Sepak bola itu memang kejam. Kegembiraan bisa berubah dengan cepat menjadi kesedihan yang mendalam. Keunggulan skor bisa jadi hanyalah sementara. Bahkan luapan optimisme berubah menjadi tunduk muram durja, serta langit yang cerah berubah menjadi mendung, pekat. Itulah yang nampak terjadi di Etihad Stadium, di leg kedua perempat final Liga Champions 2018/19.
Laga yang bisa dibilang epik dan penuh dengan drama. Saling unggul, dan akhirnya walau Manchester City menang 4-3, Tottenham Hotspurslah yang melaju ke semifinal setelah unggul agresivitas gol tandang, setelah sebelumnya di Wembley, Spurs sudah unggul 1-0.
Bisa dikatakan Manchester City tersingkir dengan kejam, dengan strategi dan cara yang memang disiapkan oleh pelatih Spurs, Mauricio Pocchetino. Paling tidak ada 3 (tiga) cara Spurs menyingkirkan City yang dapat dikemukakan dari pertandingan yang berlangsung dini hari waktu Indonesia tersebut.Â
Pertama, Spurs tak takut menyerang. Banyak pengamat yang mengatakan bahwa cara terbaik untuk menghentikan agresivitas super Manchester City adalah dengan tidak takut untuk menyerang. Hal itulah yang dilakukan oleh Spurs dalam pertandingan tersebut.
Pocchetino tidak terlalu melakukan perubahan dalam formasi dibanding dengan leg pertama. Formasi 4-2-3-1 yang digunakan Spurs di leg pertama tetap digunakan juga dengan komposisi pemain yang hampir sama, meski dua pemain gelandang bertahan yang diturunkan memang kuat secara fisik yaitu Wanyama dan Sissoko.
Spurs berani menyerang. Di depan, Son Heungmin, striker yang diplot Pocchetino menggantikan Harry Kane yang cedera bergerak dengan efektif, berganti posisi dengan Lucas Moura sehingga membuat ruang terbuak bagi Eriksen dan Delle Alli mudah memberikan bola bersih bagi mereka.
Hasilnya, City cukup terkejut. Pemain belakang yang sering membantu serangan City sedikit tertahan di belakang dan gampang kebingungan. Akibatnya dua gol Son Heungmin di awal laga sempat membuat Spurs unggul lebih dahulu, karena skema ini.
Kedua, Spurs bertahan lebih dalam. Pocchetino memang pelatih yang dianggap mampu memperagakan sepak bola balance, atau seimbang di liga Inggris dengan sangat baik. Pocchetino mampu membuat Spurs bertahan sama baiknya dengan menyerang. Darah Italia yang mengalir di tubuhnya mungkin membuat pragmatisme sepak bola mahir dia gunakan.
Pocchetino menginstruksikan kuartet pemain bertahannya agar bertahan lebih dalam. Ada dua keuntungan dari strategi ini. Pertama, hal ini sengaja dilakukan untuk mengumpan agar para pemain City lebih naik ke depan meninggalkan garis pertahanan mereka.Â
Harapannya agar Spurs mudah melakukan serangan balik di waktu yang tepat. Kedua, agar dapat membatasi ruang gerak Aguero, Sterling, dan Bernardo Silva yang amat berbahaya ketika bebas bergerak di kotak penalti.
Meskipun Spurs dapat kebobolan hingga empat gol, namun gol balasan Spurs dapat dikatakan terjadi karena strategi ini berjalan dengan cukup mulus.