Mari kita lihat satu persatu, dengan beberapa pertanyaan kunci. Pertama, benarkah poros baru akan terbentuk?
Sebenarnya, soal ini dapat terbaca dari respon beberapa rekan koalisi Jokowi yang seperti mulai menjaga jarak dan mengatur jalannya dalam rencana A, B, C dan seterusnya pasca pertemuan Mega dan Prabowo.
Salah satu contohnya Nasdem yang bergerak cepat mendekati Anies Baswedan, dengan proyeksi 2024, meski dari sisi logika politik, seharusnya dapat dibicarakan bersama partai lain termasuk PDIP. Â Ada kemungkinan, Nasdem sedang memainkan posisi tawar disini.
Akan tetapi soal poros baru, sepertinya Arief masih terlalu jauh, patut diduga Arief mulai memunculkan opini untuk mempengaruhi respon dari berbagai pihak, karena jelas ada kebingungan dari kedua pihak baik itu rekan koalisi Jokowi maupun koalisi Prabowo melihat pergerakan Teuku Umar-Kertanegara ini.
Kedua, apa maksud Arief menyinggung SBY? Pernyataan Arief tentu saja tidak bisa dilepaskan dari intensnya pertemuan PDIP dan Gerindra melalui pendekatan Jokowi-Mega-Prabowo tanpa melibatkan Demokrat. Akibatnya gerak AHY yang sempat lebih dahulu mendekat agak sedikit tertahan.
Arief masih terlalu prematur untuk menilai ini. Selama belum mencapai Oktober, belum ada posisi yang pasti meski Teuku Umar-Kertanegara tampak mesra. Keramah-tamahan politik kita, seringkali tidak linear dengan apa yang akan terlihat ke depan. Megawati tentu akan selalu mengingat safari AHY bersama keluarga saat Idul Fitri, meski masih dirundung duku. Kita lihat saja nanti.
Ketiga, mengapa three musketeers general disebut-sebut Arief? Mencocokan SBY dengan LBP dan Hendropriyono seakan-akan seperti membuat jarak semakin jauh ketika Jokowi dan Mega merapat ke Prabowo. Â
Disain Teuku Umar-Kertanegara tentu saja melibatkan LBP dan Hendropriyono yang selama ini dipercayai oleh Jokowi. Artinya, mengkotak-kotakan three musketeers, seperti dipaksakan karena, sebenarnya tidak berpengaruh dalam memprediksi langkah politik Jokowi ke depan.
Pertanyaan terakhir adalah apa maksud Arief Poyuono dengan pernyataan ini. Patut diduga, langkah politik Prabowo belum bisa diterima Gerindra sebagai sebuah partai, masih ada pro kontra disana, menjadi oposisi atau bergabung dengan pemerintah.
Arief seperti mewakili kebingungan yang ada, para pejuang militan di masa kampanye seperti Arief tentu akan menyiapkan narasi yang dipastikan cukup tebal mendukung manuver yang berubah 180 derajat dari Prabowo. Kecuali, Arief dengan jelas mengatakan tidak mendukung apa yang dilakukan Ketua Umumnya tersebut.Â
Kita tunggu saja perkembangannya.