahkan seperti mengiyakan bahwa NET TV sedang menuju kebangkrutan.

Kamis kemarin, program yang sudah lama mengudara yakni sekitar enam tahun,  "The Comment" resmi diberhentikan. Program yang tayang sejak 27 Mei 2013 ini harus memasuki episode terakhir pada hari ini, Kamis (15/8/2019).

Program yang tayang setiap hari Senin hingga Jumat pukul 23.00 WIB dan dibawakan oleh presenter yang populer Prambors FM lewat acaranya The Dandees,  Danang dan Darto padahal telah menarik perhatian pemirsa dengan ide kreatif yang tergolong baru di dunia pertelevisian nasional.

Selain memiliki kekuatan dari Danang dan Darto yang piawai membawakan program dengan gaya khasnya yang kocak, program ini juga berusaha up to date dengan mengomentari video, footage, gambar, foto, isu yang sedang hangat diperbincangkan di media sosial.

Melalui melalui akun istagram resmi program The Comment, @thecomment admin akun Instagram menuliskan "Terima Kasih Commenters, Kami Beneran Pamit".

Secara eksternal, seperti diberitakan Kompas.com pada 8 Agustus 2019,  aktor lawas Pong Harjatmo bercerita bahwa dirinya sempat kebingungan untuk menagih honor atas syuting program The East yang tayang di NET TV beberapa bulan lalu.

Menurut Pong, memang secara jumlah, nominalnya tak besar, cuma Rp 5 juta. Hanya Pong cukup  heran kenapa pembayaran dari perusahaan sebesar NET TV bisa lama sekali. Apalagi menurut Pong, cerita laing mengatakan bahwa ia mendengar banyak artis yang mengalami nasib serupa.

Pong bahkan sempat ingin menyewa pengacara karena merasa telah tertipu, namun tak lama sesudah melakukan komunikasi akhirnya honor tersebut  cair sehingga Pong pun batal memperkarakannya.

Sayang sekali hal ini harus terjadi pada NET TV, stasiun TV yang harus diakui telah memberikan warna segar bagi dunia televisi nasional dengan tayangan yang bermutu dan berkelas bagi pemirsa.

Meski perlu menunggu lagi untuk melihat bagaimana nasib NET TV, namun terseok-seoknya stasiun yang didirikan oleh Wishnutama ini  diperkirakan disebabkan karena tren digital yang meroket tajam.

Hak itu dikatakan oleh praktisi bisnis yang juga Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI), Rhenald Kasali.

Kasali mengatakan bahwa bisnis pertelevisian sedang berat-beratnya menghadapi inovasi industri digital. "Industri pertelevisian tengah memasuki fase yang sangat berat. Model bisnis televisi yang kita kenal tiba-tiba dihadang oleh model baru," kata Kasali.

Lambat laun, media televisi digeser oleh pendatang baru seperti Youtube dan Netflix, serta semacamnya mampu memberikan konten yang sama dengan televisi namun mampu diakses masyarkat dengan mudah.

Padahal di lain sisi, biaya produksi televisi konvensional seperti NET  lebih mahal karena harus memproduksi program yang bisa ditayangkan selama 24 jam.

Penelitian lembaga rating AC Nielsen juga mendukung pernyataan Kasali karena dari data waktu yang dihabiskan konsumen Indonesia untuk media digital pun meningkat dalam tiga tahun terakhir. Dari rata-rata 2 jam 26 menit menjadi 3 jam 20 menit per hari.

Sementara waktu yang dihabiskan untuk media TV tidak bertambah, dari 4 jam 54 menit menjadi hanya 4 jam 59 menit pada periode yang sama.

"Jelas bahwa digital mulai mengejar TV, dan digital dipandang sebagai pendatang baru yang 'seksi' dalam media mix," kata Managing Director Media Nielsen Global, Matt O'Grady.

Ada solusi yang dapat dilakukan oleh NET TV dengan mengingkari idealisme jargon "Televisi Masa Kini" dengan mengganti beberapa acaranya meski terkesan menjadi tidak bermutu.

Sulitnya bagi NET TV pilihan itu pun tidak mudah, karena stasiun televisi lain sudag mengambil pangsa pasar tersebut sebelumnya, sehingga butuh waktu lagi bagi NET untuk berbenah.

Semoga badai di NET TV cepat berlalu, dan semoga tidak akan benar-benar bangkrut. Pemirsa mungkin berharap efisiensi dapat dilakukan, sambil menunggu NET dapat kemabli sehat dan dapat menyuguhkan program yagn kreatif, bermutu dan berkualitas.

Sumber : 1

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun