Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya memutuskan agar sidang putusan digelar lebih awal dari jadwal semula, yakni yang seyogyanya baru dilaksanakan pada Jumat (28/6). Menurut juru bicara MK Fajar Laksono, keputusan ini diambil karena  karena para hakim konstitusi sudah siap dengan putusan permohonan gugatan yang diajukan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
"Ya ini keputusan rapat permusyawaratan hakim siang tadi. Bahwa MK akan menyelenggarakan sidang pengucapan putusan pada Kamis, 27 Juni, mulai jam 12.30 WIB," ujar juru bicara MK Fajar Laksono kepada wartawan di gedung MK, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (24/6/2019).
Meskipun demikian, menurut Fajar, rapat permusyawaratan hakim (RPH) oleh sembilan hakim konstitusi tetap akan  digelar atau berlangsung hingga Rabu (26/6).
"Jadi kami pastikan bahwa RPH akan terus berlangsung sampai Rabu, sampai menjelang putusan itu diucapkan. Bahkan termasuk dengan finalisasi putusan yang akan dibacakan," tambah Fajar.
Di balik alasan formil yang diungkapkan MK dengan memajukan sidang putusan lebih awal, harus diakui bahwa putusan ini berdampak dan dapat disebut permainan cantik yang diperagakan oleh MK. Mengapa demikian, ada 2 (dua) hal yang dapat dikemukakan.
Pertama, sidang putusan yang digelar lebih awal membuat perdebatan dan bangunan narasi  dan opini yang bergulir dengan panas di luar ruang sidang dipersempit waktu dan ruangnya.
Publik saat ini terpaksa mengonsumsi berbagai perdebatan atau argumen yang  berlangsung sengit pasca sidang pembuktian selesai. Narasi dan bangunan opini terus disajikan oleh pihak yang terlibat, baik pemohon, termohon dan terkait.
Perdebatan ini, dalam batas tertentu menjadi wajar dalam tataran demokrasi, tetapi publik mungkin gerah atau lelah terlalu lama mendengar dan melihat argument atau diskusi yang lebih banyak berujung kepada perdebatan kusir. Karena itu, ada baiknya sidang keputusan dilakukan lebih cepat. Â
Kedua, sidang putusan yang digelar lebih awal  membuat rencana aksi pada Jumat, 28 Juni oleh beberapa ormas sedikit berantakan.
Berulangkali pihak MK mengatakan bahwa keputusan menggelar sidang putusan lebih awal bukan karena pertimbangan lain, tetapi karena murni pertimbangan majelis hakim, atau aspek kesiapan majelis.
Akan tetapi, tidak dapat dipungkiri, perubahan jadwal ini, membuat rencana aksi dari beberapa ormas seperti PA 212, GNPF, dan sejumlah organisasi lain yang rencananya digelar pada Jumat, 28 Juni, saat pembacaan putusan sidang sengketa Pilpres 2019 menjadi berubah.
Dari sisi demokrasi tidak ada yang salah dari unjuk rasa sebagai bagian dari demokrasi, akan tetapi berkaca pada pengalaman kerusuhan 21-22 Mei lalu, aksi massa dapat ditunggangi kepentingan perusuh.
Kemarin, Polri sudah menghimbau agar tidak ada mobilisasi massa, akan tetapi tidak sepenuhnya melarang, jika ada unjuk rasa akan diarahkan ke tempat yang lebih netral dan steril.
Publik yang setuju bahwa sidang putusan mestinya tanpa direcoki unjuk rasa atau mobilisasi massa, mungkin berharap sidang putusan dapat lebih cepat lagi.
Akan tetapi aturan mengatur bahwa sidang putusan mesti diberitahu tiga hari sebelumnya, sehingga jika diberitahu pada Senin, maka sidang putusan baru dapat dilakukan pada hari Kamis. Artinya, mobilisasi massa mungkin akan terjadi, tetapi bukan di Jumat tetapi berpindah di hari Kamis.
Publik berharap agar apapun hasil sidang putusan nantinya, semua pihak dapat menerima. Persatuan dan kesatuan bangsa harus diutamakan daripada kepentingan golongan dan pribadi. Selain itu, agenda untuk membangun bangsa sudah menunggu, jangan terlalu lama larut dalam konflik kepentingan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H