Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) akan menggelar rapat permusyaratan hakim (RPH) pada pekan depan. RPH dijadwalkan digelar pada Senin (24/6) hingga Kamis (27/6). apat ini dilakukan untuk pengambilan keputusan atas gugatan hasil Pilpres 2019 yang diajukan, Sidang pembacaan putusan atas gugatan hasil Pilpres digelar hari Jumat (28/6).
Dalam sebuah diskusi di salah satu stasiun televisi swasta dengan tajuk "Ujian 9 Hakim MK", saksi ahli tim hukum Jokowi-Ma'ruf, Prof. Edward Omar Syarief Hiariej atau kerap dipanggil "Prof. Eddy" kembali dimintai pendapat tentang apa yang akan diputuskan oleh hakim MK yang berjumlah sembilan orang tersebut.
Prof. Eddy tidak serta merta langsung menjawab tentang hasil putusan, tetapi secara perlahan-lahan Prof. Eddy kembali menjelaskan bagaimana sistimatika seorang hakim MK dalam memutuskan sebuah perkara.
Prof. Eddy memulainya dengan menjelaskan bahwa ketika sidang itu sudah ditutup dalam konteks pembuktian maka hakim atau kesembilan orang majelis yang mulia  sudah merasa mendapatkan bukti yang cukup dan tinggal memutuskan menerima atau menolak gugatan dari pihak pemohon atau pihak Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Hakim itu independen dan imparsial, sebuah persoalan diputuskan berdasarkan alat bukti dan keyakinan. Orang yang mendalilkan harus dapat membuktikan. Publik tentu ingat persis tentang apa yang dikatakan oleh Prof. Eddy dalam sidang kemarin bahwa "bukti harus seterang cahaya".
Dalam dialog ini, Prof. Eddy juga kembali menjelaskan bahwa kualitas keputusan dari majelis hakim tidak tergantung dari persoalan yang dicoba diangkat oleh pihak tim hukum pemohon bahwa sidang berlangsung dalam waktu yang terbatas atau disebut dengan istilah speedy trial.
Prof. Eddy kembali menegaskan bahwa inti dari pengadilan adalah pembuktian. Prof. Eddy lebih lanjut memberi contoh kasus hukum di Vietnam, yang menghukum Lee Duc Tho dalam peristiwa Killing Field, yang dihukum dan diputuskan karena melakukan kejahatan terstruktur, sistimatis dan masif (TSM) dengan waktu sidang kurang dari dua minggu dengan saksi hanya berjumlah sepuluh orang.
Menyimak pendapat Prof. Eddy ini, tersirat bahwa Prof. Eddy dan mungkin juga kebanyakan publik yang menyaksikan sidang kemarin setuju bahwa kesaksian dan bukti yang diberikan oleh pihak pemohon, tim hukum Prabowo-Sandiaga teramat kurang untuk membuktikan dalil-dalilnya.
Akan sangat "mustahil" melihat kualitas pembuktian seperti yang tampak dari sidang untuk menyatakan bahwa ada pelanggaran yang bersifat TSM.
Baca Juga : "Mengenal Prof. Eddy Hiariej, Saksi Ahli "Wow" dari Tim Hukum Jokowi-Ma'ruf"
BPN Masih Yakin Menang di Sidang Gugatan MK