"Setelah sebulan berpuasa, tiba jugalah kita di hari besar, hari yang fitri. Selamat menikmati waktu bersilaturahmi dengan seluruh keluarga dan handai taulan," kata Jokowi dalam akun Instagram-nya, Selasa (4/6/2019).
Hari kemenangan telah tiba, Idul Fitri. Â Idul Fitri disebut hari raya kemenangan karena pada hari itu, umat Islam dapat terlahir kembali sebagai orang-orang yang menang mengendalikan hawa nafsu setelah sebulan penuh berpuasa. Dalam kata lain Idul Fitri merefleksikan sebuah kemenangan atas perjuangan sebulan penuh menahan hawa nafsu.
Presiden Jokowi melalui instagramnya sudah mengucapkan selamat Idul Fitri untuk seluruh rakyat Indonesia. Jokowi mengajak di hari yang fitri ini, dijadikan sebagai momen untuk menjalin kembali persaudaraan dan persatuan sebagai bangsa Indonesia.
"Mari kita jadikan Idul Fitri ini sebagai ajang untuk mempererat kembali persatuan dan persaudaraan kita sebagai sebuah bangsa. Dengan hati yang fitri pula, mari bersama membangun bangsa Indonesia yang lebih baik, lebih maju, lebih adil, dan lebih makmur," ujar Jokowi.
Pesan ini tentu saja amat mendalam. Sesudah menghadapi kisruh paska Pemilu 2019, dan juga perbedaan pilihan dan pendapat, inilah saatnya yang tepat untuk yang berbeda dapat  kembali bersilahturahmi satu sama lain, alangkah teduh dan indahnya.
Dari pesan ini dapat kita pahami bahwa setelah kemenangan atas hawa nafsu, masih ada yang harus diperjuangan yaitu mempertahankan nilai-nilai kemenangan tersebut seterusnya.
Menjadi penting bukan sekadar meraih kemenangan, tetapi juga mempertahankannya. Hal ini seperti mengingatkan bahwa  untuk menjadi pemenang tidaklah begitu susah, tapi untuk mempertahankan kemenangan pun bukan sesuatu yang mudah dilakukan. Nilai-nilai Ramadhan harus dipelihara untuk kebaikan bangsa di masa selanjutnya, tidak boleh berhenti begitu saja.
Untaian pesan Idul Fitri ini semakin diperindah dengan ucapan dari cendekiawan muslim Prof Quraish Shihab dalam sebuah dialog. Quraish mengatakan bahwa hari Idul Fitri adalah kesempatan untuk mencairkan yang beku, menghangatkan yang dingin dan mengurai yang kusut. Â
 "Itu maknanya (Idul Fitri)  mencairkan yang beku, menghangatkan yang dingin, mengurai yang kusut," kata Quraish.
Memang benar apa yang dikatakan oleh Quraish, peristiwa politik membuat suasana menjadi beku, ada saling tuding saling benci antar para elit politik. Ambisi membutakan mata sehingga anak-anak bangsa dipercaya untuk saling memecah belah. Sayang sekali.
Mengurai yang kusut. Kekusutan terjadi karena ambisi kekuasaan yagn membabi-buta, kusut bahkan sampai terancam koyak, benang kebangsaan terancam putus. Mari bersama urai kembali dengan lebih sabar, lebih santun dengan optimism dan harapan bahwa bangsa ini akan semakin besar ketika ada keinginan untuk melakukan perbaikan demi kepentingan bersama.