Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Tinta di Jari Dahlan Iskan

24 April 2019   13:01 Diperbarui: 24 April 2019   13:29 1015
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dahlan Iskan | Gambar: Gelora

"Jika semua yang kita kehendaki terus kita miliki, darimana kita akan belajar ikhlas? Jika semua yang kita impikan segera terwujud, darimana kita akan belajar sabar? Jika setiap doa kita dikabulkan, darimana kita belajar ikhtiar?" -Dahlan Iskan

Turun dari mobil di Kertanegara, Dahlan Iskan terkesan tergesa-gesa, namun wajahnya masih murah melepas senyum ramah pada orang di sekelilingnya. Seperti biasanya.

Empat hari setelah pemilu, Dahlan mengunggah satu lagi tulisan menarik di blognya, "disway", berjudul "Tinta di Jari". 

Kisahnya tentang kejadian di India yang juga sedang mengadakan pemilu di bulan April, dengan dua tokoh utama yang diceritakan,

Tokoh pertama adalah Mayawati, seorang pemimpin partai politik bernama Bahujan Samaj (BS) pada tahun 1980-an.

Mayawati yang memperjuangkan kaum minoritas bersama partainya berubah dari partai kecil menjadi partai terbesar di Uttar Pradesh bahkan Mayawati jadi perdana menteri negara bagian itu.  

Mayawati membangun banyak taman, museum, monumen, patung-patung. Termasuk patung dirinya, tapi dia dimusuhi oleh pemerintah. Beberapa kali Mayawati selalu ingin dijatuhkan. Dengan tuduhan korupsi. Tapi selalu tidak terbukti.

Pertanyaan tentang korupsi selalu disangkakan padanya karena Mayawati semakin kaya, namun Mayawati tetap bebas dengan berbagi argumen yang dibangunnya.

Akan tetapi perlahan nama Mayawati mulai menurun popularitasnya sebagai tokoh pembela kaum kecil, Partai BS dalam pemilu lalu kalah, hanya menjadi peringkat kedua. Mayawati terpaksa mundur dari jabatan ketua partai.

Tokoh kedua yang diceritakan Dahlan adalah Pawan Kumar. Cerita tentang Kumar adalah cerita tentang pemuda yang salah pilih ketika pemilu lalu memotong jari telunjuk bertinta.

Kumar ingin memilih partai BS yang berlaga tapi entah mengapa telunjuk jarinya memilih atau menekan tombol bergambar bunga, logo Bharatiya Janata, partainya Narendra Modi, lawan politik Mayawati.

Kumar menebas ujung jari bertinta, jari telunjuk di tangan kirinya.  

Dahlan lalu menuliskan seperti ini "Pemuda itu marah. Setiap kali melihat tinta di ujung jarinya. Marah pada dirinya sendiri. Mengapa tadi salah pilih?"

Gaya Dahlan dalam tulisannya selalu enak dan menghibur. Dahlan juga mampu mendudukkan persoalan secara terang dan jernih. Mudah dimengerti dan apa-adanya.

Gaya menulis terkadang menggambarkan profil atau karakter seseorang. Bagi orang yang mengenalnya, Dahlan memang demikian adanya.

Pria yang sudah berusia 67 tahun dan gemar berspatu sket ini, ceplas-ceplos dan merakyat. Karakter Dahlan Iskan yang tidak suka protokoler dan kaku memang sudah terlihat. Bukan saat menjadi tokoh nasional, namun saat menjadi pemimpin media yang terbit di Surabaya pun Dahlan Iskan memang terkenal demikian.

Tak jarang Dahlan menjadi supir bagi bawahannya. Penulis buku "Seandainya Dahlan jadi Presiden" Agung Pamujo, mengalami hal yang sama dan menceritakan hal tersebut dalam bukunya. Agung disupiri Dahlan Iskan dan diajak menemaninya menemui Gubernur Jawa Timur saat itu, tepatnya tahun 1993.

Tapi Dahlan juga mempunyai ekspresi negatif. Dalam buku yang sama, diceritakan pada tanggal 20 Maret 2012 Dahlan membuka loket tol Semanggi yang masih tertutup dikarenakan belum datangnya petugas sedangkan antrian sudah terlalu panjang.

Karakter memimpinnya lalu membuat dia didaulat menjadi Menteri BUMN pada jaman SBY setelah sebelumnya menjadi direktur PLN. Banyak terobosan yang di lakukan.

Namanya tiba-tiba terdengar lagi  setelah pada tahun 2015, Dahlan menjadi tersangka kasus dugaan korupsi proyek pengadaan dan pembangunan 21 Gardu Listrik di Unit Induk Pembangkit dan Jaringan Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara PT. PLN Persero Tahun Anggaran 2011-2013. 

Syukurlah, sangkaan tersebut tidak terbukti. Ia bebas dari tuduhan pada bulan Agustus 2015.

Soal pilihan dalam Pemilu, pada 2014 lalu, Dahlan mendukung Jokowi, saat ini Dahlan memilih untuk mendukung Prabowo. Alasannya menurut Dahlan bukan karena nasibnya yang pernah ditahan di era pemerintahan Jokowi.

"Karena itu, saya hari ini saya menjatuhkan pilihan kepada Pak Prabowo. Bukan karena mempertimbangkan nasib saya selama 5 tahun terakhir. Itu saya anggap risiko saya sebagai pengabdi," kata di Dyandra Convention Center, Surabaya, Jawa Timur, Jumat (12/4/2019).

Dahlan hanya menjelaskan secara singkat alasannya memilih Prabowo karena masih ada janji Jokowi yang belum terlaksana.

Pasca Pilpres, Dahlan dipanggil secara pribadi oleh Prabowo. Tentu saja dengan kapasitas Dahlan, buah pikir Dahlan mempunyai banyak hal yang dapat membantu Prabowo. Saya malah berpikir dan berharap kapasitas Dahlan dapat membantu terjadinya rekonsiliasi antara Jokowi dan Prabowo. 

Soal Mayawati dan Kumar, kita bisa menebak,  namun Dahlan yang tahu persis apa maksud dari cerita itu. Selebihnya, Dahlan sudah menentukan pilihan. Tinta di jari Dahlan.

Sebagai penutup, Saya tiba-tiba teringat kutipan favorit saya dari Dahlan Iskan. "Jika semua yang kita kehendaki terus kita miliki, darimana kita akan belajar ikhlas? Jika semua yang kita impikan segera terwujud, darimana kita akan belajar sabar? Jika setiap doa kita dikabulkan, darimana kita belajar ikhtiar?" 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun