Apakah ini berarti Gerindra sudah pasti akan bergabung dengan pemerintahan Jokowi?
Jika kita cermati, sebenarnya ada tarik ulur yang dimainkan oleh berbagai pihak yang sarat kepentingan politik di dalamnya. Narasi yang sering dibangun adalah pihak Jokowi sudah beberapa kali meminta pertemuan dengan Prabowo Subianto dan elit partai di dalamnya, tetapi tertunda karena masih fokus dengan persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK).
Dalam narasi ini, kubu Prabowo masih berhitung, apakah akan memiliki kemungkinan untuk menang dalam sidang MK. Artinya akan berdampak pada siapa yang bergabung dengan siapa, bisa saja ada kebalikan yang terjadi.
Akan tetapi, di tengah narasi ini, politisi Demokrat, Jansen Sitindaon pada 22 Juni lalu dalam sebuah dialog di salah satu televisi swasta, di depan Jubir BPN Andre Rosiade, bahkan berani bertaruh untuk melihat nanti di ujung sidang MK nanti, siapa yang bergabung dengan Jokowi, Demokrat atau Gerindra.
Jansen memang terlihat emosional, karena Demokrat  dituduh telah bermain dua kaki oleh Andre Rosiade, bahkan terkesan berkhianat demi kepentingan politik untuk segera bergabung dengan Jokowi, meski seharusnya masih berjuang bersama Koalisi Adil Makmur.
Ada sebuah pertemuan menurut Jansen yang masih rahasia yaitu pertemuan antara Prabowo dengan Jusuf Kalla, Jansen "mencurigai" ada deal politik di dalamnya yang mengarah kepada langkah-langkah bergabungnya Gerindra ke Jokowi. Pertemuan yang menurut Jansen lebih tertutup daripada pertemuan AHY dan Jokowi, yang menurut Jansen belum jelas implikasi politiknya bagi Demokrat.
Apa yang dapat kita duga?
Jika benar demikian, Sidang MK dapat dikatakan hanyalah sebuah proses formal yagn harus dijalani, atau pemanis dari disain dari sebuah langkah politik yang telah dipersiapkan. Kedua pihak yang terlibat sudah menyiapkan plan A dan plan B sebelum dan sesudah sidang.
Di luar sidang, geliat dan lobi-lobi politik tetap berlangsung, malahan akan semakin intens menjelang sidang putusan MK.
Melihat suhu politik seperti ini, publik dipastikan akan disajikan deal-deal politik yang bisa saja berisi kejutan.
Jika ibaratnya sebuah transfer pemain bola, gaji yang besar, kepastian meraih gelar juara atau tampil di kompetisi paling elit adalah tawaran yang menggiurkan. Sah-sah saja, apalagi jika itu menyangkut pemain terbaik. Pindahnya Gerindra, ibarat Neymar yang bersiap berpindah lagi dari PSG ke Barcelona.