Sudah lama tak ikut bicara saat peta perpolitikan sedang berubah, Wakil Ketua Umum (Waketum) Gerindra, Arief Poyuono mulai ikut mengemukakan pendapatnya. Arief nampak tak bisa menahan hasratnya untuk ikut mengomentari poros Teuku Umar dan Kertanegara yang semakin menguat.
Ada tiga poin yang dikatakan Arief dalam pernyataannya.
Pertama,  Arief menyebut akan ada sejumlah pihak yang bakal kurang bahagia atas terwujudnya poros Teuku Umar dan Kertanegara. Arief  bahkan mengatakan bahwa terbentuknya poros Teuku Umar - Kertanegara akan memancing terbentuknya poros baru.  Â
"Bisa menyebabkan terbentuknya poros baru yang kurang begitu happy dengan pertemuan poros Kertanegara dan Teuku Umar. Jika poros baru terbentuk dari 7 parpol di luar PDIP dan Gerindra, maka mereka bisa melakukan posisi tawar yang lebih besar dan kuat kepada Joko Widodo nantinya dan poros Teuku Umar-Kertanegara bisa berantakan," kata Poyuono kepada wartawan, Sabtu (10/8/2019).
Kedua, Arief Poyuono mengatakan bahwa kekuatan SBY, yang terlihat seperti masih diam, akan sangat berpengaruh dalam peta perpolitikan ke depan. Konstelasi politik, disebut Poyuono, bisa berubah jika SBY sudah kembali ke politik secara penuh setelah dirundung duka.
"Jangan anggap enteng SBY loh. Kalau sudah bangun dari kesedihannya dan melakukan konsolidasi politik, maka peta politik bisa berubah semua. Jadi ini harus jadi pertimbangan juga loh dan tidak boleh terlena. Apalagi Joko Widodo sangat membutuhkan dukungan politik penuh untuk menuntaskan program-program agar sukses di periode kedua," ujar Arief Poyuono.
Ketiga, Arief Poyuono juga menyebut tentang kekuatan tiga jenderal yang disebutnya sebagai pengatur kekuasaan di Indonesia. Ketiga jenderal itu adalah Ketum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono, Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, dan mantan Kepala BIN AM Hendropriyono.
"Belum lagi SBY dengan di luar kekuatan parpol pun juga punya kedekatan, misal SBY-LBP- Hendropriyono, yang bisa disebut three musketeers general pengatur kekuasaan di republik ini," ujar Arief.
***
Sungguh menarik apa yang dikatakan oleh politisi yang terkenal saat kampanye pilpres dengan perdebatannya alot dan kocak dengan politisi PDIP Adian Napitupulu ini.
Arief seperti mencoba membedah kondisi perpolitikan yang terjadi sekarang dari kacamatanya sendiri, meskipun seperti yang terlihat politik amatlah cair dan sulit ditebak dan diperhitungkan secara matematis.
Mari kita lihat satu persatu, dengan beberapa pertanyaan kunci. Pertama, benarkah poros baru akan terbentuk?
Sebenarnya, soal ini dapat terbaca dari respon beberapa rekan koalisi Jokowi yang seperti mulai menjaga jarak dan mengatur jalannya dalam rencana A, B, C dan seterusnya pasca pertemuan Mega dan Prabowo.
Salah satu contohnya Nasdem yang bergerak cepat mendekati Anies Baswedan, dengan proyeksi 2024, meski dari sisi logika politik, seharusnya dapat dibicarakan bersama partai lain termasuk PDIP. Â Ada kemungkinan, Nasdem sedang memainkan posisi tawar disini.
Akan tetapi soal poros baru, sepertinya Arief masih terlalu jauh, patut diduga Arief mulai memunculkan opini untuk mempengaruhi respon dari berbagai pihak, karena jelas ada kebingungan dari kedua pihak baik itu rekan koalisi Jokowi maupun koalisi Prabowo melihat pergerakan Teuku Umar-Kertanegara ini.
Kedua, apa maksud Arief menyinggung SBY? Pernyataan Arief tentu saja tidak bisa dilepaskan dari intensnya pertemuan PDIP dan Gerindra melalui pendekatan Jokowi-Mega-Prabowo tanpa melibatkan Demokrat. Akibatnya gerak AHY yang sempat lebih dahulu mendekat agak sedikit tertahan.
Arief masih terlalu prematur untuk menilai ini. Selama belum mencapai Oktober, belum ada posisi yang pasti meski Teuku Umar-Kertanegara tampak mesra. Keramah-tamahan politik kita, seringkali tidak linear dengan apa yang akan terlihat ke depan. Megawati tentu akan selalu mengingat safari AHY bersama keluarga saat Idul Fitri, meski masih dirundung duku. Kita lihat saja nanti.
Ketiga, mengapa three musketeers general disebut-sebut Arief? Mencocokan SBY dengan LBP dan Hendropriyono seakan-akan seperti membuat jarak semakin jauh ketika Jokowi dan Mega merapat ke Prabowo. Â
Disain Teuku Umar-Kertanegara tentu saja melibatkan LBP dan Hendropriyono yang selama ini dipercayai oleh Jokowi. Artinya, mengkotak-kotakan three musketeers, seperti dipaksakan karena, sebenarnya tidak berpengaruh dalam memprediksi langkah politik Jokowi ke depan.
Pertanyaan terakhir adalah apa maksud Arief Poyuono dengan pernyataan ini. Patut diduga, langkah politik Prabowo belum bisa diterima Gerindra sebagai sebuah partai, masih ada pro kontra disana, menjadi oposisi atau bergabung dengan pemerintah.
Arief seperti mewakili kebingungan yang ada, para pejuang militan di masa kampanye seperti Arief tentu akan menyiapkan narasi yang dipastikan cukup tebal mendukung manuver yang berubah 180 derajat dari Prabowo. Kecuali, Arief dengan jelas mengatakan tidak mendukung apa yang dilakukan Ketua Umumnya tersebut.Â
Kita tunggu saja perkembangannya.
Sumber : 1
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H