Tim hukum Prabowo-Sandiaga, sore kemarin memasukan perbaikan permohonan gugatan hasil pilpres kepada MK. Â Meski gugatan tersebut tidak diterima MK karena sudah melewati batas waktu, namun perbaikan gugatan itu nantinya akan dijadikan lampiran untuk materi gugatan pada saat sidang.
Salah satu hal yang ditunggu dari perbaikan gugatan ini adalah janji bahwa akan ada bukti-bukti baru yang terlihat spektakuler atau dalam bahasa Ketua Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto (BW) disebut sebagai fakta "Wow".
Publik tentu menunggu apakah nanti Tim Hukum Prabowo-Sandi dapat akhirnya menemukan fakta "wow" dan dapat memutarbalikan hasil resmi KPU yang memenangkan pasangan Jokowi-Ma'ruf.
Tentu saja salah satu yang yang ditunggu adalah fakta gugatan yang berfokus pada kecurangan pada proses pemungutan suara yang akhirnya mampu membuat selisih suara sebesar 16 juta itu dianulir karena ada pelanggaran yang terstruktur, sistimatis dan masif.
Sayang, keinginan publik mengkonsumsi sesuatu yang "wow" sepertinya belum terpenuhi. Hari ini salah satu fakta yang dianggap "wow" dan dibahas di berbagai media dan masuk dalam perbaikan gugatan dari Tim Hukum  Prabowo-Sandi adalah mengenai KH Ma'ruf Amin yang dianggap masih berstatus sebagai pejabat di BUMN sewaktu mencalonkan diri sebagai cawapres.
Tim hukum Prabowo-Sandi tentu saja berharap fakta ini pada akhirnya membuat pasangan Jokowi-Ma'ruf didiskualifikasi.Â
Tidak akan segampang untuk mengatakan hal tersebut, karena perlu menunggu hal ini dibahas secara legal di proses sidang gugatan nantinya, dan harus diakui bahwa fakta ini sepertinya masih belum kuat  untuk sekedar membuat gelegar di sidang nanti, seperti yang dijanjikan oleh BW.
Ada dua hal yang dapat dijadikan alasan. Pertama, soal waktu mempersoalkan keabsahan KH Ma'ruf Amin sebagai cawapres.Â
Gugatan ini dianggap sudah terlambat dari sisi waktu pengajuan. Seharusnya jika hal ini adalah masalah administratif, seharusnya ini dapat dipersoalkan dahulu ke KPU atau Bawaslu. Jika tidak, maka mengangkat persoalan ini bisa dianggap sebagai sesuatu yang mengada-ada dan mencari-cari kesalahan saja.
Tim Hukum Prabowo-Sandi sendiri beralasan bahwa tim hukum berbeda dengan tim BPN. Tim lawyer dianggap bertugas untuk mengadakan kajian hukum dan akhirnya baru menemukan kesalahan tersebut yang dianggap prinsipil oleh mereka. Jika ini terbukti benar dan KPU terbukti telah melakukan kesalahan maka Jokowi-Ma'ruf harus didiskualifikasi.
Ketidakjujuran yang dilakukan KPU sebagai organ negara yang mendapat mandat konstitusi untuk menyelenggarakan pemilu yang jujur dan adil, membuat output KPU menjadi tidak valid dan tidak inkonsitutisional. Begitu kira-kira pendapat BW cs.
Menanggapi hal ini, tim hukum Jokowi-Maruf memberikan argumentasi yang masih sederhana dan tidak terlalu tampak kuatir. Ketua tim hukum, Yusril Ihza Mahendra menjawab santai persoalan ini.
"Tidak ada temuan spektakuler apa pun dalam perbaikan permohonan yang dikemukakan para kuasa hukum paslon 02 tersebut," ujar Yusril Ihza Mahendra.
"Kalau sudah anak dan cucu perusahaan BUMN, ya bukan BUMN lagi namanya. Menteri BUMN juga tidak ngurusi lagi anak-cucu perusahaan BUMN. Itu sepenuhnya sudah swasta. Jawaban singkat saya ini untuk klarifikasi saja. Jawaban argumentatif dan legalnya nanti kami sampaikan dalam sidang MK," tambah Yusril.
Kedua, masih dapat diperdebatkan boleh dilakukan atau tidak.  Selain soal waktu, persoalan KH Mar'ruf Amin ini masih dapat diperdebatkan, bukan sebuah pukulan hook keras yang dapat menjatuhkan lawan hanya seperti jab-jab ringan.
KPU sendiri sudah sedikit memberi penjelasan tentang polemik ini. KPU menyatakan sudah memverifikasi posisi Cawapres Ma'ruf Amin dan memastikan lembaga tempat Ma'ruf menduduki posisi Dewan Pengawas itu bukanlah BUMN melalui pernyataan komisioner KPU Hasyim Asyari.
"Kalau anak perusahaan BUMN tidak ada kewajiban untuk mundur, yang ada kewajiban pejabat atau pegawai BUMN. Kalau KPU berdasarkan verifikasi, meyakini bahwa lembaga itu bukan BUMN," ujar Hasyim Asyari di kantor KPU, Jl Imam Bonjol, Jakata Pusat, Selasa (11/6/2019).
Inilah bukti bahwa menggunakan fakta ini sebagai senjata dianggap masih kurang greget karena dengan cepat mendapatkan  argumentasi sebelum masuk lebih dalam pada persidangan nantinya.
Dasar Pasal 227 huruf p UU Nomor 7 Tahun 2017 yang menyatakan seorang bakal calon dia harus menandatangani satu informasi di mana dia tidak boleh lagi menjabat satu jabatan tertentu ketika dia sudah sah mencalonkan, masih belum sepenuhnya dapat digunakan karena belum didukung oleh bukti-bukti lain yang memperkuat.
Kita masih berharap ada fakta "wow" lain yang dapat diungkapkan di sidang nanti oleh tim hukum Prabowo-Sandi, minimal untuk membuat seru persidangan nanti. Jika pada akhirnya gregetnya juga terlihat tidak melebihi soal status KH Ma'ruf Amin  ini, maka publik mungkin akan kecewa dan menduga sidang MK hanyalah cara dari tim hukum Prabowo-Sandi untuk membuang-buang waktu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H