"Yang jelas semangatnya adalah kita ingin melihat Indonesia ke depan semakin baik. Kita juga harus terus menyumbangkan pemikiran dan gagasan karena tentunya sebagai semangat dari demokrasi dan keinginan mewujudkan Indonesia semakin baik ke depan," -- AHY
Kalimat di atas dikatakan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sesaat sesudah bertemu dengan Presiden, Jokowi. Â AHY mengatakan bahwa dia diundang oleh Jokowi. Pertemuan ini dianggap AHY sebagai silahturahmi pasca Pilpres.
Meskipun silahturahmi, pertemuan ini cukup membuat riuh dunia perpolitikan nasional. AHY yang adalah Komandan Kogasma Partai Demokrat (PD) dan bergabung bersama Koalisi Indonesia makmur dianggap melakukan tindakan yang tak biasa. Bergabung dengan BPN Prabowo-Sandi, AHY tak takut bertemu Jokowi.
Secara politik, pertemuan ini patut diduga sebagai sinyal bahwa Demokrat akan bergabung dengan Koalisi Jokowi.
Pertemuan "serupa" juga terjadi beberapa hari lalu, melibatkan Ketua Umum PAN, Zulkifli Hasan. Zulkifli bertemu Jokowi bukan diundang, namun hadir dalam acara formal pelantikan Gubernur Maluku Utara.
Seusai pertemuan, PAN semakin keras digosipkan akan bergabung lebih dahulu dengan Kubu Jokowi, bahkan isu power sharing sebagai tujuan pertemuan ini sempat berhembus, PAN mengejar kursi Ketua MPR jika bergabung.
Dalam tulisan penulis berjudul "PAN Itu Memang Seksi", diuraikan beberapa alasan mengapa PAN ini menjadi komoditas berharga bagi Kubu Jokowi jikalau bergabung. Ada dua alasan yagn dikemukakan.
Pertama,soal irisan pemilih PAN yang secara identitas adalah pemilih dari Muhamadiyah. Bergabungnya PAN akan menambah kestabilan politik, jika pemerintah Jokowi berkuasa lagi. PAN mewakili Muhamadiyah, akan bersatu dengan PKB dari NU.
Kedua, soal posisi PAN yang memang fleksibel. PAN jelas memiliki jumlah suara yang signifikan, namun PAN bukan dikenal sebagai partai di kubu Prabowo yang super loyal seperti Gerindra dan PKS. PAN bersiap berpindah jika tergoda dengan tawaran yang harus menggiurkan. Seksi.
Lalu bagaimana dengan Demokrat?
Harus diakui PAN memang memiliki keunggulan seperti itu tapi Demokrat jika harus dinilai, adalah pilihan yang amat logis bagi Jokowi jika harus memilih di antara dua pilihan.
Mengapa? Paling tidak ada dua alasan berdasarkan level hubungan Demokrat dan Jokowi yang terjadi selama ini.
Pertama, dari sisi level sosial, Jokowi dan SBY sangat menunjukan kedekatan personal. Contohnya adalah ketika Jokowi memberikan waktunya untuk mau berkunjung saat Ibu Ani sedang dirawat di Singapura. Pendekatan emosional dan sosial yang sering terbukti ampuh.
Kedekatannya dengan AHY juga menunjukan hal tersebut. Pertemuan kedua orang ini lebih sering tergambar seperti "Om dan keponakan" dibandingkan lawan politik, hangat. AHY juga sore tadi mengatakan bahwa dia juga telah menyampaikan salam hangat dari SBY dan Ibu Ani untuk Jokowi.
Bandingkan dengan PAN, Jokowi jarang menunjukan dan hal itu memang tak terjadi. Lihat saja, relasinya dengan senior pengarah PAN seperti Amien Rais dapat dikatakan buruk, amat buruk. Padahal sekali lagi relasi antar dua pucuk pimpinan mempengaruhi gejolak politik yang lebih besar.
Kedua, dari sisi level politik, model kebangsaan yang sering ditawarkan oleh SBY atau Demokrat lebih dekat dengan harapan Jokowi. Kata-kata "melihat Indonesia yagn lebih baik", "mewujudkan Indonesia yang lebih baik ke depan" yang diucapkan oleh AHY tentu adalah sesuatu yang juga sering diucapkan oleh Jokowi.
Lihat saja ketika pertarungan politik antara dua kubu memaksa satu kubu dengan militan menggunakan politik identitas, SBY lebih memilih berada di tengah untuk memegang prinsip kebangsaan dan Bhinekka Tunggal Ika. Sesuatu di dalma kelemahannya sebagai Presiden dahulu, menjadi ciri khasnya.
PAN jelas tidak seperti Demokrat. Meksipun beberapa kali mengatakan sebagai partai Pancasilais tetapi dari pernyataan-pernyataan Amien Rais yang kontraprodukti, hal itu patut dipertanyakan oleh publik.
Berdasarkan alasan-alasan ini, sekali lagi saya harus mengatakan bahwa Demokrat amat logis untuk bergabung dengan Koalisi Jokowi. Kapan waktunya kita perlu menunggu, minimal seperti yang dikatakan oleh AHY, yaitu sesudah 22 Mei sesudah KPU mengumumkan secara resmi pemenang Pilpres nantinya.
Berulangkali, Jokowi mengatakan bahwa akan dengan terbuka menerima bergabungnya partai politik lain dari pihak sebelah. Jika Demokrat yang bergabung, Jokowi bukan senang lagi, mungkin amat sangat bergembira. Kita lihat saja nanti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H