Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Cerita Rius yang Mesti Tinggal dengan Mertua

20 November 2018   14:17 Diperbarui: 20 November 2018   14:39 646
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Soal Mertua Tinggal dengan Menantu I Gambar : Kompas

"Bro....tinggal dengan  mertua itu tidak enak bro"? tiba-tiba Rius mengeluarkan pernyataan seperti baru selesai dari perenungan yang mendalam. Sebelumnya ruangan kami amat sepi, masing-masing sibuk dengan pekerjaan masing-masing.

"Wah...dulu lulus Passing Grade tes PNS sonde (tidak) bro?. Sekarang jam kantor bro, fokus-fokus" ujar saya.

Sebenarnya tidak nyambung juga menghubungkan passing grade tes PNS dengan mertua, tetapi sebenarnya maksud saya adalah waktu masih menunjukan pukul sembilan pagi. Konsentrasi otak masih full, sayang sekali jika dilewati dengan bicara tentang mertua, besan dan lain sebagainya.

"Ah...tunda dulu bro. Katong (kita) bicara nanti di kantin waktu makan siang, kerja sedikit dulu" kata saya lagi untuk menjelaskan.

Alis mata Rius masih datar, masih serius. "Oh..bae (baik)" jawab Rius. Rius nampak ingin segera membagi bebannya. Rius bersama istrinya memang tinggal bersama mertuanya, sudah sekitar setahun lamanya.

Singkat cerita, siangnya saya dan Rius sudah berada di kantin. Kantin "Bibi" namanya, itu sebutan kami, karena kantin itu memang tidak mempunyai nama.  Sebutan "bibi", karena wanita tua pemilik, juru masak, pelayan, sekaligus tukang cuci itu kami kerap panggil dengan sebutan "bibi".

Tempat ini memang sangat strategis bagi kami jika ingin bercerita serius. Meski berukuran kecil, ketika jam makan siang kantin ini menjadi amat sepi. Bukan karena makanannya tidak enak. Akan tetapi karena menunya cuma sejenis saja , mie goreng atau mie rebus. Ada telur juga. Mie buatan bibi cukup sedap dinikmati. Gurih.

 Karena pilihan yang terbatas ini kantin ini memang lebih ramai dikunjungi jika pagi. "Minum apa?" tanya bibi. "Ada jus alpukat? tanya saya. Bibi langsung memalingkan muka, wajah yang mulai berkerut itu sedikit tersenyum. Tak lama kemudian Es teh diantar. Pilihan minum cuma dua,  air mineral dan es teh.

"Ayo sekarang cerita..mengapa dengan mertua?" tanya saya.

"Aihhh...susah tinggal dengan mertua. Mau buat apa serba salah ee..." sambar Rius, tak sabar bercerita.

" Sedikit-sedikit mamtua (mertua ibu) dan baptua (mertua bapak) suruh ini suruh itu. Repot" cerita Rius.

"Suruh apa?"

"Aehh...terakhir suruh naik pohon mangga. Kaki gemetar, mau jatuh. Tapi hanya tahan-tahan sa, malu dengan mamtua dong". Pohon mangga di rumah Rius memang cukup tinggi.

"Itu saja masalahnya?" tanya saya sambil menahan tawa.

"Aeh...kalo pulang malam, kasitinggal istri di rumah. Mamtua dan baptua ju son (tidak) tidur. Tunggu juga sampai beta pulang. Adoo, susah ee.." cerita Rius lebih lanjut.

Rius lalu menceritakan kisah tentang cerita lain yang membuatnya tidak nyaman. Bagi Rius, rasanya mertuanya memperlakukannya seperti anak, bukan sebagai seorang kepala rumah tangga. Kepala dan ibu rumah tangga, adalah kedua mertuanya.

Cerita Rius yang harus tinggal dengan mertuanya sebenarnya bukanlah keinginannya. Akan tetapi karena situasi. Istrinya adalah anak tunggal sehingga menurut Rius tidaklah mungkin istrinya meninggalkan orangtuanya menghabiskan masa tuanya sendirian.

Istrinya bahkan sudah pernah berjanji tidak akan pernah meninggalkan orangtuanya. Jika Rius memaksa istrinya ergi, mereka bisa dianggap anak kurang ajar.

Pada awalnya Rius sebenarnya setuju, tetapi ternyata menjalaninya bukanlah hal yang mudah. Padahal ketika baru pertama kali menikah dan harus menjalani seperti itu, Rius terlihat percaya diri dan yakin bahwa cerita tidak mengenakan tentang tinggal dengan mertua itu biasanya dialami oleh istri (perempuan), bukan suami.

Rius memang ada benarnya. Cerita tentang Rince, teman sekantor yang juga harus tinggal dengan mertua pada awanya terlihat lebih mengenaskan daripada  Rius. Rince sering dikritik tajam oleh mertuanya jika masakannya tidak seenak rasanya dengan masakan mertuanya.

Sebelum menikah, Rince sebenarnya sudah mengetahui bahwa ibu mertuanya yang bernama Mince memang jago masak, tapi Rince tidak pernah berpikir jika harus berkompetisi soal itu jika tinggal di rumah mertua. Rince versus Mince. Ngeri.

Akibatnya Rince sering terlihat mengantuk pada jam kantor di awal pernikahannya. Rince susah tidur karena mengingat wajah ibu Mince atau sering membaca berbagai resep makanan  hingga larut malam. Suatu waktu kami sempat menyarankan untuk Rince pindah ke rumah sendiri, tapi apa daya, suami Rince adalah putra bungsu. Di Timor, putera bungsu adalah pewaris rumah tua. Cilaka bagi Rince.

Rince dan suaminya pernah berbohong dengan membeli makan restoran dan mengatakan bahwa itu buatan Rince. Sialnya ketahuan, karena nota pembelian mereka lupa singkirkan dari meja makan.

Syukurlah, badai akhirnya berlalu. Lambat laun, seiring berjalannya waktu, Rince berhasil mengambil hati ibu Mince mertuanya. Ibu Mince suka sekali ke salon. Rince sering mengajak dan menemani ibu mertuanya itu. Mereka menjadi sangat akrab.

Sesudah itu, kritikan ibu Mince berkurang,  bahkan Rince dengan sabar diajarkan cara memasak menu kebanggaan keluarga suaminya oleh ibu mertuanya,

Hasilnya ajaib, Sup kacang merah dengan potongan daging sapi yang dimasak di presto dengan campuran bumbu yang tepat buatan Rince amatlah nikmat. Sup spesial ini bahkan terkenal dan dirindukan di kantor kami. Sup ini sering dipadukan dengan tumisan bunga pepaya, makanan khas kupang.

Rince sudah dikenal sebagai jago masak sekarang dan kami berharap dia jangan pernah meninggalkan mertuanya terutama Ibu Mince.

"Kamu harus pintar ambil hati bro...seperti Rince" ujar saya.

"Benar juga...ya" kata Rius.

Rius lalu mengatakan bahwa dia memang jarang berkomunikasi dengan kedua mertuanya, dengan alasan sibuk atau menghabiskan waktu di luar bersama teman-temannya. Rius juga mengaku jarang mengetahui tentang keinginan kedua mertuanya.

Padahal, meskipun berstatus mertua, mereka seharusnya sudah dianggap sebagai orang tua sendiri.Sebenarnya, Saya cukup mengenal kedua orang tua dari istri Rius. Kedua orang tua itu adalah orang tua yang baik, tidak kejam seperti mertua-mertua di sinetron atau mungkin di kehidupan rumah tangga yang lain. Bagi saya, kuncinya sekarang memang di sikap Rius.

Namun saya menyadari bahwa ada kisah sedih tentang menantu yang tinggal dengan mertua. Ketidakpintaran mengambil hati mertua dan sebaliknya dengan komunikasi yang salah kerap membuat kehidupan rumah tangga dan ikatan keluarga menjadi putus atau memburuk.

Cerita seorang menantu perempuan yang bahkan tidak mau mengakui memiliki mertua karena diperlakukan dengan buruknya di rumah mertuanya, menjadi sedikit cerita sedih yang pernah terdengar. Sayangnya, biasanya suaminya juga tidak mampu membantu atau berbuat apa-apa karena diperhadapkan di antara konflik antara istri dan orangtuanya sehingga kondisinya menjadi amat rumit.

Ada juga seorang menantu pria yang harus memilih kos di luar dan memilih baru pulang ke rumah mertua di saat weekend karena tidak tahan dengan cerita cerewet dari ibu mertuanya. Kondisi yang jika tidak dicarikan solusi maka akan berdampak kepada kelangsungan kehidupan rumah tangga ke depan.

"Sebaiknya memang sebelum menikah, hal ini sudah dipertimbangkan atau didiskusikan...bro" kata saya berlagak bijak.

"Benar bro.." ujar Rius.

"Jika harus tinggal dengan mertua, lebih baik di rumah terpisah. Urusan dapur dan lain-lain bisa menjadi privasi" kata saya lagi.

Beberapa pengalaman berumahtangga beberapa teman sukses dengan cara seperti ini, apalagi jika menantu wanita tidak mau cara dia memasak atau merawat anak-anak dilihat langsung oleh mertuanya.

Komunikasi menjadi amat penting disini. Komunikasi sebelum menikah dan saat terjadi konflik harus dilakukan.

Jangan sampai keputusan itu diambil sepihak, karena setelah menikah ada penyatuan dua keluarga di sana. Akan tetapi ketika harus memutuskan sesuatu, harus cepat dan tegas memutuskan. Jika terlambat ada resiko besar yang harus ditanggung.

Beberapa hari berikutnya, Rius terlihat bahagia.

"Beta baru ajak bapa mantu mancing bro...beliau beli bir dua botol..batong (kami) bacarita lama" ujar Rius sambil tersenyum.

"Wee..mantap..."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun