Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Alasan Saya Mendukung Aiman

20 November 2018   12:16 Diperbarui: 20 November 2018   12:29 420
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
AIman dalam PGAwards I Gambar : TwitterkompasTV

Jika diharuskan memilih siapa pembaca berita favorit maka  saya akan jujur menyebutkan sebuah nama, Aiman Witjaksono. Kebetulan, Aiman terpilih menjadi salah satu dari lima nominator presenter berita terfavorit ajang Panasonic Gobel Awards (PGAwards) 2018.

Aiman mungkin tidak setampan Prabu Revolusi dan Joy Astro, dan tentu tidak semenarik Dian Mirza dan Senandung Nacita di hadapan para penonton televisi, tetapi ada hal lain yang saya pikir pantas dikedepankan saat jurnalisme televisi memasuki jaman seperti ini, yaitu soal keberanian. Menurut saya Aiman selangkah di depan soal itu.

Hal ini bukan berarti sosok yang menarik, tampan atau cantik menjadi tidak penting. Akan tetapi teknik membaca yang mumpuni dengan penekanan konsonan yang tepat akan menjadi sesuatu yang "kuno" jika hal itu menjadi sebuah standar penilaian saat sekarang.

Kita sudah bergerak jauh meninggalkan kekuatan kharisma Adolf Posumah dengan sosok mata tajamnya saat membawakan acara berita Nuansa Pagi dan Seputar Indonesia di RCTI pada tahun 1990-an. Bahkan keteduhan Dana Iswara dan Zsa Zsa Yusharyahya saat membaca berita, yang membuat kita betah melihatnya tanpa peduli  konten berita. Sudah lewat masanya untuk itu.

AIman dalam PGAwards I Gambar : TwitterkompasTV
AIman dalam PGAwards I Gambar : TwitterkompasTV
Kita butuh sentuhan lebih daripada itu. Kita butuh unsur kejutan, kita butuh lebih tahu lebih mendalam ketika seorang pembaca berita langsung mewawancarai narasumber, kita butuh keberanian untuk mengungkap sesuatu tanpa takut pada narasumber. Itulah kekuatan Aiman.

Bukti terakhir tentang unsur ini nampak saat Aiman mewawancarai Ketua Umum PSSI sekaligus Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi dalam konteks berita soal kematian suporter sepak bola. Saya tuliskan penggalan wawancara yang sempat membuat Edy Rahmayadi naik pitam saat itu.

"Terakhir pak pertanyaan saya. Anda kan menjadi Gubernur Sumatera Utara, apakah anda merasa terganggu ketika tugas anda tanggung jawab anda menjadi Gubernur dan Ketua Umum PSSI?" tanya Aiman mendekati akhir wawancara.

"Apa urusan anda menanyakan itu?" kata Edy. (Wajah Edy mulai masam dan semakin serius).

Aiman tertawa, mungkin kaget mendengar perkataan Edy.

"Saya bertanya kepada anda pak, apakah anda merasa seperti itu. Kalau tidak anda tinggal menjawab karena ini pertanyaan yang sederhana sesungguhnya pak Edy" kata Aiman lagi.

"Bukan hak anda juga untuk bertanya pada saya" kata Edy.

"Wartawan punya hak untuk bertanya apa saja pak Edy" ujar Aiman cepat membalas, masih dengan tersenyum. "Oke, terima kasih" kata Edy juga cepat.

"Saya juga punya hak untuk tidak menjawab" kata Edy lagi.

"Saya menghormati hak anda untuk tidak menjawab pak" jawab Aiman.

Sesudah itu wawancara terlihat tidak menarik lagi. Aiman masih berusaha untuk menggali lebih dalam, tetapi Edy merasa Aiman sudah berlebihan.

Ada beberapa hal yang dapat terjadi saat itu. Pembawa berita akan nampak "bodoh" dan tanpa disadari diarahkan oleh narasumber. Hal itu jelas tidak terjadi pada Aiman. Aiman mampu tenang. Tidak ada break sementara yang diambil oleh pihak televisi pada saat itu, bahkan Aiman masih berani mencecar dengan berbagai pertanyaan.

Akhirnya, Edy Rahmayadi yang menyerah. Marah dan memilih meninggalkan studio.


Saya menduga kekuatan menggali berita dari peraih penghargaan "Jurnalis Muda Berprestasi"  dari Departemen Luar Negeri pada 2006 ini karena investigasi yang sering dilakukannya di program AIMAN. Sebuah program yang sarat jurnalisme investigasi.

Pria yang lahir di Jakarta pada 8 juli 1978 dengan berani mengupas narasumber sampai lapisan kulit terakhir. Narasumber yang paling sulit sekalipun dibuat dihadapkan pada pilihan meneruskan wawancara dengan resiko akan ditanyai terus atau memaksa untuk dihentikan. Seperti yang dilakukan oleh edy Rahmayadi.

Peraih penghargaan Anugerah Komisi Penyiaran 2014 dan 2017 sebagai presenter talkshow terbaik, ini pernah menjelaskan cara pandangnya yang menjadi pandu di dalam dia menjalankan praktek jurnalisme baik sebagai pembaca berita ataupun sebagai reporter.

Bagi Aiman, jurnalis itu semestinya konsisten mengikuti hati nurani, dengan independensi yang tetap dijunjung. Lebih lanjut, Aiman mengatakan jika nurani mendorong dia untuk mendalami latar belakang dari setiap isu, maka independensi akan membuat dirinya untuk bebas menggali setiap kasus atau berita. Meskipun resiko yang dihadapinya akan semakin besar.

"Saya percaya, dari Nurani & Independensi ada makna Kebenaran di dalamnya" tulis Aiman.

Saya pikir inilah poin keberanian itu akan nampak jelas dan bahkan abadi. Saat saya pernah mengikuti sebuah workshop dengan narasumber Shannon Service, seorang jurnalis investigasi asal Amerika Serikat, hal senada juga saya dapati.

Shannon mengatakan bahwa menjadi seorang jurnalis bukan pekerjaan yang mudah. Pekerjaan ini bisa membuat jurnalis harus berhadapan dengan sistem yang korup, sistem yang kejam dan mungkin tidak berperikemanusiaan. Jurnalis membutuhkan lebih dari sekedar pengetahuan atau teori untuk mampu melakukan tugasnya. Hati nurani dan independensi. Aiman sedang menjalaninya.

***

Publisitas tentang nominator PGAwards sudah dapat kita nikmati di layar televisi. Aiman dinominasikan dalam dua kategori, pembaca berita dan pembawa acara talk show. Untuk kategori yagn kedua, Aiman bersaing dengan Najwa Shihab, Andy Noya, Karny Ilyas dan Rosiana Silalahi.

Menariknya dalam pariwara dari PGAwards untuk mendukung Aiman, penggalan video wawancaranya dengan Edy Rahmayadi ikut disertakan. Jika Aiman akhirnya menang, sepertinya Aiman harus berterimaksih pada Edy Rahmayadi, yang tidak sengaja ikut "mendukung" Aiman.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun