Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Jokowi Perlu Belajar dari Pemecatan Igor Gavidia

7 Agustus 2019   07:56 Diperbarui: 7 Agustus 2019   08:03 845
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Peristiwa black out yang melanda Jakarta dan sebagian Jawa sudah masuk tahap "pemulihan". Pemulihan terhadap pokok masalah teknis yaitu perbaikan dari turbin atau transmisi yang bermasalah dan pemulihan tentang kompensansi kerugian pelanggan.

Akan tetapi jika kita telisik lebih jauh, publik tentu menunggu lebih dari itu, yaitu  jiwa besar dari pihak yang dianggap bertanggungjawab dalam level yang lebih tinggi seperti  menteri BUMN dan ESDM.

Seperti "menyambar" isu ini, berita tentang mundurnya  para pejabat yang berkaitan dengan listrik dari berbagai negara memenuhi berita di berbagai media online nasional.

Sebut saja Menteri Ekonomi Taiwan Lee Chih-kung yang mengundurkan diri pada Selasa (15/8/2017), setelah terjadi pemadaman listrik besar di seluruh pulau di Taiwan dan berdampak pada 6,68 juta rumah tangga.

Di Korea pada 2011, Menteri Ekonomi Korea Selatan, Choi Joong-kyung mengundurkan diri karena listrik padam secara nasional. Sebenarnya,  pengunduran diri Choi Joong-kyung sempat disesali karena jabatan Choi Joong-kyung tidak berkaitan langsung dengan Listrik.

Di Iran, Menteri urusan Listrik Irak, Karim Waheed mengundurkan diri sebagai Menteri urusan Listrik Irak pada 17 November 2014 karena kurangnya pasokan lisrik yang sudah terjadi selama bertahun-tahun.

Dari berbagai berita pengunduran diri para pejabat karena persoalan listrik di berbagai negara ini, ada sebuah berita yang agak berbeda, bukan mengundurkan diri tetapi dipecat, kebetulan sekali berita ini cukup fresh karena baru terjadi di bulan Juni 2019.

Pada Juni 2019, Presiden Republik Venezuela, Nicolas Maduro mengumumkan perubahan kabinetnya dengan memecat menteri urusan listrik Venezuela, Igor Gavidia, saat listrik padam besar-besaran dan terjadi berkepanjangan melanda negara di Amerika Latin tersebut.

Bukan saja mengganti Gavida, Maduro melakukan terobosan besar dengan menunjuk Professor Freddy Brito sebagai menteri urusan listrik, menggantikan Igor Gavida.

Menariknya, Prof. Brito yang dibebankan pekerjaan untuk memulihkan sistem listrik nasional sebagai Menteri Daya dan Energi Listrik ternyata menjadi satu-satunya menteri dalam jajaran kabinet Maduro yang memegang gelar dari bidang sains dan teknologi. Brito adalah lulusan insinyur dari fakultas listrik Universitas Pusat Venezuela.

Ini berarti Maduro seperti membangun budaya baru di Venezuela dengan memilih menteri bukan berdasarkan kepentingan politis semata, tetapi beutl-betul berasal dari kalangan profesional. Dimulai karena black out di seantero negeri.

Publik tentu berharap Jokowi dapat mencontoh apa yang dilakukan oleh Maduro.  Persoalan listrik padam ini, sebenarnya dapat menjadi semacam peringatan atau refleksi bagi Jokowi agar bukan sekedar memikirkan pemecatan atau  penggantian menteri, tetapi juga menempatkan orang yang tepat dan profesional di posisinya.

Urgensi Zaken Kabinet Pasca Black Out

Meskipun harus dinvestigasi lebih mendalam tentang black out yang terjadi kemarin, tetapi ketepatan menempatkan orang baik di level menteri maupun di tingkat direksi BUMN menjadi salah satu yang amat penting.

Salah satu yang terpampang di media adalah kritik terhadap direksi PLN yanglebih banyak diisi oleh orang yang bukan mampu secara teknis tetapi lebih memiliki kompetensi marketing atau untuk kepentingan profit semata.

Sesuatu yang perlu dievaluasi dan tentunya diperbaiki ke depan. Bukan rahasia lagi, di level menteri, kesenjangan seperti itu juga terjadi.

Menjelang reshuffle atau pembentukan kabinet baru, peristiwa black out juga seperti mengingatkan Jokowi agar kembali  lebih serius memikirkan tentang kabinet zaken, suatu kabinet yang jajaran menterinya berasal dari kalangan ahli dan bukan representasi dari suatu partai politik tertentu.

Memang, Jokowi sudah pernah mengutarakan bahwa zaken kabinet akan terbentuk dengan prosentase menteri yang lebih besar dari kalangan ahli, meskipun Jokowi juga mencoba realistis bahwa tidak akan murni zaken  karena meskipun dianggap ahli tetapi dapat berasal dari partai politik tertentu.

Sesuatu yang tidak bisa dihindari karena kekuatan koalisi pemerintah yang semakin luas menjelang pelantikan Oktober nanti.

Artinya, peristiwa black out membuat publik menginginkan wajah baru, wajah yang lebih segar, wajah yang lepas dari kepentingan politis dan menunjukan keyakinan bahwa secara teknis dan manajerial dapat membuat perubahan.

Kita tunggu saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun