Dalam tulisan sebelumnya tentang penggunaan diksi "Brutal" oleh salah satu kubu. Saya menuliskan seperti ini, adalah bunuh diri politik apabila salah atau blunder menggunakan diksi politik.
Tentu politikus juga manusia dapat emosi, bahkan menjadi depresi ketika keadaan yang dialami tidak sesuai dengan kenyataan, namun yang perlu dijaga adalah diksi yang dikeluarkan, karena itu dapat membuat simpati masyarakat menurun atau bahkan berubah menjadi antipati.
Terutama publik yang sudah muak dengan pertentangan, konflik, dan perdebatan yang terjadi, yang dirasa semakin hari berubah menajdi seperti dagelan yang dimainkan para elit politik.
Terbaru, dalam syukuran relawan Prabowo Subianto di gedung Padepokan Pencak Silat TMII, Rabu (24/4) kemarin , Amien Rais berbicara soal 'presiden bebek lumpuh- Lame Duck President"
Dilansir dari detik.com, Amien berbicara soal Prabowo yang disebutnya sebagai presiden terpilih. Dia lantas berbicara soal petahana (Jokowi) yang menurutnya tidak boleh lagi mengambil kebijakan apa pun. Itulah yang dimaksudnya 'presiden bebek lumpuh'.
"Laporkan ke petahana, sama-sama dari Solo, saya juga Solo. Jadi ada sudah sekarang ini dalam bahasa politik sudah lame duck president. Kalau pilpres sudah selesai, yang menang sebelum dilantik dinamakan president elect. jadi sudah terpilih, yaitu Pak Prabowo," sebut Amien saat itu.
"Petahana yang menyelesaikan periode 6 bulan yang akan datang sampai akhir periodenya menyatakan lame duck president, presiden bebek lumpuh. Dia tidak boleh lagi menambah utang baru, nggak boleh lagi mengambil kebijakan yang fundamental, tidak boleh!" tambah Amien.
***
Apakah istilah ini jamak digunakan? Harus diakui dalam politik khususnya di Amerika Serikat, istilah Lame Duck ini memang kerap digunakan.
Dalam Merriam Webster Dictionary, Lame Duck dapat berarti  seorang pejabat atau kelompok terpilih yang terus memegang jabatan politik selama periode antara pemilihan dan pelantikan seorang penerus.
Dalam kejadian ini, dalam politik  berarti lame duck adalah pejabat sekarang (petahana) yang penggantinya telah terpilih. Pejabat tersebut akhirnya sering dianggap kurang memiliki pengaruh dengan politisi lain karena waktu mereka yang terbatas.