Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

KPI di Antara Hina dan Puji: Mandikan Sapi, Bikini Doraemon hingga Pilpres 2019

15 Agustus 2019   11:11 Diperbarui: 15 Agustus 2019   12:19 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Logo KPI Pusat, Netflix, YouTube I Gambar : Kompas.com

Komisi Penyiaran Indonesia ( KPI) dipastikan belum memiliki wewenang untuk mengawasi konten di platform streaming, misalnya Netflix dan YouTube.  Hal penting itu langsung disampaikan oleh Direktur Penyiaran Kementerian Komunikasi dan Informatika Geryantika Kurnia.

Dilansir dari Kompas.com, Geryantika mengatakan, kewenangan seperti itu belum diatur di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.

"Sebenarnya secara peraturan undang-undang, KPI itu tugasnya adalah melihat atau memonitoring free to air, seperti tv-tv gitu ya. Aturan mainnya (untuk platform streaming) itu belum ada," ujar Geryantika di Gedung Ombudsman RI, Jakarta Selatan, Senin (12/8/2019).

Sebenarnya KPI berniat baik dengan mewacanakan untuk mengawasi konten-konten dari media semisal YouTube, Facebook, Netflix dan media lain, akan tetapi persoalannya menjadi kompleks ketika bicara tentang hak konsumen utuk menikmati konten berbayar hingga kinerja KPI ketika melakukan pengawasan.

Ini dapat diartikan bahwa publik seperti sudah "gerah" dengan apa yang dilakukan oleh KPI, KPI sering membuat wacana atau keputusan namun hanya terkesan heboh namun tidak populer dan tepat sasaran.

Soal ini, dapat dikatakan KPI seperti berada di antara hina dan puji.

Publik rasanya akan ingat betul dengan beberapa hal yang sempat "dituduhkan" dilakukan oleh KPI. Pada 2015 lalu, Sandy Cheeks, tokoh berwujud tupai perempuan dalam kartun anak-anak Sponge Bob, di-blur bagian tubuhnya karena mengenakan bikini.

Scene tersebut terdapat ketika Sandy si tupai humanoid mengenakan baju astronot mutakhir, terpaksan mengenakan bikini ketika bulu-bulunya rontok karena ulah temannya. Publik pun heboh, karena merasa blur mengganggu pandangan dan waja, dan bukankah tupai itu memang aslinya tidak berbaju apalagi berbikini.

Serupa dengan Sandy, Suzuka tokoh teman perempuan Nobita di Doraemon pernah menjadi korban, Adegan kala itu menampilkan tokoh Shizuka mengenakan baju renang, bukan bikini, tetapi seperti daster panjang hingga ke paha. Aneh, karena pada tahun 90an, adegan Shizuka mandi yang mirip seperti itu tidak pernah disensor.

Saol bikini, berpindah ketika  jejaring sosial Facebook dan Twitter menjadi heboh ketika adegan di salah satu acara ketika seorang anak yang sedang belajar memandikan sapi disensor juga oleh pihak stasiun TV.

Kejadian-kejadian yang membuat penikmat siaran televisi hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala atau bahkan tertawa terpingkal-pingkal

KPI memang pernah mengonfirmasi bahwa hal itu tidak langsung dilakukan oleh KPI. PAda awal 2016, KPI merasa perlu menjelaskan bahwa tdak pernah meminta utnuk melakukan blur atau pengaburan gambar animasi seperti itu.

Meskipun sensor atau pemotongan gambar dilakukan oleh lembaga sensor film, namun dalma prosesnya lembaga penyiaran memiliki kewenangan untuk melakukan quality control (QC) berupa editing atau pengaburan jika ada yang dianggap tak layak tayang.

KPI juga menjelaskan kriteria gambar-gambar yang harus disensor, kata dia, di antaranya jika gambarnya memperlihatkan bagian tubuh yang tidak pantas, khususnya perempuan dewasa. Selain tentunya gambar kekerasan dan sadisme

Jika kita berkaca dari beberapa hal yang terjadi, aturan KPI memang sudah jelas, hanya sayang penafsirannya terkadang nyeleneh, bisa saja ini berkaitan dengan kualitas SDM yang dimiliki.

Diluar permasalahan bikini dan mandikan sapi, KPI patut dipuji untuk beberapa hal. KPI pernah "membredel" beberapa acara televisi yang memang dianggap tidak edukatif, selain itu Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia(RI) pada Juni 2018 juga memberikan apresiasi terhadap kinerja Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) terutama dalam pengawasan siaran dan kampanye Pemilihan Kepala Daerah (Pemilukada) 2018 di lembaga penyiaran.

Sedangkan pada Pilpres kemarin, KPI berani memberikan himbauan dan teguran kepada staisun-stasiun televisi yang telah melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS) yaitu perlindungan kepentingan publik dan netralitas isi program siaran jurnalistik.

Kembali ke soal wacana Netflix dan Youtube. KPI sebagai lembaga memang sangat bermanfaat untuk kualitas siaran dari media di Indonesia, akan tetapi KPI perlu lebih cermat untuk memutuskan jika hal itu tidak diimbangi dengan kemampuan memahami persoalan, akibatnya KPI terkesan overlapping atau melebihi kewenangan.

Hal ini disampaikan oleh pengamat sosial Maman Suherman, atau akrab disapa dengan Kang Maman, menganggap Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) tidak berhak mengawasi Netflix dan YouTube.

"KPI itu amanatnya mengawasi televisi dan radio frekuensi publik. Di (ranah) situ, bukan di (ranah) broadband seperti Netflix dan YouTube," kata Maman di Gedung Museum Nasional Jakarta, Senin (12/8/19).

Artinya, KPI harus berani mengoreksi diri untuk terus berbenah sehingga keputusan yang diambil tidak membuat heboh atau ketidaknyamanan di tengah publik.

Sumber : 1 - 2 - 3 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun