Dalam dialog Prime Talk di Metro TV tadi malam, Neta S Pane, Ketua Presidium Indonesian Police Watch (IPW) menyebut dalang besar rusuh 21-22 Mei lalu adalah Keluarga Cendana. Â Seperti yang diketahu, istilah 'Keluarga Cendana' merujuk kepada kalangan dekat keluarga Presiden RI selama Orde Baru, Soeharto.
Neta mengawali pernyataannya dengan mengatakan bahwa dalam penyelidikan dan pengungkapan di media, pihak kepolisian baru mengungkap orang-orang lapangan, namun dalang kerusuhan belum dijelaskan secara terang benderang.
Dalam pegertiannya, dalang yang baru disentuh adalah dalang yang membiayai,  tetapi baru satu orang yaitu Habil Marati. Neta mengatakan bahwa masih ada satu orang  berinisial TS yang belum disentuh oleh pihak kepolisian.
Ketika ditanya tentang TS, Neta lantas menjelaskan bahwa TS ini adalah seorang pengusaha dan membawa puluhan massa preman dari Surabaya dan dibawa dengan diinapkan di sebuah hotel di Wahid Hasyim.
Mereka diminta untuk menimbulkan kerusuhan pada 21 Malam, dan sebagian mereka sudah ditangkap oleh Polda Metro Jaya. Neta berharap TS ini dapat diungkap dan ditangkap karena turun langsung ke lapangan.
Apakah TS ini orang yang menyuruh Habil Marati? Neta menjelaskan bahwa hal ini belum ditemukan dan Neta mengatakan bahwa jika ini diusut maka akan mengerucut dan menemukan dalang besar atau big dalang.  Menurut Neta, "Big Dalang"  atau dalang besar ini mengkordinir yang menciptakan kerusuhan dan merencanakan  pembunuhan.
Bagi Neta, di rezim orde baru penggunaan metoda itu sebuah hal yang  biasa. Ketika perisitiwa Malari dan peristiwa lapangan Banteng, preman memang sering digunakan.
Dari pernyataan-pernyataannya, Neta lantas menyebutkan bahwa off the record, Â dalang besar adalah keluarga cendana.
Neta lantas menjelaskan bahwa niat dari dalang besar hanya untuk membuat bargaining  karena tidak akan  mampu membuat chaos disebabkan karena alat yang digunakan adalah preman. Preman yang dibayar atau menggunakan alasan ekonomi untuk beraksi, akan takut kepada  pihak berwajib dan tidak mempunyai kemampuan membuat chaos.
Dari kacamata Neta, aksi 21-22 Mei terdiri dari  dua bagian, yaitu  rencana penembakan 4 tokoh dengan penangkapan  orang yang membiayai seperti Habil Marati, sedangkan dalang kerusuhan belum benar-benar disentuh.  Neta menyebut, Polisi terlalu banyak pertimbangan.
Jika kita  lihat, harus diakui tuduhan Neta adalah tuduhan serius, perlu ada bukti keras untuk membuktikan itu, dan ini harus segera disikapi oleh pihak kepolisian. Harus ada temuan lapangan yang bisa dijadikan bukti, baik itu bukti lapangan, keterangan saksi, keterangan ahli di lainnya dan dijadikan BAP.
Memang perlu sekali pendalaman, karena spekuliasi-spekulasi terus berkembang sebelum polisi secara resmi dapat menjelaskan alur aksi dan dalang dari peristiwa 22 Mei ini. Jika terbukti benar maka sekali lagi ini menguatkan tesis bahwa set back dari peristiwa kerusuhan ini adalah sesuatu yang amat serius.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H